35. Sebuah gantungan

43 11 0
                                    

Elang pov

Suara gaduh di area parkiran bikin gue kesal. Ntah cuman perasaan gue, tapi sekolah ini menjadi lebih sering berisik, kadang teriakan-teriakan sebagian murid di penjuru kelas sejak kedatangan si anakonda legend itu.

Gue kira pas pengumuman juara dia bakal menempati posisi setelah gue, karena gue tahu, otak dia yang memang terbilang lumayan. Dia bisa nyelesain 2 soal fisika dalam waktu 5 menit. gue sempet kesal waktu liat mading dan nama dia yang menempati posisi pertama.

Kerumunan yang semulanya ricuh tiba-tiba hening. Gue menatap seorang cewek dengan rambut di kuncir acak-acakan sedang berjongkok menutup telinga.

"Ngapain lo?"

Cewek itu mengangkat wajahnya yang pucat macam mayat ketimpa dahan kelapa. Gue rada kasihan melihat dia kayak begitu walaupun rasa benci gue lebih besar.

"Ikut gue?"

Aishh...Ngapa gue ngomong gitu. Kadang memang hati dan mulut tidak selalu sinkron.

Gue membalikkan badan berharap cewek itu gak mendengar ucapan gue yang gak ada faedahnya sama sekali. Tetapi bunyi langkah kaki di belakang gue jelas menandakan kalau si anakonda itu ngikutin gue.

Sampai di tempat gue parkir motor dia tetap ngikutin. Dengan masang wajah kesal gue menaiki motor berharap cewek itu segera minggat. Gue cuman pisahin dia dari tukang bully bukan mau nebengin dia.

"Pulang sendiri jangan manja, gue gak mau nganter" ucap gue sembari menaiki motor.

"Lah! lo kan tadi yang nyuruh ngikut! gimana sih, gue udah ketinggalan bus beberapa menit lalu. Ih dasar kambing" cerca dia marah, hidungnya kembang kempis, pipinya merah persis seperti udang rebus.

"Lo gak punya kendaraan roda dua?"

"Roda dua roda dua, sok-sokan ngeteka teki. Motor gue di bengkel" ketus dia sambil menghentakkan kaki, marah.

"Heh!" ucap gue mensejajarkan langkah dia dengan motor. Dia melirik sinis, sumpah pengen nyongkel mata orang tapi takut di kutuk jadi sedotan spitenk.

"hm"

"Disini banyak setan angka delapan hih" ucap gue ngawur. Padahal jelas-jelas memang hari masih nampak sinar matahari.

"Iya, apalagi sama cowok rese kayak lo palingan bentar lagi mbak kunti yang muncul pengen grepe-grepein lo" balas dia dengan gemas.

Lucu!!!! eh? nggak deng. lebih lucu monyet nya si Aksa.

Yap, si Aksa memang memelihara monyet tetapi setelah kelas 11 SMA papanya menjual si monyet dengan nama Otong buat beli kolor si Aksa bergambar Kuda Pony dan Tinkerbell.

Suasana yang tadinya cerah secerah harapan mu kepada my crush ups! tanpa awan mendung berangsur berubah menjadi gelap dengan awan putih yang sebentar lagi siap untuk menurunkan rintik-rintik hujan. Entah sejak kapan juga sekolah yang tadinya ramai penduduk kini berubah menjadi lebih sepi. Suara gesekan pohon karena tiupan angin serta angin kencang mulai mengisi suasana sekolah yang berubah menjadi angker.

"Naik buru!!" perintah gue mulai ngerasain hawa-hawa tak sedap.

"Ogah!" oke, masih marah dia ceritanya. Pengen ninggalin tapi takut besok jadi arwah gentayangan terus muka gue masuk koran dengan hot news seorang siswa menelantarkan seorang perempuan bernama xx di SMA harapan bangsa karena tidak mau bertanggungjawab mengantarkan perempuan tersebut.

"naik gak? atau gue tinggalin?!" ancam gue dan pastinya gak mempan.

"Bodoamat."

"NAIK ANAKKONDA" untuk yang pertama kalinya gue teriak selama 2 tahun tidak menampakkan emosi. Semakin kenal si anakonda semakin merasa ada persamaan antara Laras dan---

Badgirl Vs Ketos(ongoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang