Friend with Benefit (Anin)

2.6K 26 4
                                    

Aku menunggu dengan sabar di dalam sebuah mobil yang terparkir di sebuah parkiran mall, mobilku dengan sengaja ku parkirkan di basement paling bawah di sudut paling sepi. Aku sedang menunggu seseorang pulang, seseorang yang aku telah kujanjikan untuk ku jemput setelah acaranya selesai. Satu jam sejak aku tiba untuk menjemputnya, akhirnya ia datang saat aku tengah menghisap sebatang rokok putih di mulutku.

“Kan… masih aja…!” ujar Anin sambil memberikan tatapan tajam padaku, aku yang mengerti pun hanya terkekeh sambil membuang rokokku.

Ia memintaku untuk segera menuju ke mobil. Aku yang mengerti segera menurutinya sambil membantu gadis itu membawa barang-barang bawaannya yang begitu banyak. Hadiah-hadiah dari pendukungnya ia masukkan ke bagasi mobilku. Setelah memasuki barang-barangnya, Anin segera menuju kursi depan bersamaan denganku yang memasuki mobil. Aku menoleh ke arahnya sebelum menyalakan mobilku, aku dapat melihat wajahnya yang kelelahan namun dipenuhi kebahagiaan. Aku dapat mengerti karena ia baru saja menyelesaikan acara terbesar dalam karirnya.

“Langsung pulang aja ya…” kataku pada Anin karena tak tega melihatnya yang lelah, aku mengurungkan niatku untuk mengajaknya makan malam untuk merayakan kelulusannya dari idol group ibukota.

Sepanjang perjalanan, kami hanya terdiam. Aku sengaja tak mencoba mengajaknya berbicara agar ia beristirahat. Sedari tadi Anin juga hanya membuka handphonenya, bermain media sosial untuk memposting segala hal soal kelulusannya.

“Kok diem aja?” tanya Anin padaku, membuatku menoleh padanya.
“Ya kamu kan capek, masa aku ajak ngobrol?” balasku padanya.
“Oh gitu.” balasnya singkat.

Ya, Anin memang sangat susah ditebak. Meski telah lama bersama pun, aku tak pernah bisa menebak moodnya.

“Gimana tadi?” tanyaku mencoba membuka topik.
“Seru” balasnya padaku.
“Aku liat dari twitter iya seru banget. Apalagi waktu kamu bawain skirt hirari” balasku padanya, mencoba memujinya.
“Ohhh…, bagus ya??” tanya Anin padaku sambil tersenyum.
“Iya baguuus!” ujarku padanya.
“Hmmm… karena ada Gracia?” ujarnya tiba-tiba membuatku terkejut.
“Kok bawa-bawa Gre?” balasku yang bingung dengan topik yang tiba-tiba lompat.
“Ya emang kan??” balas Anin lagi padaku.
“Gak gitu loh Nin…” ujarku mencoba meyakinkan.

Anin masih terdiam, ia membuang pandangannya dariku. Ia menoleh ke arah jalanan tol yang sudah sepi. Otakku terus berputar, berpikir bagaimana untuk membuat mood Anin kembali membaik. Gadis itu melirik, tiba tiba senyumnya membuatku bingung.

“Berhenti, cari yang sepi” ujar Anin padaku tiba-tiba.

Meski dipenuhi rasa bingung, aku menuruti permintaannya tersebut. Entah apa yang ia ingin lakukan atau perbincangkan denganku, namun aku menurutinya tanpa kata. Jujur aku takut ia akan menghentikan seluruh hubungan tanpa status diantara kami, dimana ia sudah bukan lagi seorang idola sehingga aku bukan lah lagi fansnya. Hubungan kami sudah tak lagi memiliki dasar untuk dipertahankan. Apakah ini sudah waktunya?

“Turuuun…” ujarnya sambil keluar dari mobil.

Anin mengajakku masuk ke kursi tengah. Meski jalanan sepi dan sekitar tempat kami berhenti ini sepi, namun tetap saja rasa takut dan was-was menyelimutiku. Bukan takut oleh hantu dan semacamnya, aku takut bahwa ada orang yang memergoki kami dan akhirnya malah membahayakan Anin.

“Kamu pikir aku beneran bete ya? Masih aja gak bisa bedain aku becanda atau serius hahahaha” tawanya padaku saat kami memasuki kursi tengah mobilku.
“Terakhir aku ngerasa aku ngerti kamu, kamu gak mau balas chat aku 5 hari, gak mau ketemu aku, dan gak mau angkat telepon…” balasku padanya.
“Hahaha bagus bagus pinteer…” balasnya lagi.
“Ini ngapain sih???” tanyaku pada Anin dengan bingung.
“Hehehe” iya hanya terkekeh lalu mendorongku duduk bersandar di kursi.

One Shoot Collection.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang