Purple 8

8K 2K 287
                                    

🤣🤣🤣

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🤣🤣🤣



💜💜💜

Tante Dwi urung menutup pintu. Tatapanya tertuju pada sang putra yang tengah menghadap jendela, membelakanginya. Sebuah ponsel tertempel di telinga Dirantara.

Tante Dwi  berniat untuk batal masuk ke perpustakaan. Meski seorang ibu, dia tahu tak boleh menguping pembicaraan putranya. Namun, kata-kata yang keluar dari mulut Dirantara, membuat Tante Dwi memilih untuk melewati batas privasi sang putra.

" ... Kamu sudah berjanji untuk bersabar .... Iya, aku tahu memang tidak mudah. Tapi tidak seberat ini untukmu kan? .... Aku hanya meminta waktu ... sedikit lebih lama. Aku sedang berjuang. Dan jika kamu benar-benar menyayangiku, menunggu tidak akan membuatmu ingin menyerah secepat ini."

Dirantara menyugar rambutnya. "Aku akan bicara padanya, aku berjanji. Dia pasti mengerti karena tahu ini penting untukku. Aku memintamu untuk jangan khawatir. Ini pasti berhasil. Aku cuma butuh kamu tidak menyerah."

Dada Tante Dwi berdebar dengan kencang. Menguping memang tidak selalu menghasilkan hal menyenangkan.

"Iya, aku akan pindah. Aku akan memiliki privasi penuh. Semuanya akan menjadi lebih mudah untuk kita. Aku berjanji .... Aku juga menyayangimu ...."

Telepon ditutup, tapi Tante Dwi belum mampu menguasai diri.

"Mama kenapa berdiri terus di situ?"

Tante Dwi tergagap saat Dirantara berbalik.

"Mama mau cari sesuatu?" tanya Dirantara dengan senyum manis.

"Eum ... sebenarnya, Mama mau cari Mas, buat sarapan. Soalnya Papa udah di meja, tapi Mas nggak turun-turun juga."

"Oh, Mas dari habis subuh di sini, Ma. Lagi ada yang dikerjain." Dirantara menunjuk ke arah meja kerja dimana skripsi Chyara berada.

"Teleponan ya maksudnya?" tanya Tante Dwi berusaha terdengar riang. Namun, dia hanya mendapatkan senyuman dari Dirantara. Hal yang membuat Tante Dwi makin resah.

"Oh ... jadi Mas udah punya cewek?" tanya Tante Dwi yang kini sudah duduk di sofa. Dia memang khawatir pertanyaan itu akan membuat anaknya makin menjauh, tapi keresahannya tak terbendung lagi.

"Mas sudah tidak butuh cewek sekarang, Ma."

Jawaban itu makin membuat Tante Dwi bertambak tidak tenang. "Jadi calon ... menantu Mama?"

"Memangnya Mama sudah siap?"

Tante Dwi refleks menggeleng.

"Kok Mama menggeleng."

"Oh ...itu, maafin Mama. Cuma refleks aja."

"Refleks itu biasanya adalah sikap paling jujur, Ma." Dirantara mendekati sang ibu. Dia kemudian memjiit lembut bahu Tante Dwi yang tegang sejak tadi. "Bahu Mama tegang sekali, padahal masih pagi."

PURPLE 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang