Bagian 21 𑁍

2.4K 312 9
                                    

Athanasia tidak bisa menghentikan denyut mengerikan dari kepalanya yang seolah-olah akan meledak.

Berbagai macam potongan gambar terlihat olehnya meski kini mata biru permata gadis pirang tersebut nampak tak bernyawa dan kosong. Menunjukkan kalau si empu tidak dalam kesadarannya sendiri.

Athanasia sudah mencoba memejamkan matanya serapat mungkin, namun gambar-gambar dengan urutan tak jelas tetap nampak olehnya.

Sekuat apapun Athanasia menutupi telinganya, suara-suara jeritan, tangisan, hingga tawa yang seram tetap terdengar.

Dengan semua penglihatan dan suara-suara yang menggema dalam kepalanya, Athanasia merasa otaknya akan segera mencair.

Mengapa ini begitu menyakitkan?

Dosa besar apa yang sudah di lakukan Athanasia? Mencuri coklat? Menjahili adik laki-laki dan ayahnya? Membohongi pelayan dan ksatria-nya?

Semakin kepalanya berdenyut, semakin jantungnya kehilangan kekuatan untuk tetap berdetak. Paru-parunya pun sama, membuatnya sulit untuk bernafas dengan baik.

Kalau benar ini adalah waktunya mati lagi, cabut saja nyawanya sekarang.

Tidak usah repot-repot membuatnya sekarat.

Sekarat itu menyiksa.

"Athanasia ... "

Siapapun kau, berhentilah bicara!

Bulir air mata tidak henti-hentinya mengalir seiring dengan berlanjutnya suara gema dalam kepala Athanasia.

Gadis pirang itu berteriak, tapi tak ada suara yang keluar.

Suara tidak di kenal yang sangat merdu ini bukannya membuat Athanasia tenang, tapi justru membuatnya semakin kesakitan. Seolah setiap kata yang terucap adalah belati yang akan langsung menancap di jantungnya.

Sakit. Ini menyakitkan ...

"Aku menyayangimu Athanasia, meskipun kau bukan putri kandung ku."

Diam! Ku mohon, DIAMLAH!!!

"Jagalah diri mu ... "

"Jangan menyerah pada impian mu, aku yakin kau bisa mewujudkannya. Putri ku adalah seorang pekerja keras, selalu saja membuatku bangga."

"Maafkan aku ... meninggalkan mu, putri ku sayang ... "

Deg!

Deg!

Deg!

Suaranya berganti. Kali ini sedikit lebih cempreng dan imut.

"Aku akan mendukung apapun yang kau lakukan! Jangan pesimis, oke?"

"Satu-satunya yang tersisa, yang paling utama yang harus aku lindungi ... kini sudah tidak ada lagi ... "

"Kau lah alasan aku di lahirkan."

"Aku hidup untukmu ... "

Lagi. Suaranya berganti. Lebih tegas, namun penuh penekanan.

"Lakukan apapun yang kau mau."

"Hm."

"Jangan menangis, Athanasia ... "

"Aku nyatanya seorang pembohong ya, Athanasia ... padahal aku sudah berjanji untuk tidak meninggalkan mu ... "

"Maafkan aku ... maaf, aku minta maaf."

Apa ini?

Tidak mungkin suara Cale dan Claude, kan?

𝗖𝗮𝗹𝗲 𝗱𝗲 𝗔𝗹𝗴𝗲𝗿 𝗢𝗯𝗲𝗹𝗶𝗮Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang