Chapter|11

4.5K 541 26
                                    

Lyric memilih masuk ke dalam studio saat menerima panggilan telpon karena berpikir ruang itu cukup privat, dibandingkan kamar tidurnya. Tentu dia tak tahu kalau mertua, adik ipar, dan suaminya akan mendengarkan percakapan antara dirinya dengan Shareef dan Alma.

Terlalu kesal, Lyric lupa untuk menutup pintu studio dan menerima panggilan telpon dari papanya dengan terburu-buru.

Lyric sedang memohon, memaksa, merajuk, bahkan pada satu titik mulai mengancam pada kedua orang tuanya. Gadis itu bicara panjang lebar,

"Kirimkan saja lukisan itu pada Anna, pa. Dia sudah lama menginginkan lukisan itu tapi papa selalu menolak, dengan alasan kalau lukisan itu terlalu berarti."
"Anna cuma mau mengajar Priya balet kalau papa mengirimkan lukisan yang sudah lama dia inginkan. Dia bukan seseorang yang bisa dibayar dengan uang, papa tahu itu!"

Lyric mulai merajuk saat Shareef masih berkilah di seberang sana.

Sang putri bungsu itu menjatuhkan tubuh di atas lantai berkarpet tebal dalam studionya, duduk berselonjor dan menendang udara kosong di hadapannya saat Shareef masih mencari-cari alasan.

Gadis itu memasang wajah kesal dan kembali bicara panjang lebar,

"Apa papa tahu apa yang mereka katakan, tentang putriku? Mereka bilang Priya tidak bisa diajak bergabung di akademi balet anak-anak mereka selama ini."
"Berani sekali mereka meremehkan putriku!"
"Apa lukisan yang penting sekarang? Priya itu putriku, cucu papa dan mama. Apa papa mau cucu papa diremehkan cuma karena akademi balet."

"Tak ada alasan untuk tidak mengirimkan lukisan itu pada Anna. Lukisan papa akan dimiliki oleh balerina kelas dunia."
"Anna Blakely bukan orang sembarangan. Dia pernah tampil di depan ratu Inggris. Dia bersedia mengajar Priya selama tinggal di Indonesia."
"Lyric rasa itu sepadan dengan lukisan papa."

Lyric hampir menangis.

Bagaimana tidak, dia sudah mengatakan pada para mama yang meremehkan putrinya kalau dia akan membawa Anna Blakely sebagai guru balet Priya. Rencananya bisa gagal kalau papanya menolak. Dia mulai mengancam saat Shareef belum mengatakan iya.

"Kalau papa tidak mau, Lyric akan mencuri lukisan yang begitu berharga itu dari rumah dan mengirimkannya sendiri pada Anna."
"Laporkan saja Lyric pada polisi."
"Mungkin Lyric akan ditangkap dan papa akan masuk berita. Pelukis terkenal yang lebih sayang lukisan dari pada anak dan cucu."

Lyric mendengus kesal, karena Shareef berkata masih akan memikirkan permintaan putrinya. Tak langsung mengiyakan. Sang bungsu ngambek.

Telpon diserahkan pada Alma karena Lyric menolak bicara lebih lanjut dengan papanya. Putri bungsu Shareef Bhupati dan Alma Rauf itu masih duduk di atas karpet, menusuk-nusuk permukaan benda itu dengan jari telunjuk dan menunduk sembari mendengarkan mamanya bicara panjang lebar di seberang sana.

"Mama yakin bisa membujuk papa?" Lyric kembali bersuara setelah lama mendengar ceramah Alma.

Seutas senyum tipis menghias bibirnya yang sedari tadi mencebik kesal.

Sudah lama dia tak meminta sesuatu pada papa atau mamanya. Meski dimanja sebagai sang bungsu, di hadapan mereka Lyric berusaha bersikap dewasa. Meniru kakak-kakaknya.

Lagi pula, umurnya memang sudah 22 tahun. Apalagi sekarang dia sudah menikah. Tapi rupanya ada batas dari kedewasaannya.

Saat dia butuh papa dan mamanya karena Anna Blakely yang tak bisa dibayar dengan uang. Tapi sebuah lukisan yang menggantung di studio kerja Shareef, telah lama diinginkan Anna saat berkunjung dulu.

Jika itu uang, mungkin dia bisa mengeruk dana pribadi. Tak satu dua lukisannya yang terjual dengan harga milyaran rupiah. Atau jika masih kurang, mungkin minta pada suami dan mertuanya yang kaya raya.

Youngest DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang