TYM -06-

918 32 2
                                    

Mungkin kalian tau cara menghargai sebuah karya.

Enjoy and happy reading  (⁠◕⁠ᴗ⁠◕⁠✿⁠)

.
.
.

"Eh, Na, lo tau gak? Kemarin di pertigaan deket rumah gue itu ada orang berantem," ucap Linda yang akan memulai gosipnya dengan Anna.

"Oh ya? Siapa? Gara-gara apa?" tanya Anna beruntun.

"Getewe. Gara-gara cewek," ucap gadis berkuncir kuda itu. "Aish, padahal ceweknya gak cantik-cantik amat. Cantikan gue malah, kenapa mereka gak sama gue aja," lanjutnya kemudian memasukkan keripik singkong ke dalam mulutnya. Mengunyahnya.

Anna dengan gemas menoyor jidat sahabat gosipnya itu. "Emang lo udah move on sama bebep Yayan lo itu?" ledek gadis itu.

"Ish! Gak usah ungkit-ungkit dia, bisa?" tanya Linda dengan kesal. Gadis tomboy itu menggembungkan pipinya lucu.

"Anjir, sok imut lo! Iya gak, Yan?" celetuk Aira meminta pendapat Dian yang memang berjalan di samping kirinya.

"Yoi," sahut Dian.

"Emang kenyataannya gue imut. Kalian itu cuma iri dan dengki," balas Linda dengan gaya songongnya.

Aira, Anna, dan Dian kompak memutar bola matanya malas melihat kepercayaan diri sahabatnya itu sudah over dosis. "Lo itu emang imut, sampai-sampai si Riyan gagal move on sama lo," ledek Anna.

"Ck! Berhenti bahas dia!"

"Hahaha!"

Langkah keempat gadis itu terhenti saat Febby and the geng menghalangi jalan mereka. Cewek centil dan sok cantik itu tersenyum miring sambil memainkan rambut pirangnya. Sedangkan Aira and the geng memasang wajah malas.

"Rakyat jelata harap segera minggir. Tuan putri yang terhormat mau lewat," ujar Febby dengan gaya sok cantiknya. Ia mengibaskan rambutnya seperti di iklan sampo.

"Tuan putri?" tanya Dian meledek. Sontak, membuat ketiga sahabatnya termasuk dia sendiri tertawa terbahak-bahak. Sedangkan, gadis berambut pirang di depannya tampak menatap Dian dengan tatapan tak suka.

"Heh! Cewek miskin, lo jangan macam-macam, ya! Orangtua lo itu cuma supir taksi sama tukang laundry, jadi gak usah sok!" sentak Febby dengan kurang ajarnya.

Itu membuat darah Dian mendidih. "Gue gak masalah kalo misalnya lo hina gue! Tapi, LO JANGAN PERNAH HINA ORANGTUA, NGERTI LO!" teriak Dian dengan emosi yang meletup-letup. Kedua tangannya terkepal kuat.

"Kalo kenyataannya emang gitu?" tanya Febby dengan santai melipat tangannya di depan dada. Menaikkan sebelah alisnya. Menantang keempat gadis yang sedang emosi itu.

Banyak murid yang menonton adu mulut itu. Bahkan, ada yang merekamnya, kemudian di upload ke story WhatsApp. Ada juga yang memberi mereka semangat agar segera bergelut, terutama kaum cowok.

"Heh! Itu mulut gak pernah di sekolahin apa?" tanya Anna yang tak terima dengan ucapan Febby.

"Diem lo, bitch!"

"Hahaha, lucu, ya. Bitch teriak bitch," ujar Linda sembari tersenyum miring. Febby yang mendengar itu pun melototi gadis berkuncir kuda itu. "Apa? Gak suka? Mau gelut? Sini lo, maju. Gue ladenin lo!" lanjutnya dengan menggulung jas almamater yang ia pakai sampai sebatas siku.

"Kalian jangan macam-macam, ya, sama gue. Ayah gue kepala sekolah di sini!" ancam Febby.

Aira tertawa mendengarnya. Gadis itu melangkahkan kakinya mendekati Febby. Berdiri terpat di depannya. "Yang kepala sekolah di sini itu bokap lo, bukan lo," ketus Aira sambil menunjuk tepat di depan wajah gadis rambut pirang di depannya.

The Young MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang