Extend. Ver|45

4.4K 422 3
                                    

Lyric Bhupati sedang melukis di studio saat bi Kinasih datang membawakan minuman dan kudapan sehat.

Suara dering telepon mengalihkan perhatian dua perempuan itu. Bi Kinasih meraih telepon genggam Lyric dan menyerahkan pada bumil yang duduk di depan kanvas.

Lyric tersenyum dan berterima kasih. Dia menerima panggilan telepon dari guru wali kelas Priya. Lyric berdiri dengan cepat dari kursinya, sembari memegangi perut yang sudah besar dengan air mata hampir tumpah saat mendengar penuturan guru sekolah putrinya. Guru itu mengabarkan bahwa sekolah Priya mengalami kebakaran. Meski anak-anak berhasil di evakuasi, mereka dilarikan ke rumah sakit. Beberapa anak, termasuk Priya terjebak cukup lama sehingga kehabisan oksigen dan dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.

Bi Kinasih yang masih berada di studio karena membersihkan beberapa barang menoleh dengan cepat saat mendengar suara bercampur tangisan dari bibir nyonya rumahnya. Perempuan itu buru-buru bangkit dan menopang tubuh Lyric yang hampir terjatuh ke lantai.

"Bi..tolong. Itu..mang Gugun, saya.."

Lyric mencengkeram lengan pengasuh putrinya dan tak sanggup melanjutkan kata-kata, air mata sudah mengalir deras di pipinya sejak tadi.

Bi Kinasih yang memahami bahwa terjadi sesuatu pada putri sulung keluarga ini di sekolah segera berlari ke luar, memanggil mang Gugun agar segera mengantarkan nyonya rumah mereka.

Lyric yang masih menangis, menyusul di belakangnya. Perempuan itu bahkan masih memakai sandal rumah, dengan loose dress sepaha yang dipakai saat melukis tadi. Dia berjalan cukup cepat, untuk ukuran ibu hamil di usia hampir delapan bulan sembari memegangi perutnya. Lyric naik dengan terburu-buru ke dalam mobil.

Lyric tak berhenti menangis dan berdoa di sepanjang jalan, setelah menyebutkan alamat rumah sakit pada mang Gugun.

Tentu saja, Lyric tak pernah menyangka akan terjadi musibah yang demikian. Dia sangat ketakutan. Pagi tadi, putrinya masih berpamitan seperti biasa. Sekarang, dia harus ke rumah sakit karena Priya berada di IGD.

Mang Gugun menyetir dengan fokus, meski berkali-kali juga menunjukkan kepanikan saat macet.

Mereka tiba di rumah sakit. Mang Gugun bahkan turun, membantu ibu hamil itu masuk karena tahu nyonya rumahnya tampak terpukul. Supir pribadi Priya tentu takut Lyric kesusahan berjalan dengan kondisi pikiran kacau. Mereka disambut guru wali kelas Priya di depan IGD. Ada beberapa orang tua lain, yang sedang menunggu anak-anak mereka. Tangisan Lyric semakin menjadi saat melihat orang tua lain juga menangis, duduk di kursi tunggu di depan ruangan itu. Mang Gugun mendudukkan sang nyonya, saat guru wali kelas itu berusaha menjelaskan kebakaran di sekolah.

Ada kebocoran gas terjadi di kantin sekolah.

Lyric tak bisa mencerna sedikit pun penjelasan guru wali kelas putrinya. Dia hanya memikirkan keadaan putri mereka di dalam sana. Tak berselang lama sebelum satu-persatu anggota keluarga yang dihubungi bi Kinasih datang. Eilliyah, Bani, dan Najia datang lebih dulu. Mereka mendekati Lyric dengan raut muka tak kalah khawatir. Eilliyah dan Najia pun tampak menangis di jalan. Ruangan di depan IGD itu penuh dengan anggota keluarga anak-anak di dalam sana, yang jumlahnya tak sedikit.

"Mama.." Lyric semakin tak bisa menahan tangis saat Eilliyah mendekapnya.

"Iya nak, sabar. Kita tunggu penjelasan dokter."

Perempuan setengah abad lebih itu menenangkan menantunya, meski dia sendiri sedang ketakutan. Dia menepuk punggung Lyric yang masih menangis.

Rumi datang kemudian, bi Kinasih juga menghubungi perempuan itu. Dia menerobos orang-orang, mencari keberadaan Lyric. Perempuan itu pun mulai menangis saat melihat Lyric dalam dekapan Eilliyah, duduk di salah satu kursi tunggu di depan IGD. Rumi meraih pundak Najia hingga menoleh dan bertanya dengan suara tercekat,

Youngest DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang