ELS | BG-34

5K 232 8
                                    

Rizal menghentikan kendaraan beroda dua itu didepan warung bubur ayam.

Rencananya, mereka ingin menumpang tidur disana.

"Bubur aja ya len?"

"Kan emang kalo pagi adanya itu."

Pemuda itu menyengir. "Hehe, iya juga sih." Rizal terkekeh. "Yaudah turun."

"Iya, sabar."

Alen turun dari motor Rizal lalu membuka helm.

"Ayo," Rizal menggandeng tangan Alen. Padahal, jarak antara warung dan motor rizal yang terparkir hanyalah lima belas langkah.

"Pak, dua porsi."

"Siap mas, silahkan, duduk dulu," Balas bapak penjual itu dengan ramah, dan Medhok.

***

Elin menjauhkan Tupperware itu. Baru lima suapan, elin merasakan tak enak pada perutnya.

Karena memang, tadi elin sudah sangat kenyang sebenarnya.

Elin mengatur nafasnya. Menarik nafas dan membuangnya secara teratur.

"Ga enak banget rasanya," Katanya sambil menahan diri agar tidak menangis.

Tangannya terulur untuk mengusap permukaan perutnya. "Iya, maafin mama ya?"

Tak lama terdengar isakan dari elin, ia tak kuat menahan diri untuk tidak menangis.

Rasanya, sangat tidak enak.

Mengubungi aska? Tidak. Ia malu. Apalagi tadi aska sudah memperingatinya.

Sang mama. elin langsung mengambil ponselnya dan sesegera mungkin menghubungi sifa.

Tak lama telfon itu tersambung.

[Halo, ada apa nak?]

Elin mengatur nafasnya sejenak. "Ma, bisa kesini nggak?"

[Loh! Kamu kenapa?]

Sembari terisak elin menjawab. "Perutnya, nggak enak."

[Kok bisa?! Yaudah, mama kesana sekarang]

Sifa langsung mematikan sambungan telfon dengan putrinya.

Rasanya sangat kalut. Ia takut terjadi sesuatu pada calon cucunya.

***

"Silahkan, mbak, mas." Penjual bubur itu meletakkan dua mangkuk bubur ayam yang sangat menggoda iman.

Alen tersenyum ramah sambil menggeser mangkuk. "Makasih, pak."

"Sama-sama, selamat menikmati," Setelah berdialog demikian, penjual bubur itu kembali membuatkan pesanan untuk yang lainnya.

"Idih! Tim bubur diaduk!" Rizal memekik saat melihat Alen yang tengah mengaduk buburnya.

"Apaan sih Zal! Teriak-teriak nggak tau malu," Alen menatap Rizal kesal. "Nggak malu, diliatin orang?"

Rizal menatap sekeliling. Benar saja. Semua orang tengah memusatkan perhatiannya pada Rizal dan Alen.

Pemuda itu menyengir menatap orang-orang disana.

ELIASKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang