Chapt 33 - Mati Satu Tumbuh Seribu

33 5 0
                                    

"ANJING, BABI, MONYET!"

Semua nama hewan yang berada di kebun binatang disebutkan satu persatu oleh seorang pria yang sedang emosi. Tangannya mengepal kuat, rahangnya kaku, dan napasnya memburu. Suara lantangnya menggema sampai terdengar ke luar ruangan. Barang yang berada di sekitarnya menjadi sasaran empuk. Tanpa pikir panjang dia membanting barang ke atas lantai. Lantai penuh dengan pecahan kaca dan hal itu sudah biasa terjadi setiap Hengki marah besar. Dan yang akan membereskan hal tersebut nantinya ialah Pak Cecep yang bekerja sebagai Cleaning Service di perusahaan ini.

Karena perusahaan ini miliknya, Hengki berhak melakukan apa saja. Termaksud mengacak-ngacak ruang kerjanya sendiri. Orang-orang di sana tidak berhak menghentikan ulahnya yang ada nantinya mereka akan dipecat dari pekerjaannya. Kasihan sekali bukan?. Para pekerja yang bekerja dibidang bersih-bersih harus ekstra menguatkan fisik sekaligus mental dalam menghadapi sikap atasannya.

Hengki berjalan beberapa langkah mendekati dinding bercat putih. Kepalanya disandarkan ke dinding, tangan kanannya yang masih dikepal dengan kuat itu memukul dinding yang tak bersalah.

Bersamaan dengan apa yang dilakukan olehnya, tiba-tiba seseorang dari luar ruangan mengetuk pintu. Meminta persetujuan sebelum masuk ke dalam ruangan.

"SIAPA?" Hengki mendongakkan kepalanya. Bertanya tanpa melihat lawan bicara.

"Anita. Sekretaris bapak," jawab seseorang yang berada di luar ruangan.

"MASUK!" Hengki membalikkan tubuhnya lalu menggerai rambut klimisnya ke belakang, merapikan kerah kemeja nya yang sedikit berantakan. Untuk berhadapan dengan seseorang Hengki harus tetap berwibawa dan keren penampilannya. Itulah prinsipnya.

"Permisi, Pak, maaf kalau saya menganggu. Saya hanya ingin menyerahkan berkas-berkas kepada bapak," ucap Anita dengan penuh kegugupan.

"Taruh saja berkas-berkas itu di atas meja saya dan cepat anda keluar dari ruangan saya!" perintah Hengki.

Tanpa ba-bi-bu Anita pergi tanpa menyahut sepatah kata. Setelah kepergiaannya tidak ada meja yang tidak bersalah dipukul oleh Hengki dengan sekuat tenaganya. Lagi-lagi seseorang yang ruang kerjanya berdekatan dengan ruang kerja Hengki dibuat terkejut karena suara keras yang datang tiba-tiba.

"ARGGG!!!!"

Beberapa detik kemudian seseorang yang tanpa diundang menyelonong masuk ke dalam ruang kerja Hengki. Pria tersebut memang selalu begitu, masuk ke dalam ruangan kerja Hengki tanpa meminta izin dari si pemiliknya namun Hengki tidak mempersalahkan hal tersebut. Karena dia adalah Aldinata, teman dekat Hengki waktu SMA.

Hengki berceloteh pada kehadiran Aldinata di depannya. "Aldinata?"

"Ikhlasin, Bray, ikhlasin. Gimana istri lo mau bahagia di akhirat kalau diri lu aja masih kaya gini," ucap Aldinata sambil menenangkan teman dekatnya yang terbalut dengan emosi yang berapi-api.

****

Ada dua botol beling berwarna hijau dan dua gelas kecil yang tergeletak di atas meja.

Seusai menengguk minuman yang di ambil dari dalam botol beling berwarna hijau itu Aldinata bertanya kepada kepadanya. Sudah ketiga kalinya Hengki minum tapi ia belum juga mendapatkan reaksinya.

"Gimana udah tenang belum pikiran lu sekarang?" tanya Aldinata.

Hengki enggan menjawab pertanyaan Aldinata dengan memilih untuk meletakkan gelas kecil yang dipegangnya ke atas meja.

"Dibawa santai aja, Bro." Aldinata merangkul tangan kanannya di sebelah bahu Hengki. Saat itu kedua pria tersebut sama-sama sedang menduduki sofa.

"Hilang satu tumbuh seribu," celoteh Aldinata menasihati, "Lu ngapain sih pusang-pusing mikirin istri lu yang udah meninggal. Lu kan masih muda, kaya raya, cakep lagi, mana ada sih cewek yang gak mau sama lo, Ki. Cewek-cewek diluar sana banyak, Man. Lo gausah diambil pusing!"

Yuk! Balikan MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang