ELS | BG-27

7.5K 346 39
                                    

𝚑𝚊𝚒🐭

••🌩✨••

  Diruangan dokter dea terjadi keheningan sejenak, sebelum dokter dea memulai percakapan diantara mereka.

"Pak aska," Panggilnya.

"Saya minta, bu elina jangan dibiarkan banyak pikiran dulu ya."

"Kenapa?"

Dea menghembuskan nafasnya sejenak. "Itu akan berdampak pada anak bapak."

"Ber...dampak?" Tanya aska hati-hati.

Percayalah, jantung Aska berdetak kencang sekarang.

"Iya. Stres untuk ibu hamil akan berdampak pada bayi yang dikandungnya."

"Saat stres atau sedang marah, tubuh ibu hamil akan memproduksi hormon stres yang bernama kortisol. Ketika jumlah hormon stres tersebut meningkat, pembuluh darah di dalam tubuh akan menyempit. Hal ini membuat aliran darah dan pasokan oksigen ke janin menjadi berkurang dan membuat tumbuh kembangnya terganggu."

"Apa pak aska selalu melihat atau mengontrol ibu elin untuk meminum vitaminnya?"

Aska menggeleng lemah. "Saya, tidak tahu."

"Jika tidak mengonsumsi vitamin prenatal dan ibu elina tidak memperoleh vitamin dan mineral lewat makanan, ini dapat berisiko bagi kesehatan dan janin. Kekurangan vitamin dan mineral dapat meningkatkan komplikasi kehamilan serta cacat lahir pada bayi."

"Cacat!?" Teriak aska spontan.

"Ya. Jadi, saya meminta tolong pada pak aska, selalu buat bu elina senang. Jangan buat dia stres."

"Juga silahkan cek bu elina agar rutin untuk meminum vitamin yang sudah di berikan."

Tanpa membalas permintaan sang dokter aska beranjak dan pergi dari sana.

Banyak sekali yang ia pikirkan sekarang.

Cacat?

Tidak meminum vitamin?

Oh astaga! Apa yang sudah terlewatkan selama ini?

"Saya, harus apa?" Monolog aska sambil melihat dinginnya lantai rumah sakit.

Aska mendongak menatap pintu ruang periksa.

Yang dimana, ia meninggalkan elin saat tertidur disana.

Ia hembuskan nafasnya panjang, lalu membuka pintu itu secara perlahan.

"Elina, sudah bangun?" Tanya aska pada elin yang tengah duduk di pinggiran ranjang dengan kaki yang menggantung.

Dengan ragu, elin mengangguk.

"Mas, dari mana?"

"Ah! Saya, saya dari kantin sebentar." Jawabnya asal. "Kamu, sudah minum vitamin hari ini?"

Elin menggeleng. "Nggak enak. Mau makan siomay aja," Cicitnya sambil memilih ujumg baju.

Aska tersenyum teduh. "Kamu ngidam?"

"Iya, kayaknya."

Kedua mata cantik itu sampai tak berkedip melihat sang suami yang tengah tersenyum kearah nya.

Apakah, Aska sudah tidak marah padanya? Kira-kira seperti itu yang tengah dipikirkan Elin.

"Hei, kok kayaknya?"

Elin menunduk menatap kedua kakinya, enggan menatap Aska.

"Mas, udah nggak marah sama aku?"

"Saya tidak pernah marah."

"Tapi..."

"Siomay depan rumah sakit, mau?"

Elin mengangkat kepala'nya. Lalu, ditatapnya kedua mata tajam milik sang suami.

"Boleh?"

"Kenapa tidak?"

"Tapi, aku nggak punya uang buat bayar."

Aska menatap istrinya dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Ada saya, saya suami kamu."

"Untuk kemarin, jadikan itu sebuah pelajaran untuk kita. Pelajaran menjadi lebih baik lagi dalam menjalani rumah tangga kita kedepan'nya."

"Tapi, hati aku masih sakit mas. Perkataan kamu udah kelewat batas," Kedua mata indah itu sudah berembun, seakan siap meluncurkan air bening yang akan menghiasi pipi elin.

Aska mengenggam erat tangan elin, diusap nya permukaan tangan elin. "Saya minta maaf."

"Aku maafin, tapi rasa sakitnya gimana aku bakal keinget terus."

"Jangan dipikirkan, kamu tidak boleh banyak pikiran, Elina."

"Gimana nggak kepikiran, suami aku aja ada niat buat bunuh anak aku. Ibu mana yang nggak kepikiran!" Sentak elin dengan air mata yang sudah mulai mengalir dari pelupuk matanya.

Aska membulatkan matanya, jadi?

"Aku tau, aku tau semua."

"Elina, maafkan saya," Aska menangkup kedua pipi Elin, menatapnya penuh permohonan.

"Aku udah bilang kalau aku udah maafin mas." Balas elin lirih. "Tapi..."

"Gimana?" Elin menatap manik aska yang menyela ucapan'nya dengan cepat.

"Gimana cara saya agar rasa sakit yang kamu rasakan itu tidak memenuhi pikiran kamu lagi," Sambung aska.

"Kamu nggak akan bisa ngabulin, mas."

"Katakan, Elina."

"Saya akan berusaha untuk kamu, untuk adek. Saya janji."

Elin menatap remeh aska. "Janji?"

Dengan cepat aska mengangguk dengan mengulas senyuman teduh, agar elin lebih yakin terhadap dirinya.

"Aku, aku mau alen ngekos."

••🌩✨••















Dah dilebihin 100 kataಥ‿ಥ

See good bye, untuk alen.

See u next chapter-!!!

[ARYS🦋]

ELIASKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang