Ch 8 Together (2)

77 19 2
                                    

"Arthur?" panggil Yunxi sekali lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Arthur?" panggil Yunxi sekali lagi.

Laki-laki berambut cepak itu tetap diam dan menatap orang yang di dekatnya tersebut dengan cukup intens. Kedua mata Arthur hampir tidak berkedip dan menelusuri setiap detil dari fitur wajah Yunxi yang sangat familiar dengan seseorang dari masa lalunya. Mulai dari garis alis Yunxi yang menyerupai ekor burung phoenix, kemudian kedua mata indahnya yang dibingkai oleh kelopak dan helaian bulu mata yang panjang dan lentik, hingga sampai pada batang hidung serta bibirnya yang berwarna coral begonia.

Semua itu terlukis dengan sangat sempurna sebagaimana wajah Chu Fei; begitu elegan dan menyiratkan emosi yang penuh misteri bagaikan mutiara yang tersembunyi dalam tiram di dasar lautan. Apalagi pada saat laki-laki tersebut sedang menulis puisi atau memainkan guzheng untuknya di sore hari hingga menjelang terbenamnya matahari di Paviliun Teratai Merah. Walaupun Chu Fei jarang sekali membuka mulutnya untuk memulai percakapan atau membalas setiap sindiran kejam dari Ta Xian Jun; tetapi entah kenapa laki-laki yang baru saja terlahir kembali itu tidak pernah dapat memalingkan wajahnya dari Chu Fei.

Tidak ada satu halpun di dunia ini yang dapat menandingi sosok anggun seorang Chu Fei pada saat dia menggerakkan tangan serta jemari lentiknya. Gerakannya begitu halus dan lembut, seperti ujung dedaunan bamboo yang terkena tetesan embun dan semilir angin di pagi hari. Setiap sapuan kuas di atas lembaran xuānzhǐ (kertas China kuno) atau petikan senar guzheng dari laki-laki tersebut, selalu membuat Ta Xian Jun tidak dapat berhenti untuk selalu memikirkannya pada setiap tarikan nafasnya. Walaupun Kaisar itu tidak paham dengan arti dari puisi yang ditulis oleh Chu Fei, atau makna dari alunan melodi guzheng yang dilantunkan oleh selir tersebut, tetapi dia merasa bahwa semuanya adalah ungkapan jiwa yang sangat indah sekaligus memilukan hati.

Ta Xian Jun tidak pernah mengira bahwa momen-momennya bersama Chu Fei seketika sirna dalam sekejap mata, setelah peristiwa di Danau Surgawi. Penyesalan selalu datang terlambat dan itu juga berlaku untuknya; orang yang sangat arogan dan merasa dapat mengendalikan semuanya di bawah kekuatan dan kekuasaannya dengan dendam yang berapi-api menyelimuti dirinya. Rasa takut terbesar dari alam bawah sadar laki-laki tersebut adalah kehilangan sosok Shizun yang tidak pernah lelah memperhatikannya, dan itulah yang terjadi padanya. Shizun yang telah diperlakukannya dengan sangat tidak adil dan tidak manusiawi olehnya; telah terbaring tenang di kolam Paviliun Lotus Merah.

Itu sangat menyakitkan dan dia tidak dapat menanggung semua emosi yang silih berganti bergejolak di dalam benaknya. Rasa kecewa, marah, sedih dan sesal seolah-olah menjadi hakim atas dirinya dan membuatnya tidak kuasa menahan semuanya. Ekspresi yang keluar hanyalah derai tawa keras seperti orang gila, sementara di dalam dirinya terdapat jurang yang dalam tanpa dasar dan yang terdengar adalah lolongan sakit hati yang tak berujung.

Sampai akhirnya, laki-laki itupun mengambil keputusan sendiri atas hidup matinya. Apa artinya dia tetap menarik dan menghembuskan nafas dengan bebas di dunia ini, jika orang yang selalu menjadi tempatnya meluapkan perasaan sentimennya sudah tidak berada lagi di sisinya. Shizun... Chu Fei... orang itu sudah meninggalkannya begitu saja, seolah-olah sudah tidak peduli lagi kepadanya. Ta Xian Jun merasa seperti anak kecil yang sudah dicampakkan dan ditelantarkan oleh induk semangnya, karena dia terlalu nakal dan membuat orang itu sudah tidak ada kesabaran lagi untuk bersamanya.

 🔞  29 July, Ch. 44-45 (HONEY & LEMON)✨🔞FeiYun✨Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang