MH 024

1K 127 5
                                    

"Oppa, kau tidak punya jadwal apa pun?"

Beberapa hari terakhir Kim Haera dibuat bertanya-tanya. Lee Mark sama sekali tidak pernah keluar dari apartemen. Bukankah pria itu masih memiliki pekerjaan? Untuk kebutuhan sehari-hari, mereka bahkan mengandalkan Lee Jeno. Pria sipit itu tiba-tiba beralih profesi menjadi pesuruh dadakan. Ia selalu tunduk saat Lee Mark memintanya pergi berbelanja, atau melakukan aktivitas lain untuk menggantikan sang kapten. Lee Mark adalah pria kaya raya dengan harta melimpah. Tentu saja Kim Haera tahu hal itu. Tapi, meninggalkan tanggung jawabnya sebagai kapten tim, bukankah terdengar berlebihan?

"Aku sudah mengambil cuti." Sahut Lee Mark santai.

Mereka sedang menikmati sarapan bersama. Namun tidak ada sosok Lee Jeno kali ini. Pria sipit itu memiliki jadwal latihan menjelang pertandingan yang berlangsung 2 hari lagi. Karena itulah Kim Haera semakin kebingungan. Lee Jeno memiliki jadwal latihan, sedangkan kekasihnya hanya duduk diam bak pengangguran. Kim Haera seketika merasa bersalah.

"Maaf." Ungkapnya kemudian.

Terdapat raut penyelasan yang amat sangat kentara di wajah pucat sang wanita. Lee Mark menghentikan gerakan tangannya lalu mengelus lembut pipi Kim Haera. Inilah alasan mengapa ia tidak ingin membahas masalah cuti. Akhir-akhir ini Kim Haera sering merasa bersalah. Lee Mark tidak suka wanita itu menganggap dirinya sebagai beban. Kim Haera tidak pernah menyadari betapa berharganya ia bagi Lee Mark. Hari dimana Lee Mark bertemu Kim Haera untuk pertama kali, hari itulah Lee Mark mengubah rencana hidupnya. Persetan dengan kebebasan. Ia hanya ingin menghabiskan sisa hidupnya bersama Kim Haera dan anak-anak mereka kelak. Ia akan selalu berada di sisi Kim Haera sampai kapan pun.

"Jangan terlalu dipikirkan. Lagi pula aku sudah berencana untuk pensiun dini."

Apa itu masuk akal? Lee Mark terdengar sangat berlebihan. Bukannya berhasil menenangkan Kim Haera, pria itu justru semakin memperumit keadaan. Tidak ada alasan yang cukup kuat hingga Lee Mark harus mundur dari dunia yang sudah membesarkan namanya. Siapa pun pasti akan berpikir negatif saat mendengar kabar pensiun 'sang legenda' yang begitu tiba-tiba.

"Aku sudah merencanakan hal ini jauh-jauh hari, Haera-ah. Kau tidak perlu khawatir." Ujar Lee Mark kembali. Ia baru saja menangkap wajah berlipat Kim Haera.

"Mana bisa begitu. Kalau Oppa tidak bertanding lagi, lalu aku dan Sunny nanti makan apa?" Astaga, sepertinya Lee Mark terlalu percaya diri. Ternyata Kim Haera tidak begitu peduli pada karirnya. Sial. Ini sangat memalukan.

"Kau sedang meremehkanku rupanya. Asal kau tahu, kemewahan ini tidak hanya kudapat dari hasil mengejar bola." Balas Lee Mark angkuh.

Tentu saja ia mengatakan yang sebenarnya. Terlahir dengan sendok emas dimulutnya, membuat Lee Mark tidak pernah memusingkan masa depannya. Di awal berkarir, Lee Mark sempat berselisih paham dengan sang Ayah. Namun seiring berjalannya waktu, pria camar itu berhasil membuktikan bahwa impiannya memang layak diperjuangkan. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh Lee Changmin, selain pasrah menerima keputusan putranya. Lee Changmin selalu mengharapkan Lee Mark terjun ke dunia bisnis, karena suatu hari nanti Lee Mark akan menggantikan posisinya untuk menduduki kursi tertinggi perusahaan. Tapi jika putranya tidak memiliki passion dalam dunia bisnis, ia bisa apa?

"Dasar sombong." Kim Haera mencibir sang kapten.

Rasanya ia ingin mengacak-acak wajah angkuh pria itu. Sementara Lee Mark hanya terkekeh geli kala Kim Haera memberinya tatapan nyalang. Memang kapan lagi ia bisa mengerjai Kim Haera sedemikian bebasnya? Wanita itu selalu mengerang kesakitan, sehingga mereka sangat jarang mendapat kesempatan untuk bersenda gurau seperti dulu. Kim Haera sudah kembali melanjutkan sarapannya. Kali ini ia sarapan dengan semangkuk kecil sereal. Lee Mark tampak lega, setidaknya Kim Haera menelan sesuatu yang lebih dari sekedar mengenyangkan.

Archilles' Heel (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang