TYM -22-

850 22 17
                                    

Selamat membaca!

.
.
.

"Riyan, Riyan, Riyan, Riyan, Riyan, Riyan, Riyan, Riyan Riyan, Riy-"

Plak, Riyan dengan wajah kesal melempar sendal jepit dari balkon kamarnya, dan alhamdulillahnya tepat mengenai kepala Fadil.

"Berisik babi!" teriak cowok yang rambutnya masih berantakan itu. Siapa yang tidak kesal jika baru jam setengah enam sudah ada orang gila yang berteriak di depan rumah.

"Selow Mas!" balas Fadil dengan wajah santai tanpa rasa bersalah. "Katanya mau jenguk Aidan, kenapa Lo masih bermuka bantal?"

"Otak kosong! Rumah sakit mana ada yang buka setengah enam, lol!"

"UGD buka dua puluh empat jam tuh," ujar Fadil.

Riyan kembali melempar sendal jepitnya, namun sayang tidak mengenai sasaran karena Fadil menghindar. "Nggak kena, nggak kena," ejeknya sambil cekikikan tidak jelas.

"Mati aja Lo, sialan!"

"Dih jahat banget, Mas Riyan," lirih Fadil dengan wajah paling tersakiti.

Pukul tujuh, Fadil dan Riyan berangkat ke rumah sakit dengan mengendarai motor masing-masing. Sebenarnya Fadil ingin numpang saja di motor Riyan, tapi cowok itu menolak dengan keras. Jadilah mereka memakai motor masing-masing.

Rumah sakit masih tampak sepi saat kedua cowok itu berjalan di lorong. Setelah bertanya pada perawat yang berjaga di depan, Fadil dan Riyan pun memasuki lift karena ruang inap tempat Aidan berada di lantai tiga.

Sampailah kedua cowok itu di depan pintu berwarna putih. Karena sejatinya Fadil tak memiliki akhlak baik, ia membuka pintu tersebut tanpa mengetuknya terlebih dahulu.

"Assal-ASTAGHFIRULLAH!"

Riyan yang setia di belakang Fadil terperanjat kaget. Ia ikut melihat apa yang dilihat oleh Fadil. Matanya membola melihat dua orang berbeda jenis sedang terlelap di atas brankar sambil berpelukan.

Salah satu dari mereka perlahan membuka mata. Saat pengelihatannya jelas, ia begitu terkejut melihat kehadiran Fadil dan Riyan yang juga sedang memasang wajah kaget. Aidan yang ingin duduk pun tertahan oleh tangan dan kaki Aira yang melilit tubuhnya.

"Bol, bangun, Bol!" ujar Aidan sembari menepuk-nepuk kepala Aira dengan tangan kirinya yang dijadikan bantal oleh gadis itu.

Masih dengan setengah sadar gadis itu bergumam malas. Bukannya bangun, ia malah memperbaiki posisi tidurnya.

"KALIAN NGAPAIN!?" pakik Fadil lagi dengan wajah shock dan pucat.

Aira yang baru saja memperbaiki posisinya terperanjat kaget dan langsung terduduk. Matanya langsung segar melihat sosok Fadil dan Riyan.

"I-ini nggak kayak yang kalian bayangin," ujar Aira dengan gugup. "Gue ... gue cuma, cuma ... eee."

Lain halnya dengan Aira yang berusaha untuk menjelaskan, Aidan hanya menghela napas pasrah. Ia akan menjelaskan semuanya pada kedua sahabatnya itu tanpa ada yang ia sembunyikan.

Fadil dan Riyan terdiam begitu selesai mendengar penjelasan dari Aidan. Keempat remaja itu kini duduk di sofa.

"Anjir gue masih shock. Berarti kalian udah anu dong?" Fadil yang langsung mendapat pukulan dari Riyan dan Aira karena pertanyaannya yang ambigu.

"Apa hah!?" tanya Aira dengan wajah garang, bersiap kembali untuk memukul bahu Fadil.

"Eit, anu yang gue maksud tuh lain. Fiktor aja Lo pada," ujar Fadil dengan kesal sambil mengusap bahu kanan dan kirinya, tempat Aira dan Riyan mendaratkan pukulan.

The Young MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang