MH 015

822 98 0
                                    

Kim Haera kembali terdampar di tengah-tengah ribuan suporter sepak bola, demi menyaksikan pertandingan semi final antara tim Korea Selatan melawan tim tuan rumah, Indonesia. Kali ini ia hadir secara suka rela tanpa paksaan dari kekasihnya. Bahkan ia sama sekali tidak membantah usulan Shin Minkyung dan Aeri Uchinaga untuk memakai atribut mencolok. Ternyata Kim Haera sangat ingin menyemangati Lee Mark hingga membuatnya rela berdandan sedemikian noraknya.

Sebenarnya mereka tidak terlalu menyukai sepakbola. Berada di antara ribuan penonton yang tidak berhenti berteriak adalah hal terakhir yang ingin mereka lakukan. Hanya saja, berdiam diri di asrama tanpa memiliki jadwal resmi seperti biasanya, membuat ketiganya diserang rasa bosan yang tidak berkesudahan. Shin Minkyung dan Aeri Uchinaga sama-sama berhasil meraih medali perak. Hal itu kontan menahan ketiganya di Jakarta sampai malam penutupan. Para pemenang akan diumumkan secara resmi ketika penyerahan medali nanti. Selama menunggu hari itu, para atlet dibebaskan berkeliaran untuk sekedar penikmati liburan.

"Hei! Apa-apaan itu!!"

Para penonton mulai ribut kala menyaksikan perdebatan sengit antara pemain dengan wasit. Kim Haera mendengus sebal. Lee Mark tidak henti-hentinya memprotes juri atas ketidaknyamanan yang ia rasakan. Pria itu benar-benar tidak terkontrol sejak awal pertandingan.

"Ya Tuhan, ada apa dengan dia?" Aeri Uchinaga ikut bersuara.

"Kau tidak tahu? Dia memang seperti itu saat di lapangan. Seluruh Korea sudah mengetahuinya." Sahut Shin Minkyung.

Seluruh Korea memang mengetahui watak Lee Mark. Namun sayangnya Aeri Uchinaga bukanlah orang Korea. Ia mengenal Lee Mark karena pria itu adalah kekasih Kim Haera. Sejauh yang ia lihat, Lee Mark selalu bersikap manis pada Kim Haera. Ayolah, ia sering memergoki interaksi rahasia yang dilakukan Lee Mark dan Kim Haera saat mereka berada di tempat umum.

Ucapan Shin Minkyung sama sekali tidak digubris oleh wanita Jepang itu. Sepertinya Aeri Uchinaga tidak mau menyinggung perasaan Kim Haera. Untung saja ia sadar kalau sosok yang mereka bicarakan adalah kekasih Kim Haera.

"Jangan melihatku seperti itu. Kau boleh memakinya." Ujar Kim Haera.

"Aish... Lee Mark hentikan!!!"

Kegaduhan semakin menjadi-jadi saat wasit mengacungkan kartu kuning pada sang kapten. Benar-benar bencana. Tidak bisakah Lee Mark bermain tanpa menggunakan urat lehernya? Pria itu hampir tidak pernah menghadapi situasi dengan kepala dingin. Kim Haera tidak habis pikir mengapa kekasihnya bisa ditunjuk sebagai kapten tim. Kontrol diri pria blasteran Korea-Kanada itu amat sangat payah. Tingkat kesabarannya berada di bawah rata-rata. Sial. Lagi-lagi Kim Haera lupa berkaca.

"Si bodoh itu." Ia bergumam seraya memandang sumber keributan.

Tidak lama kemudian, pertandingan kembali dilanjutkan. Lee Mark dan rekan-rekannya bermain lebih agresif dari sebelumnya. Iklim permainan semakin memanas karena para pemain saling melempar kata-kata kasar. Waktu terus berjalan, namun belum ada gol yang tercipta dari kedua belah pihak. Hal itu jelas mempengaruhi emosi masing-masing tim.

Sorakan demi sorakan semakin memekakkan telinga. Sebagaimana para pemain, suporter pun tak kalah menakutkan. Suara mereka menggema ke seluruh sudut stadion. Bertanding melawan tim tuan rumah memang tidak pernah menguntungkan. Tekanan yang diterima oleh tim lainnya bisa saja mengurangi fokus permainan. Bayangkan saja, hampir 90 persen penonton adalah suporter tim tuan rumah. Jika sudah seperti itu, bagaimana mungkin tim Korea Selatan tidak merasa tertekan?

"Ya!! Apa-apaan itu!!" Si tambun Shin Minkyung juga ikut tersulut emosi. Park Jisung baru saja didorong kasar oleh seorang pemain Indonesia. Tubuh jangkung pria Korea itu terlempar sejauh 2 meter dari posisinya.

Archilles' Heel (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang