Namanya Ulya. Dia adalah ibu muda yang baru melahirkan sekitar dua minggu yang lalu. Setiap pagi Ulya dan suaminya akan membawa anak mereka untuk berjemur di halaman rumah. Rumah Ulya yang berhadapan dengan rumah Nenek Halimmah, membuat Chyara bisa mengamatinya setiap pagi.
Chyara akan sengaja menyapu pagi-pagi. Ia sangat menyukai pemandangan indah ketika Ulya atau suaminya membawa anak mereka untuk berjemur. Cara mereka berinteraksi, tatapan sayang dan senda gurau yang terjalin, membuat Chyara seolah bisa melihat harapannya tentang masa lalu.
"Masuk."
Chyara tersentak mendengar nada ketus itu. Saat menoleh, Nenek Halimmah sudah bersidekap di sampingnya.
"Nenek, ngagetin aja. Suaranya nggak santai banget."
"Kalo manggilnya biasa-biasa, mana kamu dengar. Ayo masuk, sarapan. Ngapain bengong di sini."
"Chyar nggak bengong."
"Terus apa namanya?"
"Lagi nyapu."
"Halaman udah bersih gini apanya yang mau disapu lagi?"
"Ya kan Chyar yang sapu tadi."
"Terus kenapa masih diam di sini? Nenek udah nungguin kamu di dapur sampe ubanan."
Chyara terkikik.
"Ini anak malah ketawa."
"Ya habisnya Nenek kan emang ubanan. Ubanannya dari lama."
Nenek Halimmah cemberut. "Ayo masuk," ulangnya.
"Nenek duluan aja, Chyar masih mau di sini."
"Nggak ada. Masuk. Kamu nggak bosen-bosennya liatin suami orang."
"Eh? Kok ngomongnya begitu?"
"Bukan Nenek yang ngomong, tapi mertua si Afif. Katanya tiap pagi kamu nongkrong dekat pagar biar bisa liat suaminya si Ulya itu."
"Mana ada!"
"Ya ada. Ini buktinya. Kamu kan beneran nongkrong dekat pagar terus liatin si Afif."
"Chyar nggak liatain si Afif!"
"Jangan besar-besar suaranya, ntar mereka dengar. Anak ini, kamu emang nggak lulus kalo soal etika ngegibah."
"Ish ghibah mana ada etikanya, Nek."
"Ada. Ghibah itu harus di belakang, kalo di depan orang namanya nyemprot langsung."
Chyara tak mau berdebat soal itu dengan neneknya. "Tapi Chyar beneran nggak melototin si Afif, Nek."
"Ya tapi Mamaknya si Ulya nggak nganggep gitu. Katanya kamu mau lakorin mantunya yang PNS itu."
"Astagfirullah jahat banget ngomongnya. Fitnah."
"Makanya kalo nggak mau kena fitnah, hobimu ini diilangin. Cuci piring tuh jadi hobi, bukan liatin si Afif terus."
"Cuci piring mana bisa jadi hobi Nek? Lagian Chyar mau liat anak mereka. Seneng aja liat Ulya sama Afif pas jemur anak mereka."
Ekpresi Nenek Halimmah yang tadinya galak, langsung berubah sendu. "Liatnya nanti lagi. Sekarang kita sarapan." Suara Nenek Halmmah berubah lembut.
"Kalo nanti sih, mereka keburu masuk, Nek."
"Iya besok juga bisa. Asal jangan liatin anaknya pas ada Afif aja. Mertuanya ngeri. Nenek nggak mau jambak-jambakan sama itu perempuan."
Chyara tertawa.
"Malah tertawa. Kamu nggak tau kuping Nenek panas denger gosip yang dia sebarin. Mentang-mentang kamu janda, dikira seleramu terjun bebas. Kayak mantunya paling cakep aja, dih."
KAMU SEDANG MEMBACA
PURPLE 2
RomanceDirantara hanya masa lalu untuk Chyara. Iya, setidaknya ia memutuskan hal itu karena tahu jika bersama hanya akan menghasilkan duka. Namun, mengapa, saat lelaki itu kembali dengan segala pengabaian yang terarah pada Chyara, hati wanita itu malah ta...