Queen mulai menggeliat tak nyaman, cahaya matahari yang masuk melalui celah jendela kamarnya terlalu menyilaukan, pagi ini matahari sedang bersemangat memancarkan sinarnya. Queen mengucek matanya dan menajamkan pengelihatannya untuk melihat jam yang tertera pada layar ponselnya, pantas saja matahari sudah silau, waktu sudah menunjukkan pukul 11.
Queen sedikit terkejut, padahal niatnya hanya ingin tidur sebentar, gadis itu segera merapikan tempat tidurnya, sesuai ucapannya ia akan pergi ke rumah Arka untuk menemani lelaki itu sampai bandara. Namun, Queen tak kunjung meninggalkan tempat tidur untuk mandi dan bersiap, gadis itu memilih untuk termenung terlebih dahulu seperti kebiasaannya setiap bangun tidur.
"Ar, kita gak pulang? Udah mau pagi."
"Enggak, gue masih betah di sini, apalagi ada lo, ya gue malah tambah betah."
"Ish, gue serius, Ar."
"Gue lebih serius, Queen. Kapan lagi kita bisa kayak gini, besok kan gue udah gak bisa ketemu lo lagi, itung-itung ngehabisin waktu sebelum gue pergi."
"Mau liat sunrise?" tawar Arka.
"Mauu." Dengan girang Queen menjawab.
"Lo suka sunrise, Ar?" tanya Queen.
"Iya, gue suka sunrise. Lo mau tau kenapa gue sesuka itu? Lo liat, setiap pergantian warnanya selalu buat gue ngerasa punya kesempatan baru yang lebih baik, sinarnya seakan beri pertanda akan awal yang baru untuk sesuatu yang lebih baik dan akhir yang baru untuk kenangan buruk."
Benar kata lelaki di sampingnya ini, matahari terbit tak kalah menakjubkan dari hujan. Matanya tak ingin melewati detik-detik keindahan yang tecipta. Warna malam yang kian digantikan oleh rona-rona oranye lembut yang siap menyambut hadirnya sang surya, ditemani gumpalan awan putih yang sama halnya sedang menanti-nanti terbitnya sang matahari. Alam selalu mempunyai caranya tersendiri untuk menampilkan keindahan.
"Tapi, gue punya kesukaan baru," celetuk Arka.
"Apa?" tanya Queen.
"Sekarang semua yang berhubungan tentang lo jadi kesukaan baru buat gue." Hanya sebuah kalimat sederhana yang ajaibnya mampu menciptakan sebuah lengkungan tipis di bibir gadis itu.
"Nanti, selama apa pun lo pergi, gue akan selalu nunggu lo balik dan mau sejauh apa pun lo pergi jadiin gue sebagai rumah untuk tempat lo pulang, bisa?" pinta Queen.
"Pasti, Queen. Lo akan selalu jadi tujuan gue untuk kembali." Arka kembali membawa gadis itu ke pelukannya, ia tidak peduli sudah keberapa kalinya memeluk gadis itu, rasanya terlalu nyaman, itu yang membuatnya ingin terus mendekap gadis kesayangannya.
Queen hanya tersenyum dengan membalas pelukan lelaki itu. Untuk kali ini saja, Queen sangat ingin waktu berjalan lambat, dirinya belum siap jika harus berjauhan dengan lelaki menyebalkan itu. Namun, lagi-lagi Queen berusaha meyakinkan dirinya bahwa Arka hanya pergi sebentar, 5 tahun bukanlah waktu yang lama, ia masih bisa menunggu.
Queen tersadar dari lamunannya, ia menangkup gemas wajahnya sendiri. Benar kata orang, lelaki itu memang sudah benar-benar berhasil memiliki hati Queen, buktinya hanya dengan memikirkan namanya saja sudah membuatnya salah tingkah tidak jelas, Daripada dirinya seperti orang gila yang senyum-senyum sendiri, Queen memutuskan untuk bersiap. Ia masuk ke dalam kamar mandi dan segera menyelesaikan ritual mandinya.
Setelahnya, Queen berniat untuk mengisi perutnya terlebih dahulu sebelum ke rumah Arka. Ia duduk dan mengambil makanannya, kemudian menyantapnya dalam hening. Rico yang melihat Queen baru turun dari kamarnya langsung menghampirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Love
Teen Fiction[ BELUM REVISI ] Arazyla Queensha Pratama, panggil saja ia dengan nama Queen. Gadis yang selalu terlihat ceria, dan jangan lupakan ia mempunyai otak yang sangat pintar, namun siapa sangka ternyata menyimpan begitu banyak luka yang mengharuskan dirin...