💜💜💜
"Chyar minta jemput Altair aja ya, Kak."
Dirantara melotot. Chyara mengekerut di sofa. Ia memutar otak mencari cara agar bisa pulang.
"Kamu tega mau meninggalkanku sendiri? Di sini?"
Dirantara tak cocok mendramatisir keadaan, tapi mukanya benar-benar memelas.
"Tapi, Kak. Kita nggak bisa tidur serumah."
"Kenapa?"
"Ya karena ...." Chyara berdecak. Ia sebal karena Dirantara pura-pura bodoh.
"Kenapa Chyara?"
"Nggak baik."
"Kata siapa?"
"Kata Nenek. Nenek bilang itu berbahaya," ujar Chyara menirukan lagu anak-anak. "Makanya kasi Chyar pulang ya. Cafe bentar lagi tutup, Altair pasti nggak keberatan buat jemput."
"Tidak bisa. Kamu sadar akan pulang malam-malam bersama lelaki lain. Bisa timbul fitnah."
"Tapi fitnahnya lebih gede kalo Chyar nginap di sini, Kak. Ya Allah, Kakak ngerti kan maksud Chyar?"
Dirantara menghela napas lalu masuk ke dalam kamar. Beberapa menit kemudian lelaki itu kembali dengan kunci mobil di tangan. "Ayo kuantar."
"Lho kok bisa?"
"Tentu saja bisa."
"Bukannya Kak Dirant sakit?"
"Lebih sakit kalo liat kamu diantar cowok lain."
"Eh gimana tuh maksudnya?"
"Percuma jelasin sama kamu." Dirantara meraih tangan Chyara lalu menggandengnya keluar rumah. Lelaki itu mengunci pintu kemudian membimbing Chyara ke mobil. Dalam hitungan menit, mereka sudah melaju di atas aspal.
"Beneran kuat? Kak Dirant nggak bakal nabrak kan?"
"Nggak akan."
"Serius."
"Aku juga belum mati Chyar. Belum ada anak yang akan doain kita saat sudah meninggal."
Chyara terpaku. Ia tahu jawaban Dirantara itu sambil lalu, tapi tetap ada kebenaran dalam kata-kata lelaki itu.
Belum ada anak.
Benar, untuk Dirantara itu hanya tentang waktu. Namun, bagi Chyara itu adalah ketidakmungkinan.
"Kenapa kamu hanya diam?"
"Eh, nggak ...."
"Nggak apa?"
"Nggak apa-apa." Chyara bersyukur lampu di dalam mobil tak terlalu terang. Ia tak mau Dirantara melihat wajahnya yang kini menahan air mata.
Dasar cengeng! Chyara mengherdik diri sendiri. Namun, jika menyangkut anak, Chyara sulit sekali terlihat tegar. Ada bagian dari hatinya yang seperti ditancapkan pisau berkali-kali.
Anaknya telah pergi dan yang paling menyakitkan adalah fakta bahwa itu adalah kesempatan terakhir Chyara untuk memiliki.
"Apa kamu tidak lelah?"
Pertanyaan Dirantara memecah gelembung keterpakuan Chyara. "Lelah?"
"Iya, lelah?"
Chyara lelah sekali, tapi pada Dirantara dirinya hanya menggeleng.
"Kamu memang selalu hebat. Aku benar-benar kagum. Dijadikan tumpuan, alat, jangkar, panah dan entah apa lagi nama yang sesuai untuk menggambarkan keberadaanmu di keluargaku, tapi pada akhirnya kamu tak pernah mengeluh. Selalu berdiri tegak dan mau berkorban. Berusaha memenuhi keinginan semua orang. Kenapa kamu tidak bisa lelah? Mengapa kamu tidak mau menyerah? Kapan kamu akan bersikap egois, sekali saja untuk dirimu sendiri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
PURPLE 2
RomanceDirantara hanya masa lalu untuk Chyara. Iya, setidaknya ia memutuskan hal itu karena tahu jika bersama hanya akan menghasilkan duka. Namun, mengapa, saat lelaki itu kembali dengan segala pengabaian yang terarah pada Chyara, hati wanita itu malah ta...