ELS | BG-46

7.7K 296 5
                                    

Menuju ending!

Temen-temen, setelah cerita ini tamat jangan lupa kalian harus ketemu sama anak baruku.

Namanya GALAN, cowo cool kek Aska
wgwg🙏🏿

JUDUL : SEPASANG JOMBLO
BY : ONDEONDEKETIWI00

Atau, kalian klik aja profilku.

Tidak ada unsur paksaan, mau baca silahkan, jika tidak berkenan tak masalah.

Hanya merekomendasikan🥰.

Menceritakan anak sekolah💗.

Selamat bertemu di SEPASANG JOMBLO.

***

Dua bulan kemudian...

Dengan perut buncitnya, wanita hamil ini masih berusaha untuk menjemur pakaian.

Walaupun sedikit kesusahan karena terhalang perutnya yang sudah membesar.

"Astaga, Elina. Sudah berapa kali saya katakan, jangan menjemur baju. Biarkan saya saja," pria yang tak lain adalah suaminya itu mengomel. Sembari mengayunkan kakinya mendekati si wanita hamil.

Elin. Ia membalikkan badannya menghadap sang suami. "Biar sekalian olahraga, mas. Nggak baik juga kan, kalo cuma santai-santai."

Menghela nafas. "Ya ... Saya tahu. Tapi saya kasian kalau melihat kamu yang kesusahan untuk mengambil baju."

"Nggak susah," Elin memperagakan, dengan mengambil baju yang akan dijemurnya. Didalam ember. "Kan?"

Aska berjalan memasuki rumah, tak lama Aska kembali dengan sebuah kursi yang dibawanya.

Meletakkan kursi tersebut disamping elin, lalu mengangkat ember, dan meletakkannya di kursi.

"Agar kamu tidak kesusahan saat mengambilnya."

Tersenyum. Tangannya terangkat mengusap rahang suaminya. "Manis banget sih kamu, mas."

"Apanya?" Tersenyum jahil.

Diluar dugaan. Elin malah tersenyum manis. "Semua, semua yang ada di kamu, manis. Dan aku suka."

Seluruh badan Aska terasa panas. Tidak, ini akan menjatuhkan nama baiknya.

"Kamu kenapa? Kamu sakit, mas?" Elin mengecek kening. "Rada panas. Kalo kamu nggak enak badan, nggak usah berangkat kerja deh mas. Aku khawatir kalo dikantor kamu malah kenapa-napa."

"Saya tidak apa-apa. Hanya ... Mungkin sinar mataharinya uang terlalu panas."

"Masa sih? Sinar matahari pagi malah bagus, kan?"

"Ya ... Tapi ... Tapi saya tidak suka."

"Kenapa?" Elin menatap suaminya aneh.

"Karena panas."

Terkekeh. "Kalo mau yang dingin, kulkas aja sana."

"Jika saja muat, pasti akan saya lakukan," mendekat, lalu memeluk Elin. "Demi kamu, saya rela masuk kulkas."

Elin Memutar bola matanya, malas. "Nggak elit banget." Cibirnya. "Rela melewati lautan kek, apa ... Rela minum lava panas gitu. Yang elit lah. Nggak modal."

"Nggak modal?! Kamu pikir biaya listrik kulkas yang membayarnya? Terus, air. Apa air akan mengalir sendiri kalau saja saya tidak membayarnya?"

Kubu wanita berdecak kesal. "Dimana-mana yang namanya cowok itu emang nggak peka. Ntah itu yang muda, yang tua sekalipun! Sama aja!"

ELIASKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang