TYM -23-

154 10 4
                                    

Selamat membaca!

.
.
.

Kegiatan belajar mengajar kembali berlangsung, berhubung acara ulangtahun sekolah telah dilaksanakan kemarin. Acaranya pun berlangsung dengan lancar.

Pagi hari yang lumayan cerah ini, Aidan dan Aira berangkat ke sekolah menggunakan mobil. Berhubung tangan kanan Aidan masih belum membaik, jadi ia memilih untuk mengemudikan mobil. Sebab, ia bisa menyetir menggunakan tangan kiri.

Laki-laki berseragam rapi itu melirik ke samping, tempat dimana Aira berada. Gadis itu tampak anteng dengan padangan keluar jendela, menatap lalu lalang kendaraan juga warung-warung di pinggir jalan.

"Ra."

"Dan."

Keduanya memanggil secara bersamaan begitu mobil berhenti karena lampu merah. Dua anak manusia itu pun saling menatap dengan dahi berkerut.

"Gua dulu," ucap Aidan.

"Dih gue dulu, cowok harus ngalah sama cewek!"

"Emang Lo cewek?" tanya Aidan sembari menatap Aira yang sudah berwajah masam. "Iya iya. Silahkan tuan putri."

"Pulang sekolah bentar kita mampir ke warung sana, kayaknya enak. Banyak yang ngantri tadi gue liat," ujar Aira sambil menoleh ke belakang. Melihat warung yang sempat mereka lewati tadi.

"Oke, tapi dibungkus. Kecuali kalo Lo mau nyuapin gue di sana," ucap Aidan sembari menaik turunkan alisnya.

"Ogah banget! Oh ya, tadi Lo mau ngomong apa?"

Aidan tampak mengerutkan keningnya, berpikir. "Lupa."

Keduanya kembali terdiam. Aidan fokus menyetir dengan bibir tertarik ke atas, nyaris tersenyum Joker. Sedangkan Aira kembali menatap jendela.

Begitu mobil berhenti dan terparkir rapi, Aira segera membuka pintu mobil, hendak keluar. Namun, instruksi dari Aidan membuatnya berhenti. Menatap laki-laki itu dengan raut wajah penuh tanya.

"Bawain tas gue dong," pinta Aidan dengan begitu santai.

"Tangan Lo yang sakit cuma yang kanan. Atau Lo mau sekalian gue patahin yang satunya?" tanya Aira dengan galak, mengambil ancang-ancang.

"Eh-eh, bercanda kali. Serius amat," gumam Aidan. Cowok itu pun keluar, berjalan mengekori Aira. Tasnya pun ia sampirkan di bahu kirinya.

Sepanjang perjalanan menuju kelas, Aidan mendapatkan sapaan dari para siswi, entah itu kelas 10, 11, maupun 12. Bahkan ada beberapa yang memberinya bingkisan membuat tangan kirinya penuh dengan paper bag.

"Duh, gini amat jadi orang ganteng, ck ck ck," ucapnya tepat di samping telinga Aira, tapi gadis itu tak menghiraukannya.

Karena tak mendapatkan respon, bibir Aidan maju satu sentimeter. Tapi tak lama ia kembali berwajah tengil. "Bantuin dong Bol, Lo ngga kasian liat gue kesusahan gini?"

"Engga tuh," jawabnya cuek.

"Idih, idih. Jahat amat sama suami." Tentu saja di akhir kalimat Aidan memelankan suaranya.

***

"Good morning everyone! Pangeran kelas kalian sudah kembali!"

Kelas yang tadinya berisik menjadi senyap mendengar suara orang yang beberapa hari ini tidak terlihat sebab sakit.

"AIDAAN!" jerit para gadis dengan begitu alay. Mereka dengan cepat bergegas menghampiri Aidan di ambang pintu kelas.

Sedangkan Fadil dan Riyan yang menyaksikan itu tampak memasang ekspresi jengah. Rasanya mereka ingin memukuli wajah tengil sahabatnya itu.

The Young MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang