Trouble (2)

163 27 4
                                    

Jinny POV

Sudah sejak dua jam yang lalu aku mondar-mandir tak jelas didepan ruang UGD, perasaanku campur aduk pikiranku tak bisa tenang memikirkan keadaan Dita.

Keadaannya sangat kritis tadi, aku masih dapat membayangkan darah itu berceceran dimana-mana. Ohh god aku tak akan bisa berhenti menyalahkan diriku sendiri jika Dita kenapa-kenapa.

Mungkin jika aku tidak nekat mengikuti Dita tadi sekarang Dita pasti baik-baik saja. Lebih baik jauh dari Dita tapi Dita baik-baik saja daripada dekat tapi Dita dengan kondisi yang kritis tak dapat dijelaskan.

Sudah lama aku menunggu tapi dokter didalam tak kunjung-kunjung keluar juga, aku jadi makin khawatir tentang keadaannya. Aku menggigit-gigit kuku sembari masih tetap mondar-mandir hanya untuk menghilangkan rasa cemasku.

"Arghhh"

Aku mengacak-acak rambutku sendiri frustasi lalu duduk dikursi yang disediakan didepan ruang UGD itu, aku menundukkan kepalaku dengan tangan yang mencengkeram kepalaku sendiri.

"Kau baik-baik saja?" Tanya wanita disebelahku yang merupakan ibu dari driver taksi yang dinaiki Dita tadi. Setelah mendengar kabar tentang anak semata wayangnya itu dia pun lantas langsung bergegas menuju kemari.

Dia sama sepertiku, nampak gelisah memikirkan orang yang amat teramat disayanginya mengalami kecelakaan hingga masuk ke UGD.

"Ne" jawabku singkat.

Ceklek!

Pintu ruang UGD itu terbuka lalu keluarlah seorang pria dengan perawakan tegas yang memakai jas putih layaknya dokter. Kami berdua pun lantas mendekat ke dokter itu.

Setelah menutup pintu dokter itu lantas melepaskan masker medis yang menutupi setengah wajahnya, dia melihat ke arah kami berdua.

"Adakah keluarga dari korban atau pasien disini?" Tanyanya.

"Saya kerabat dekatnya Dita, sedangkan dia adalah ibu dari driver taksi itu" jawabku serta mewakili ibu-ibu tua disampingku ini.

"Bagaimana keadaan anak saya dok?" Tanyanya. Pertanyaan perempuan itu membuat sang dokter terdiam sejenak.

"Ibu harus bersabar, anak ibu sudah bahagia bersama Tuhan"

Deg!

"Apa maksud dokter? Berbahagia bagaimana?"

"Anak ibu, maaf, tidak dapat diselamatkan" ujarnya.

Jika supir itu saja meninggal, lalu bagaimana dengan Dita? Jangan bilang dia juga..

Aku menatap ke reaksi ibu itu, ibu-ibu tua yang berusia sekitar 60 tahunan itu lantas memegangi dadanya dengan raut wajah yang nampak kesakitan. Kurasa dia mendapat serangan jantung mendadak.

Untung saja saat dia hampir jatuh ke belakang aku dan dokter itu sempat menangkapnya, lalu kami mendudukkan ibu itu di kursi. Aku lantas memberikan sebotol air mineral yang sempat aku beli tadi namun belum aku minum itu.

"Ibu, ibu tarik nafas dulu ya biar tenang. Ikuti saya, tarik nafas... Keluar... Tarik nafas... Keluar..." Ucap si dokter.

Kami pun mencoba menenangkannya, namun bukannya tenang dia malah menangis. Tentu aku tau betul bagaimana rasanya ditinggal pergi untuk selama-lamanya oleh orang yang disayanginya.

"Ibu yang sabar ya, ini sudah menjadi kehendak Tuhan" ucap dokter itu lagi.

Memang jika Tuhan sudah berkehendak maka tiada satupun yang akan bisa menghentikannya, termasuk diriku yang lemah ini.

"Dokter, lalu bagaimana dengan keadaan Dita? Apa dia juga..." Aku tak dapat melanjutkan kata-kataku atau lebih tepatnya menggantungnya, itu terlalu menyakitkan untuk dilanjutkan.

Memories With You [DIJIN] -END-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang