Chapter|40

7.7K 523 14
                                    

Ilhan Haroen sedang di jalan pulang, sore hari dari kantor dengan penuh kegelisahan. Pasalnya, Lyric mengabarkan kalau Eilliyah dan Alma membawa dokter ke rumah mereka sekarang. Ilhan dan Lyric memang bermain petak umpet dengan keduanya, bukan lain karena kebohongan laki-laki itu satu bulan yang lalu. Tepat satu minggu setelah pulang, Lyric masih menstruasi yang menandakan kalau dia belum juga hamil. Sejak itu mereka berdua mulai menghindari Eilliyah dan Alma. Kini, dua calon nenek itu rupanya curiga dan khawatir pada cucu mereka sehingga datang dengan membawa dokter kandungan. Ilhan mempercepat laju mobil saat melihat rumah mereka dari kejauhan. Dia memarkir asal mobil di halaman depan dan berlari masuk.

Ilhan tertegun di pintu kamar istrinya, Lyric sedang duduk di atas kasur dengan seorang dokter di sampingnya. Alma dan Eilliyah duduk di sofa, bersama gadis kecil mereka yang baru pulang setelah latihan balet di studio Anna Blakely.

Laki-laki itu tahu kalau kebohongan mereka sudah terbongkar, istrinya sudah diperiksa.

"Mati aku!" Ilhan berseru dalam hati, tak sanggup masuk ke dalam kamar.

Suara Eilliyah yang melontarkan protes mengejutkan laki-laki itu,

"Kenapa berdiri di depan pintu, bukannya menyapa mama dan mertua yang datang? Satu bulan kami bertanya kabar, meminta ke dokter kalian tidak menurut juga. Apa kau pikir kehamilan itu main-main."

Ilhan menoleh perlahan pada Eilliyah dan Alma yang sedang bicara dengan Priya. Dia memindai dari jauh dan mencari-cari kemarahan juga kekecewaan dari wajah dua perempuan setengah abad lebih yang masih cantik itu. Putra kedua keluarga Haroen itu memaksakan senyum.

"Tunggu, kenapa mereka tidak marah. Apa kami belum ketahuan?"

Ilhan menelan ludah kasar sebelum melangkah masuk.

Laki-laki itu menghentikan langkah saat samar-samar mendengar percakapan antara dokter dan istrinya, mereka membicarakan tentang pemeriksaan lanjutan. Pikiran Ilhan bercabang antara takut pada mama dan mertuanya, juga celotehan yang keluar dari mulut putrinya.

Priya sedang menyebutkan beberapa nama asing. Ilhan belum pernah mendengar nama teman-teman itu selama ini. Dia berjalan menuju sofa, mendekati mereka di sana.

Alma mendongak saat melihat menantunya sudah berdiri di hadapan dan tersenyum,

"Ilhan..mama sedang bertanya pada cucu mama, bagusnya nama adiknya apa kalau benar laki-laki. Sayang sekali, masih lama bisa USG. Mama sudah tidak sabar" ucap pelukis blasteran Jawa-Polandia itu.

Ilhan menganga, berpikir bahwa sandiwara mereka belum terbongkar. Priya masih berceloteh dengan Alma, menyebut nama-nama seperti Sonata, King, atau Midas. Itu semua pasti nama yang dibawa Alma Rauf, mengingat mertuanya suka sekali menamai anak-anak dalam bahasa asing dan diinspirasi dari seni. Namun Ilhan tak punya waktu untuk memikirkan nama. Dia keheranan karena ada dokter, tidak mungkin kebohongan mereka belum juga terbongkar. Kecuali perempuan itu dokter gadungan.

Ilhan menoleh pada istrinya, Lyric juga sedang melihat ke arahnya dan mengulum senyum. Aih, istrinya santai sekali tanpa beban. Padahal Ilhan ketar ketir sejak mendengar kabar kedatangan mama dan mertuanya yang membawa serta dokter kandungan ke rumah mereka.

Laki-laki itu sontak mundur satu langkah saat dokter yang bicara dengan istrinya berjalan menuju sofa. Kali ini, Ilhan yakin dia tidak bisa lari lagi dari amukan Eilliyah dan Alma karena kebohongannya.

"Ibu dan bayinya sehat, saya sudah menjadwalkan pemeriksaan lanjutan. Kami akan bertemu lagi di rumah sakit" ucap dokter perempuan itu.

Ilhan membatu selama beberapa detik, berpikir dengan cepat dan mengambil kesimpulan.

Youngest DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang