ELS | BG-41

6.4K 266 12
                                    

  Seminggu berlalu, dan aska tak kunjung memberikan sebuah kabar. Atau, sekedar mengambil baju ganti saja, tidak.

Aska benar-benar menghindarinya.

Yang terus bersarang dikepalanya adalah, apa elin punya salah pada aska?

"Mas, kamu kemana?" Tangannya terus mengusap perutnya yang membuncit.

Matanya bengkak karena menangis.

Sekar pun yang katanya ingin pulang, belum juga menemui elin. Sekedar menenangkan mungkin?

"Adek kangen sama papa, ya?" Cairan bening itu kembali meluncur dengan bebas.

"Sabar ya, besok papa pasti pulang."

Tatapan wanita itu kosong kedepan. Melihat kendaraan yang sesekali melintas didepan rumahnya.

Sifa membawa elin pulang, mengingat putrinya disana sendirian membuatnya was-was. Takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan.

"Besok papa pasti jemput kita, adek tenang aja. Mama akan terus memperjuangkan hak adek, mama sayang sama adek."

Dari kejauhan sifa melihat putrinya prihatin. Sifa mengakui kalau elin memanglah salah, wajar bukan?

Se umuran elin dituntut berpikir secara dewasa? Setara dengan orang-orang yang berpengalaman tentang mengurus anak dan suami?

Jawabannya tidak.

Elin masih labil, pemikirannya masih dalam jangka pendek. Masa depannya hancur, rumah tangganya entah kejelasannya bagaimana.

Setiap malam menangis, makan tak teratur, tidur pun selalu larut.

Bagaimana dengan kondisi kandungannya? Apa aska akan mengkhawatirkan itu?

Semoga lusa Aska datang dengan segala niat baiknya untuk memperbaiki semuanya.

Sifa berharap begitu.

***

   Disisi lain, ruang rawat Alen tengah di penuhi dengan kebahagiaan.

Papa yang selalu menemaninya, Intan, oma dan opa nya juga disini.

Saat heru dan sekar mengunjungi kost Alen terlebih dahulu, mereka malah mendapatkan kabar yang kurang mengenakkan. Jadi, heru dan sekar langsung menuju kerumah sakit untuk menjenguk cucu perempuan mereka.

Dan mereka akhirnya tahu apa alasan Aska yang sebenarnya. Namun juga menyayangkan tindakan Aska yang kurang dewasa dalam menyikapi hal tersebut.

Sekar mengusap pundak putranya yang tengah duduk disamping Alen yang tertidur.

Tangannya tak pernah absen untuk selalu menggenggam tangan kurus itu. Aska sedih, begitupun sekar.

"Pulang dulu, ka. Kasian istrimu."

"Besok saja, bun. Aska ingin menemani Alen dulu. Aska kangen, satu bulan kita tidak menghabiskan waktu seperti ini."

"Bunda tau. Tapi jenguk dulu istrimu, liat keadaannya. Apa kamu nggak kasian sama elin? Pasti dia khawatir, nanti dia stress karena terlalu banyak berpikir."

"Satu hari ini... Saja  Bun, besok aska akan pulang."

"Besok Alen juga pulang, nak. Alen pulang kerumah bunda--,"

"Alen akan pulang kerumah Aska, dia putriku, dia tanggung jawabku. Aska tidak akan bodoh lagi dalam mengambil keputusan."

"Nak--,"

"Elin biar menjadi urusan aska. Bunda jangan banyak memikirkan Aska, nanti bunda sakit."

Sekar menghela nafasnya. Ia tahu, sejak dulu keputusan aska tidak akan pernah bisa ditentang.

"Jenguk istrimu besok, jemput pulang, nak. Kasian."

Aska hanya membalas dengan anggukan singkat.

"Bunda cuma mau ngingetin putra bunda, masa depan Elin bergantung sama kamu, nak."

***

  Keesokan harinya, Alen sudah diperbolehkan pulang. Keadaan fisiknya mulai membaik dengan teratur.

Saat ini intan tengah memasukkan baju-baju miliknya, Alen, juga aska. Baju itu semua aska yang membelinya saat mereka disini.

Ya, aska membelinya, agar ia tak pulang kerumah.

"Kak alen seneng nggak, pulang kerumah?" Intan menutup resleting tas, lalu mengayunkan kakinya mendekati sang kakak.

Alen tersenyum tipis sembari mengangguk samar.

"Nanti kak alen boboknya sama intan lagi, biar anget."

Lagi, alen hanya membalas dengan sebuah anggukan kecil.

Intan membuang nafasnya. "Kak alen, kalo ada apa-apa cerita sama intan, intan siap kok dengerin cerita kak alen. Semuanya, semuanya yang kak alen ceritain bakal intan dengerin dengan senang hati."

Alen mengulas senyuman tipis. "Makasih, aku bakal cerita kok."

Saat intan ingin membalas, alen memotongnya terlebih dahulu. "Tapi nggak sekarang, aku harap kamu ngerti, tan."

Intan memeluk tubuh mungil kakaknya. "Intan sayang banget sama kak Alen, kak Alen jangan gini. Intan sedih."

"Jangan sedih, aku nggak apa-apa. I'm okay." Alen memejamkan matanya. "Always."

***

"Rumahnya sepi banget," Celetuk Alen saat kakinya menginjakkan ruang tamu. "El-- Bunda mana?"

Alen menatap orang-orang yang berasa disana, dengan tatapan bertanya.

"Kok sepi?" Ulang Alen.

Sebelum semakin menjadi, sekar menjawabnya. "Bunda kamu lagi nginep dirumah nenek, sayang. Biar papa jemput bunda kamu dulu, ya? Sekarang istirahat sama oma," Sekar langsung menggiring Alen menuju kamarnya.

Meninggalkan orang-orang yang menatap kepergian keduanya.

Tepukan bahu mengalihkan atensi aska, heru pelakunya.

"Ayah tau kamu pria bertanggung jawab. Jemput dia, sebelum semua terlambat."


***






Mau ijin ke mars 3-4 bulan yaa🪐💗






Lov yu<3

ELIASKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang