Bagian 26 𑁍

1.9K 163 9
                                        

Athanasia menggeram marah. Di tatapnya Theresa yang berguling-guling di atas tanah, tertawa dengan kerasnya dan membuat Athanasia semakin marah padanya.

"Kau sialan!"

Theresa mengusap air mata yang keluar, tawanya masih belum mereda sepenuhnya. Walau sekarang perutnya mulai sakit.

"Beraninya ... !"

‘Mau-mau saja kau aku bodohi, kehehehe! Aku tidak tahu bahwa keturunan Obelia bisa tidak waspada dan sebodoh ini!! Haha, apa benar kau anak Claude?

Padahal dulu Claude berhasil memperbaiki keadaan, tapi siapa sangka putri sulungnya mudah di tipu seperti ini!

"Benar-benar sesat!"

Athanasia marah. Pada Theresa yang sudah menipunya, juga marah pada dirinya sendiri yang dengan tanpa pikir panjang justru percaya dengan apa yang malaikat tersebut perlihatkan padanya.

Mana ada Athanasia kedua.

Tapi bayangan kekasaran Cale terus terngiang dalam benaknya. Itu membuat Athanasia kehilangan akal.

‘Aku jadi teringat sesuatu.’

Athanasia tanpa minat melirik Theresa yang tiba-tiba membuat pose berpikir, seolah otak malaikat-nya masih berfungsi normal bukannya bergeser ke jalan yang sesat.

‘Pria yang menculikmu, aku tak sengaja melihatnya berkeliaran di manor wanita itu.’ Senyum konyol Theresa lenyap, berganti senyum tipis yang ringan. ‘Tapi kemudian, dia tertembak.’

"Tertembak?"

‘Ya. Wanita yang menolongmu lah yang membunuhnya. Dengan apa aku tidak tahu. Intinya, aku sangat yakin bahwa wanita itu mencoba membunuhnya. Meskipun, kau tahu apa? Kurasa pria itu tidak benar-benar mati.’

Athanasia mengangguk mengerti.

Theresa itu sulit di mengerti. Kadang kala dia menjadi perisai yang melindungi Athanasia, tapi ada juga saat di mana dia mengacungkan pedang tajamnya ke arah sang majikan, Athanasia.

Theresa bisa berkhianat suatu waktu. Inilah alasan Athanasia waspada.

Jika saja Theresa lebih penurut padanya seperti bagaimana Thymos menurut pada Cale, semua ini akan menjadi lebih mudah dan masalahnya sekarang akan teratasi sesegera mungkin. Apa boleh buat.

Theresa jauh lebih semena-mena.

Jika ingin Theresa patuh bagai anjing jinak, Athanasia memerlukan sesuatu untuk mengikatnya? Tetapi, apa? Apa yang sangat kuat yang mampu menahan polah malaikat satu ini?

Athanasia menghela nafas. "Bantuan mu berguna, tapi sayangnya, kau lebih banyak menyusahkanku."

‘Meh. Aku tahu.’ Theresa memutar bola mata, tiba-tiba merasa malas berbincang dengan Athanasia. ‘Itukan alasan aku jatuh.’

"Padahal kau kuat dan tangguh, jika saja kau bersikap tegas tanpa memedulikan hawa nafsu, pasti sekarang kau adalah malaikat kesayangan dewa."

‘Yang turun untuk membunuh hamba dewanya? Begitukah maksudmu?

"Ya. Apalagi selain itu."

Theresa terlalu bodo amat. Dia mudah abai pada apapun yang ada di sekitarnya, meski bagi yang lain itu sangat menarik.

Hal-hal kasar yang Athanasia katakan padanya tak membuat Theresa merasakan sesuatu yang berarti.

Bahkan ejekan berlebihan soal bagaimana semua manusia membencinya begitupula malaikat yang risih terhadapnya tak menjadikannya goyah sedikitpun. Seolah, Theresa sudah kebal karena terbiasa.

𝗖𝗮𝗹𝗲 𝗱𝗲 𝗔𝗹𝗴𝗲𝗿 𝗢𝗯𝗲𝗹𝗶𝗮Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang