TYM -15-

674 24 5
                                    

Yuhuu aku kembali, ada yang nungguin ngga?
Nggak ada pastinya;)
Langsung aja

Happy reading!

.
.
.

Bulan yang telah menyelesaikan tugasnya untuk menerangi bumi pun kini digantikan oleh sang matahari. Dua anak manusia yang tenggelam di dalam selimut nampak masih terlelap. Mereka masih dengan kebiasaan buruknya yang melanjutkan tidur setelah shalat subuh.

Namun, pemuda tampan berbaju putih polos itu tampak menggeliat. Perlahan tapi pasti, kedua matanya terbuka. Menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong sembari mengumpulkan nyawa yang masih beterbangan.

Setelah itu ia merubah posisinya menjadi duduk. Aidan, pemuda itu menoleh ke samping kanan di mana seorang gadis masih terlelap di bawah gulungan selimut dengan mulut sedikit terbuka.

Aidan menghela napas lelah. Lagi-lagi harinya disambut dengan Aira kebo. Pemuda itu menatap wajah damai Aira sebentar. Mulai dari rambut yang berantakan, kedua mata yang tertutup, hidung kecil yang mancung, pipi bulat seperti bakpao, dan terakhir mulut mungil merah muda yang terbuka.

Jujur, jika Aira anteng seperti ini terlihat imut. Sangat imut, apalagi tubuhnya yang mungil. Ingin rasanya Aidan uyel-uyel, peluk erat sampai mampus. Eh, engga deng Aidan tidak mau jadi duda.

Tapi beda lagi jika gadis itu sadar. Aidan akan sangat tersiksa, tertekan, dan ter ter ter lainnya.

Tangan Aidan terulur untuk merapikan sedikit anak rambut yang menutupi wajah Aira. Menarik pipi tembemnya, tapi tetap tak membuat tidur Aira terusik. Kan, kebo.

"Bol, bangun Bol," ucap Aidan sambil menggoyangkan bahu Aira.

Namun, seperti hari-hari sebelumnya Aira tak akan terbangun jika dibangunkan dengan cara yang lembut. Gadis bersurai hitam itu memang harus dibangunkan dengan cara yang ekstrim.

Tangan Aidan beralih ke hidung Aira. Mengapitnya hingga sang empu terbangun dengan mata melotot.

"Lo mau bunuh gue!?" pekik Aira membuat telinga Aidan panas.

Aidan memasang wajah datar. "Lo kalo dibangunin secara halus nggak akan bangun-bangun," ucapnya lalu bangkit.

Cowok itu berjalan ke lemari guna mengambil handuk dan seragam. Setelah itu melangkahkan kaki panjangnya menuju kamar mandi. Baru beberapa detik pintu kamar mandi tertutup, kepala Aidan kembali menyembul.

"Buruan Bol mandi, lama gue tinggal Lo." Setelah mengucapkan itu, Aidan kembali memasukkan kepalanya dan menutup pintu.

Aira yang masih duduk anteng pun langsung berdecak. Dengan malas ia segera merapikan tempat tidur, lalu mengambil seragam. Kemudian dengan langkah berat ia keluar dari kamar. Aira akan membersihkan diri di kamar mandi bawah.

Setelah keduanya selesai bersiap-siap, mereka pun turun bersama untuk sarapan. Kebetulan hari ini Bi Tari datang pagi-pagi sekali karena ia akan izin untuk tidak bekerja dari siang sampai sore.

Kedua pasutri gaje itu berjalan beriringan menuruni anak tangga satu persatu.

"Bol," panggil Aidan.

Yang dipanggil pun hanya berdehem tanpa menoleh. Tatapannya terus tertuju pada anak tangga yang akan ia pijak, kalau sampai ia salah pijak lalu jatuh menggelinding kan repot.

"Hewan apa yang banyak uang?" tanya Aidan.

Aira tampak berpikir sebentar. "Emm monyet?"

"Salah!"

"Babi ngepet!" seru Aira.

"Bener sih, tapi bukan itu."

Kening Aira mengerut. Kini mereka berdua duduk di meja makan. "Trus apaan?"

The Young MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang