Pagi hari yang cerah, aktivitas kembali dilanjutkan oleh laki-laki muda yang bermarga Lee itu.
"Ini sarapannya tuan"
"Terimakasih, tapi sepertinya saya akan sarapan di kantor saja hari ini"
"Baik tuan"
"Kamu, suruh yoon jeong panaskan mobil. Kita akan berangkat sebentar lagi"
"Baik tuan"
Setelah sampai di kantor, tuan minhyung telah menunggu disana.
"Maaf saya sedikit terlambat"
"Saya baru sampai, silakan duduk pak jeno"
Meeting berjalan dengan lancar, akhirnya jeno bisa menghirup nafas dengan lega.
"Syukurlah, meeting hari ini berjalan lancar"
"Akhirnya.. Aku hanya memikirkan selanjutnya, apa yang harus ku lakukan"
"Memikirkan apa? Cara mendapatkan pelayan itu?"
"Syutt mark, jangan berisik. Aku tak ingin siapapun tahu tentang hal ini"
"Ohh maaf"
"Karina, apa jam kerjaku masih ada? Atau kita perlu menjalankan rapat dengan pak kim?"
"Biar saya lihat... Sepertinya anda luang hari ini pak. Meeting dengan pak kim kita adakan minggu depan"
"Bagus, karina saya alihkan kantor kepada kamu"
"Loh, memangnya bapak hendak pergi kemana pak?"
"Saya ada urusan sebentar, tolong"
"Baik pak, jika ada sesuatu saya akan langsung menelepon bapak"
"Mark, aku akan pergi ke cafe itu. Apa kau mau ikut?"
"Tidak jen, aku harus meeting kembali dengan perusahaan zhong setelah ini"
"Baiklah.. Karina lakukan tugasmu dengan benar, saya permisi"
"Baik pak, berhati-hatilah"
Pemuda itu berjalan menuju tempat barista pada cafe itu, menyapa salah satu barista yang ada disana.
"Pesan apa pak?" Sahut pelayan itu tanpa melihat kearah laki-laki itu
"Masih ingat dengan saya?" Pelayan itu melihat kearah wajah laki-laki tersebut.
"Pak.. Lijen?"
"Betul.."
"Gawat, orang ini lagi. Gimana gue hadapin dia sekarang, sedangkan gue belum bisa ganti jas dia"
"Ah.. Hehe.. P-pesan apa pak?"
"Kopi biasa"
"Sebentar"
"Gue harus cari alesan apa ya.. Lagian ni orang inget aja"
"Ini kopinya pak, silakan dinikmati"
"Sebenarnya saya disini mau nagih hutang kamu, kamu masih ingat?"
"Hutang yang mana ya pak?" Sahut pelayan itu sambil tersenyum
"Beneran gak ingat?" Jeno menatap sinis pemuda itu. Sebenarnya jeno tak serius, ia hanya berniat untuk dekat dengan pemuda bernama jaemin itu.
"Ini CEO atau rentenir, nagih-nagih hutang orang?" Jaemin berbicara pada dirinya sendiri, tapi jeno bisa mendengarnya
"Kamu bilang apa?"
"Ah.. Anu.. Ngga pak.. Jadi gini.. Kalau bapak nagih sekarang, jujur aja gue lagi gak ada uangnya. Lagian kenapa gak ikhlasin aja sih pak, jas segitu gak ada apa-apa nya kan buat bapak?"
"Ibarat seperti ini.. Kopi ini tak saya bayar. Apa kamu mau ikhlasin kopi ini?"
"Y-ya nggak lah pak, itu kopi kan bukan milik gue"
"Begitupun jas saya. Itu bukan milik saya, melainkan milik butik saya"
"Butik bapak? Bapak yang punya butik itu?"
"Papa saya yang punya"
"Sama aja dong butik itu milik bapak"
"Itu hak papa saya, perusahaan saya juga hak papa saya. Saya hanya menjalankan apa yang seharusnya saya lakukan"
"Gini deh pak biar kelar. Jujur aja gue gak punya uang sebanyak itu. Mau sampai kapanpun gue gak akan bisa gantiin jas lo. Lo minta yang lain deh"
"Oke, kalau begitu. Saya akan lupakan ini, tapi dengan satu syarat"
"Apaan"
"Kamu ikut saya"
"Sekarang?"
"Iya, ayoo"
"Pak gue lagi kerja.. Woii..!!"
"Saya bisa izinin kamu, kebetulan pemilik cafe ini sohib dari papa saya"
"Tapi gak bisa gitu dong pak, saya bisa turun gaji kalau gitu caranya"
"Ha joon, kamu call manager seo sekarang. Bilang kalau salah satu karyawannya yang bernama.. Nama kamu?"
"Jaemin Na"
"Bahwa salah satu karyawannya yang bernama na jaemin, ikut dengan saya, lee jeno"
"Baik pak"
Beberapa saat kemudian
"Bagaimana?"
"Manajer seo sudah memberi izin pak"
"Kamu denger? Sekarang ikut saya"
"Kayaknya emang gak ada cara lain lagi"
"Yaudah, gue ikut lo.. Renjun, gue ikut orang ini dulu sebentar"
"Yoo"
Jeno membawa jaemin ke rumahnya. Sesampainya dirumah.
"Serius nih gue bisa kerumahnya jeno? Gilaa ini rumah atau hotel?"
"Kenapa diem? ikut saya"
Pemuda itu mengikuti jeno dari belakang. Hingga akhirnya sampai pada sebuah bilik kamar. Langkah pemuda itu terhenti saat jeno mulai memasuki kamar tersebut.
"Kenapa? Ayo masuk"
"Pak, lo bisa ngasih tau dulu gak sih, sebenarnya kita mau ngapain? Kenapa lo nyuruh gue masuk ke kamar lo? Pelayan lo yang lain juga disuruh pergi, kita itu mau ngapain? Pak, lo jangan macem-macem ya"
"Macem-macem gimana ayo masuk"
"Nggak ah, gue masih perjaka"
"Kamu masuk sekarang atau saya tarik kamu masuk"
"Lo duluan aja, nanti gue nyusul"
"Ni orang sebenarnya agak mencurigakan. Apa yang dia mau? Kalau pingin tau, sepertinya gue harus ikuti permainannya"
"Na jaemin!"
"Sebentar ah, orang lagi nyiapin mental juga" Jaemin mulai memasuki kamar itu, dengan keberanian yang ia miliki ia bergumam didalam hatinya.
"Demi roh leluhur, roh-roh dari segala roh, entah itu setan maupun dedemit. Tolongin gue, kalau orang ini macem-macem, gue persembahin jiwanya"
Ia memandangi seluruh isi kamar itu, tampak terasa nyaman. Jeno memiliki apa yang ia tak miliki, sepertinya kehidupan jeno sangat enak. Berbanding terbalik denganya.
"Jadi, apa mau lo" Ia berbicara dengan nada malu-malu
"Sore ini saya ada meeting, kamu pilihkan jas untuk saya"
Jaemin menghembuskan nafas lega
"Cuma itu? Gue kira ada hal lain"
"Hal lain apa? Hal yang seperti... Apa kamu mau saya melakukan itu pada kamu?" Jaemin menutup mulut pria itu.
"Ihh.. Bodoh, lo ngomong apaan sih" Jeno tersenyum tipis.
"Silakan, pilih jasnya" Jeno membuka pintu lemarinya dan terdapat banyak jas dengan merek terkenal yang terpampang disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
End Of Us [NOMIN]
FanfictionSejak saat itu, aku mencintainya. Aku mencintai seorang pelayan yang menumpahkan kopinya ke jas bajuku. NOTE: Cerita ini pernah di unpublish, tapi tak ada yang berubah dalam alur. -Bahasa baku/non baku -Previous title: From Na To be Lee -New title:...