Pagi yang sejuk, sangat nikmat menghirup udara pagi, sangat disayangkan bila dilewati begitu saja. Kini, jeno memutuskan untuk lari pagi dan berniat mengunjungi rumah jaemin. Melihat suasana pagi yang indah, banyak orang yang berisap-siap untuk kembali melakukan aktivitas sehari-hari. Jeno berjalan diiringi kicauan burung, tampak tenang. Baru kali ini ia kembali berjalan di sekitar lingkungan setelah waktu itu. Tentu saja pakaian jeno sangat tertutup, ia memakai celana training dan hoodie yang serasi. Ia juga memakai topi dan masker, sangat tertutup. Kini, ia sampai di teras rumah jaemin. Mencoba untuk mengetuk pintu itu.
Disisi lain..
"Siapa? Apa itu kurir? Siapa yang memesan paket? Apa tetangga sebelah?"
Jaemin menuju arah luar.
"Sebentar" Ia membuka pintu rumahnya.
"Maaf mas, gue gak pesan paket. Coba mas tanya rumah sebelah" Jaemin mulai menutup pintu itu. Namun tiba-tiba pria itu menghentikannya, suaranya, seperti tak asing bagi telinga jaemin.
"Tunggu! Ini saya, Lee Jeno"
"Jen? Gue kira lo kurir yang suka anter paket. Biasanya emang gitu, suka salah rumah. Makanya gue ngira lo kurir hehe"
"Mentang-mentang pakaian saya tertutup gini, kamu bilang saya kurir" Jeno membuka maskernya.
"Ya habisnya mirip.. Tapi tunggu, lo lebih cocok berpakaian kayak gini daripada pakai jas lo itu"
"Jadi saya gak kelihatan keren kalau pakai jas?"
"Nggak.. Lo lebih cocok pakai baju yang kayak gini.. Lebih.. Keren"
"Umm terimakasih"
"Yaudah kalo gitu ayo masuk" Mereka berdua memasuki rumah milik jaemin.
Jeno memandang sebuah foto keluarga mereka.
"Orang itu, sepertinya saya pernah melihatnya. Tapi dimana? Kenapa saya tak bisa mengingatnya?"
"Jen...?"
"Foto itu, keluarga kamu?"
"Iya. Itu papa, mama dan adik perempuan gue"
"Kamu punya adik perempuan?"
"Ya, tapi dia meninggal karena sakit sejak dia masih berumur 8 tahun"
"Apa kamu tinggal sendiri?"
"Ya, orang tua gue.. M-mereka.. Mereka meninggal.. Ka-karena di bun-" Jaemin terbatah saat menjelaskan tentang orang tuanya. Sepertinya memang berat untuk jaemin mengingat kejadian itu. Tapi jeno langsung memeluknya, karena ia tahu bahwa kedua orang tuanya dibunuh tepat dihadapannya.
"Jen..?"
"Saya ngerti na, saya ngerti. Jika berat, tak usah kamu ceritakan lagi. Saya tahu kamu kesepian, saya tahu kamu butuh teman, karena itu saya disini. Mulai sekarang jangan pernah merasa sendirian lagi, kamu punya saya, kamu bisa menceritakan semuanya pada saya. Jangan pendam semuanya sendirian na, saya akan ikut menanggung semua kesedihan, kesepian, dan keputus asaan kamu. Memang akan ada saat-saat yang begitu menyedihkan. Disaat kamu merasa bersedih atau kehilangan arah, mulai sekarang saya akan menarik tanganmu, menggenggamnya dengan erat dan tak akan melepaskannya. Teruslah hidup dengan caramu sendiri. Saat kamu terjatuh, saya akan membantumu bangkit. Perlu kamu ketahui na, saya akan menjadi satu-satunya orang yang membantumu bangkit saat semua orang menjatuhkanmu. Saya berjanji "
"Siapa laki-laki ini? Siapa sebenarnya jeno ini? Kita belum kenal begitu lama, tapi kenapa dia bisa merasakan rasa kesepian gue? Rasa sakit yang gue rasain, apa dia merasakannya? Seperti dia telah mengalami hari-hari yang lebih buruk dari gue. Lo orang pertama yang mengerti rasa sakit gue setelah saat itu jen. Apa lo juga merasakan hal yang sama? Atau bahkan lebih buruk dari gue?"
Jaemin bergumam di dalam hatinya. Ia sangat terharu mendengar perkataan pria itu. Jaemin tak bisa menahan air matanya, ia kembali membalas pelukan jeno dengan erat. Hanya satu kata yang terucap
"Terimakasih"
"Tuangkan semua beban yang kamu pikul na, tuangkan semua air mata yang selama ini kamu tahan. Saya disini"
KAMU SEDANG MEMBACA
End Of Us [NOMIN]
Fiksi PenggemarSejak saat itu, aku mencintainya. Aku mencintai seorang pelayan yang menumpahkan kopinya ke jas bajuku. NOTE: Cerita ini pernah di unpublish, tapi tak ada yang berubah dalam alur. -Bahasa baku/non baku -Previous title: From Na To be Lee -New title:...