TYM -05-

938 29 1
                                    

Jangan lupa tekan 🌟

Happy reading

.
.
.

Aidan memarkirkan motornya di halaman rumah. Aira turun, kemudian melepaskan helm yang dipakainya tadi dan berjalan masuk ke dalam rumah tanpa menunggu Aidan. Namun, karena langkah kaki cowok itu lebar, ia mampu mengimbangi langkah gadis berambut sepinggang yang sudah tiga hari ini menjabat sebagai istrinya.

"Assalamualaikum," ucap Aidan dan Aira hampir bersamaan. Mereka berdua pun masuk ke dalam rumah.

"Waalaikumussalam," jawab Adit dan Mawar yang duduk di sofa ruang keluarga. "Sini, Sayang, kita mau ngomong sesuatu," titah Mawar sambil menepuk-nepuk sofa di sampingnya.

Agak ngeri gue kalo kata-kata 'kita mau ngomong sesuatu' muncul, batin Aidan serta Aira.

"Apa, Bun?" tanya Aira.

"Tadi ada telepon dari Jerman, katanya penyakit kakek kambuh lagi dan sekarang masuk rumah sakit. Jadi, Ayah sama bunda harus ke Jerman sekarang," ucap Mawar seraya menggenggam tangan Aira.

"Bunda sama Ayah nggak lama, kan di sana?" tanya Aira dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Bunda nggak tau, Sayang. Kakek, kan sakit. Mau dibawa ke sini juga dia nggak mau. Jadi, Bunda harus rawat kakek di sana. Kamu baik-baik, ya, di sini. Ada Aidan juga yang bakal jagain kamu, Sayang," ujar Bunda yang kini sudah menumpahkan air mata. Bagaimana pun juga, seorang ibu tidak akan tega meninggalkan anaknya.

"Ai ikut, ya, Yah, Bun?"

"Kamu kan sekolah, Nak. Lagian kalo kamu kesepian kan ada Aidan yang bisa kamu ajak main. Iya, kan, Dan?" tanya Adit menyenggol lutut Aidan yang memang duduk di sampingnya.

"Ah, i–iya, Ai. Tenang aja, lo gak bakalan kesepian kalo ada gue. Mending kita doain kakek aja biar cepet sembuh." Aidan menyengir sambil menatap Aira yang sedang menghapus air matanya plus ingusnya.

"Kalo Ayah sama Bunda udah sampai jangan lupa kabarin Ai, ya?"

"Iya, Sayang," jawab Mawar kemudian mencium puncak kepala putrinya itu. "Sana gih, kalian mandi. Bunda juga mau siapin barang-barang."

Aira mengangguk dan berjalan ke atas dengan wajah yang cemberut. Aidan juga bangkit, menyengir pada Adit dan Mawar kemudian berlari menyusul Aira.

***

Aidan masuk ke dalam kamar sambil menguap. Cowok itu memperhatikan Aira yang berbaring di ranjang sambil memeluk guling dan memainkan ponselnya dengan wajah yang murung. Ya, di rumah ini tinggal mereka berdua. Adit dan Mawar sudah berangkat ke Jerman satu jam yang lalu.

Cowok bertubuh jangkung itu mulai berpikir dengan cara mengerutkan dahinya. Seketika ide muncul di kepalanya. Ia pikir, itu adalah cara yang bagus untuk mengembalikan mood cewek.

"Bol," panggil Aidan, namun tak ada sahutan dari gadis itu. Ia tetap bermain ponsel.

"Cebol," panggil Aidan lagi yang kini sudah duduk di tepi ranjang.

"Apasih?" ketus Aira. Gadis itu menatap mata Aidan dengan tajam.

"Yee ... galak amat, sih, lo."

"Bodo!"

"Bol, keluar, yuk," ajak cowok bertubuh jangkung itu.

"Ngapain?" tanya Aira dengan mengerutkan kening.

"Jalan-jalan."

"Mager," balas Aira. Gadis itu menutup wajahnya dengan bantal.

Aidan berdecak kesal, ia lupa bahwa gadis di depannya itu pemalas. Ide lain pun terlintas di otak mungil milik Aidan. Ia pun menyingkirkan bantal yang menutupi wajah Aira.

The Young MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang