"Jadi Nak Dirant yang pegang skripsi Chyar?" tanya Nenek Halimmah antusias. Tidak ada yang lebih melegakan dari informasi ini.
Selama berbulan-bulan Nenek Halimmah menjadi saksi hidup betapa beratnya perjuangan Chyara untuk menyelesaikan skripsinya.
Pernah suatu hari Chyara menunggu dosen pembimbingnya seharian di kampus, dari jam tujuh pagi hingga jam lima sore. Wanita itu bahkan tak berani beranjak dari gedung sekertariat karena mereka berjanji bertemu di sana jam delapan pagi.
Namun, hingga jam opreasional tutup dan Chyara mengira dosennya lembur karena sebentar lagi akreditasi, Bu Ully malah mengatakan sudah berada di rumah dari jam empat sore. Dengan enteng meminta Chyara kembali besok saja.
Nenek Halimmah ingat wajah letih Chyara hari itu. Cucunya memang berusaha tetap tersenyum, tapi setelahnya Nenek Halimmah mendengar suara tangisan dari kamar Chyara.
Andai saja Bu Ully itu tetangganya, sudah pasti Nenek Halimmah akan mendatangi dan mengomelinya.
"Iya, Nek. Saya akan periksa dulu agar saat bimbingan, tidak perlu terlalu banyak yang dikoreksi,"jawab Dirantara.
"Apa nggak jadi masalah, Nak?"
"Tidak, Nek. Karena saya kan tidak mengerjakan seluruhnya skripsi itu. Saya hanya memeriksa, mengoreksi, menandai dan membimbing Chyara untuk bisa memperbaikinya. Malah dosen pembimbingnya akan dimudahkan dalam hal ini."
"Alhamdulillah ya Allah. Berbulan-bulan anak itu stress gara-gara skripsi ini. Makan kurang, istirahat kurang, main apalagi, nggak pernah. Nenek jadi kasihan sama dia."
"Insyallah saya bantu sebisanya, Nek."
"Jadi sekarang rencananya mau kemana? Mau nyari buku buat skripsi?" tanya Nenek Halimmah yang salah paham maksud kedatangan Dirantara pagi ini.
Namun, Dirantara tahu bahwa ada baiknya membiarkan Nenek Halimmah tetap berpikir begitu. Dia enggan menyusun kebohongan. "Hari ini saya akan membimbing Chyara sebelum bertemu Bu Ully besok." Dirantara lega karena berhasil menemukan jawaban yang tepat.
"Alhamdulillah ... Nenek lega banget dengarnya."
Chyara mucul tak lama kemudian dan Dirantara langsung terpaku. Wanita itu menggunakan overall berwarna ungu muda dengan dalaman putih. Namun, yang menyita perhatian Dirantara adalah wajah Chyara yang terlihat begitu menggemaskan karena rambutnya yang diatur membentuk headband braid. Kepangan yang berbentuk bando itu membuat Chyara terlihat begitu cantik. Sesuatu yang membuat Dirantara tahu harus hati-hati hari ini. Bukan untuk Chyara, tapi dirinya sendiri.
*****
Chyara menatap bangunan satu lantai di depannya. Besar dan indah. Rumah itu seperti yang selalu diidam-idamakan Chyara.
Dibangun di atas tanah yang merupakan hadiah pernikahannya dengan Dirantara dulu, harusnya rumah itu juga menjadi milikinya jika mereka tidak berpisah dulu.
Harusnya.
Udah deh, nggak usah mulai lagi nyari penyakit, tegur Chyara pada diri sendiri.
"Kenapa diam di sana, ayo masuk."
Chyara menatap tangan Dirantara yang terulur padanya. Namun, wanita itu memilih untuk tak menyambutnya.
"Bukan mahram, dosa," ujar Chyara dengan nada bercanda.
Ia hendak melewati Dirantara saat lelaki itu menahan lengannya. Chyara terpaku saat melihat jemariDirantara menelusuri lengan bawahnya kemudian berakhir dengan mengenggam wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
PURPLE 2
RomanceDirantara hanya masa lalu untuk Chyara. Iya, setidaknya ia memutuskan hal itu karena tahu jika bersama hanya akan menghasilkan duka. Namun, mengapa, saat lelaki itu kembali dengan segala pengabaian yang terarah pada Chyara, hati wanita itu malah ta...