ELS | BG-44

7.2K 291 13
                                    

Pagi hari yang cerah, juga awal yang indah untuk rumah tangga Aska.

Kini, saat makan makan malam, keluarganya lengkap. Juga pula saat sarapan, anggotanya lengkap.

Sedikit demi sedikit juga intan mulai menerima elin kembali. Walaupun, panggilannya terhadap elin belum berganti.

"Alen, makanannya jangan hanya diaduk. Mau papa suapi?"

Sang empu mengangkat pandanganya, lalu melirik elin. "Nggak usah deh pa, aku udah gede kali."

Elin yang merasa menjadi alasan pun langsung menyahut. "Len, nggak apa-apa kali. Kan kita udah baikan, kamu lupa? Kalo kamu belum bisa anggep aku sebagai ibu sambung kamu, kamu masih bisa anggep aku sebagai sahabat kamu. Karena emang nyatanya kita sahabatan, Len."

Menghela napasnya. Sedikit rasa bersalahnya dalam benaknya ketika Alen sungkan terhadapnya, saat anak itu ingin dekat dengan ayahnya.

Apa ia menjadi penghalang karena sikapnya sendiri?

Dan jawabannya iya.

Alen mengangguk kaku. Rasanya tak enak, suasananya terasa masih canggung. Tak sehangat dulu.

Aska yang mengerti Alen merasa tak nyaman, langsung berujar. "Alen, mau papa suapi ditaman belakang? Pasti sangat sejuk disana."

Mengambil beberapa lauk, lalu membawa piring itu. Berjalan menghampiri Alen.

"Ayo," Aska menggandeng tangan Alen, lalu membawanya pergi dari sana.

Bibir intan mengerucut. "Masak kak Alen aja yang disuapin!"

Tersenyum. "Intan mau disuapi?" Tanya elin.

"Nggak! Nanti dikasih racun tikus lagi, takuuttt."

"Mana ada, kan aku juga ikut makan," menyuapkan makanan kedalam mulutnya.

Setelah menelan makanannya, elin pun kembali berkata. "Kalo ada racun tikus nya, pasti udah mati duluan."

Menepuk kursi disampingnya. "Sini."

Bibir intan mengerucut kesal. Namun tak ayal gadis itu beranjak dan mengayunkan kakinya menuju Elin.

Intan mendudukkan dirinya dengan kaku. Tanpa menoleh kesamping, intan membuka lebar-lebar mulutnya.

Seolah 'mulutku sudah terbuka, suapi aku!'

Tertawa kecil. "Ada-ada aja," tangannya terangkat menyuapi intan. Dan diterima baik oleh sang empu.

***

"Enak?"

Alen mengangguk disela-sela kunyahannya.

"Makan yang banyak. Agar Alen tetap sehat, dan berstamina."

Setelah menelan makanannya, Alen menjawab. "Iya, biar nggak kayak tulang hidup lagi, hehe."

Aska tersenyum tipis, mengusap Surai sang putri dengan lembut.

Bisa dibilang, keadaan Alen adalah pembicaraan sensitif untuknya.

Karena setiap membicarakannya, Aska akan teringat betapa gagalnya ia menjadi seorang ayah.

"Kalau kamu bisa lima puluh empat kilo lagi, papa akan memberikanmu hadiah, bagaimana?"

Alen mengangguk. "Hmm ... Penawaran yang menarik."

Aska kembali menyuapi Alen.

ELIASKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang