Sakanu Adisutama- pengangguran kaya yang memiliki 9 kontrakan, 1 Villa di Bali, apartemen yang dia sewakan dan jangan lupakan kalau dia anggota Adisutama.
Keturunan Adisutama terkenal kaya raya ramah tujuh turunan, pemilik yayasan dan pengusaha di bidang pertanian, industri makanan dan masih banyak lagi. Keturunan Adisutama menjadi keluarga terkaya ke 3 di negara ini.
Semua jelas menjadi mudah bagi Sakanu, walau begitu dia tetap sederhana dan berbaur dengan manusia biasa.
Dia pengangguran namun diamnya bukan berarti tidak ada pemasukan.
Seperti saat ini, Sakanu atau yang sering di sapa Saka itu tengah asyik di depan televisi dengan tenang.
Mungkin hanya satu yang sulit dalam kehidupan Saka yaitu pendamping hidup. Dia selalu gagal karena perempuan-perempuan yang dekat dengannya hanya memandang harta.
Resiko orang kaya tujuh turunan. Rasanya semua orang tidak tulus dan hanya ingin uangnya saja.
"Mami udah atur waktunya," Navisa bersuara-maminya Saka itu tengah asyik melihat majalah yang dia bolak-balik. "Ini kayaknya cocok," gumamnya pada setelan jas mewah dari brand ternama.
"Atur aja, sesuka mami," Saka menjawab sekenanya dengan masih fokus ke dapan televisi.
"Janji ya jangan tolak dia," Navisa meraih remot televisi di sebelah Saka lalu mematikan televisi itu, terlalu berisik. "Cucu mami masih tidur ya? Ha~ mami juga tidur bentar ah.." setelahnya menutup majalah.
Saka menoleh pada maminya dengan ekspresi yang menggambarkan kalau dia terganggu saat televisi di depannya dimatikan.
"Dia anak dari keluarga baik-baik, sahabat mami di arisan," jelasnya dengan antusias, mengabaikan wajah masam anaknya.
"Iya, atur aja sama mami. Aku ngikut yang terbaik yang penting dia bisa terima aku sama masa lalunya," balas Saka dengan malas-malasan.
Saka mengabaikan celotehan Navisa yang membahas calon istrinya itu, dia beralih fokus pada ponsel yang terus menyala.
Asisten pe'a calling
Saka mengangkatnya.
"Sak! Gawat-gawat! Ada yang bikin ricuh di apartemen lo!"
Saka mematikan sambungan. "Mami, udah dulu," Saka berdiri. "Ada masalah di apartemen, nanti lanjut lagi." di kecup pipi Navisa lalu bergegas meninggalkan rumah tanpa menyahuti panggilan Navisa.
***
"Tenang oke, saya sudah panggil pemilik apartemennya," Angga berusaha menenangkan tangis anak perempuan berseragam SMA itu.
"Bapak ga ngerti! Aku pake uang tabungan buat sewa, udah lama juga mau tempat ini- HUAAA!" tangis Puspa semakin meraung-raung.
Penyewa yang sah melirik Angga dengan sama bingungnya, bagai menenangkan bocah yang terus menangis.
Haruskah diberi permen?
"Dek, saya yakin kalau orang yang mempromosikan dan menyewakan tempat ini itu palsu," Yosep menjelaskan dengan hati-hati. "Saya baru kemarin pindah dan saya langsung bernegosiasi dengan pemilik apartemennya," jelasnya lagi.
Puspa sesegukan dengan mulai memelankan tangisannya. "Terus gi-gimana?" isaknya dengan kedua mata semakin basah.
Yosep melirik Angga. "Kayaknya oknum orang dalam, ga mungkin orang luar bisa masuk ke sini," pendapatnya yang diangguki Angga.
"Semua pasti akan di ambil ke jalur hukum," Angga terlihat serius.
"Ada apa?"
Semua menoleh pada Saka yang berjalan mendekat lalu berdiri dan melirik Puspa yang kacau dengan mata bengkak, hidung merah, pipi basah.
"Ini Sak- maksudnya pak Saka, adik ini mengaku menyewa apartemen ini pada orang yang sepertinya menipu,"
"Lebih baik kita bicara di dalam, supaya lebih enak," ajak Yosep memotong.
***
Puspa menyeka air mata dan ingusnya, merapihkan rambutnya lalu duduk di sofa sebrang yang menjadi tempat Saka duduk.
Puspa tipe orang yang tidak bisa melewatkan orang tampan, padahal dia sedang dalam masalah saat ini.
Saka melepas jaketnya lalu memberikannya pada Puspa. Saka risih karena gadis SMA itu memakai rok begitu pendek.
Dasar anak zaman sekarang! Ga pendek ga gaul gitu? Ck.. Ck..
Puspa menerimanya dengan cicitan terima kasih, senyum pun hampir mekar kalau saja dia tidak ingat apartemen yang dia inginkan dalam masalah.
"Jadi gimana?" Puspa mulai dipeluk kesedihan lagi.
"Ade masih ingat ciri-ciri orangnya?" tanya Saka dengan tenang dan hati-hati. Di depannya anak SMA yang jelas saja masih bocah di matanya.
Puspa menelan ludah. "Ingat, om," jawabnya.
Om? Saka menyugar rambutnya sekilas. Apa dia setua itu? Padahal dia masih 29 tahun walau sekarang berekor. Tapi, untuk ukuran anak SMA dia memang sudah pantas di panggil om.
Air mata Puspa batal jatuh saat melihat Saka begitu tampan saat menyugar rambutnya namun dia dengan cepat kembali sadar dan fokus.
"Saya menyewakan tempat pasti lewat Angga atau saya sendiri yang turun langsung seperti kemarin-kemarin, sepertinya ade memang kena tipu,"
Puspa sontak kembali menangis, mimpinya menempati apartemen itu rasanya semakin jauh. Tabungannya tidak akan cukup untuk menyewa kedua kali.
"Tabungan aku hiks.." Puspa menutup wajahnya dan mulai meratapi nasib.
"Tenang, saya akan bawa ke jalur hukum, jika pun uang tidak kembali maka saya akan ganti rugi,"
Angga melirik Saka tidak percaya, jelas semua bukan salah pihaknya dan Saka. Tapi, namanya orang kaya. Ya bebas. Pikir Angga kembali cuek.
Puspa menurunkan tangannya, menatap Saka dengan tidak yakin. "Om serius? Mau balikin tabungan aku?" suaranya serak dan bergetar.
"Hm."
"Dari pada balikin, aku maunya apartemen ini! Udah berusaha banget aku mau sewa, nunggu sampe tabungan cukup tapi malah kena tipu-tipu- HUAA!" Puspa kembali menangis meraung-raung. "Bulan lalu ditipu cowok dan sekarang- HUAAA!!!" tangisnya semakin kencang.
Maafkan Angga yang bukannya panik, dia malah gemas sendiri dengan bocah SMA yang manis itu.
Saka hanya menatap Puspa dengan tenang walau sesekali sudut bibirnya berkedut mendengar tangis dan curhat dadakan gadis itu.
"Nasib-na-nasib." tangisnya sudah mulai reda walau masih sesegukan.
Yosep mengusap kepala Puspa seperti sosok ayah pada anaknya. "Saya bisa cari tempat lain, kalau kamu keukeuh mau tempat ini. Kasihan, kamu udah nabung lama ya? Hebat juga, terus pertahanin ya, nabung terus," senyum khas seorang ayah pun terbit.
"HUAAA! Bapak mau jadi ayah angkat aku? Hiks... Terharu, akhirnya bisa sewa hiks rezeki anak solehah emang ck mantul.." tangis yang heboh itu entah kenapa membuat Saka tersenyum.
Mungkin karena tingkah absurdnya yang lucu.
Pertemuan dadakan anak dan ayah itu pun berakhir bahagia walau Saka tetap akan mengambil jalur hukum.
Saka mengantarkan Puspa hingga ke gerbang tinggi nan mewah rumah gadis itu.
"De.. Boleh tahu alasan kenapa mau apartemen saya?" tanya Saka.
Puspa urung membuka sabuk pengamannya lalu tersenyum manis. "Jaga-jaga buat kabur hehe, soalnya mau di kawinin sama om-om, aku ga mau!" tatapannya meredup sedih.
Puspa menatap Saka dengan kembali cerah. "Jadi, jaga rahasia aku ya, om. Kasihan anak manis kayak aku harus nikah sama om-om yang palanya botak sebagian terus perutnya hamil 8 bulan. Aku turun ya, bye om!" serunya ceria di akhir.
Saka menatap kepergian anak SMA manis itu dengan sesekali melirik rumah megahnya.
Pantes pakai uang tabungan, mungkin niatnya kabur itu memang akan dia lakukan. Pintar juga bocah itu, benar-benar berpikiran matang untuk kabur.
Saka agak menyesal menyetujuinya, dia tidak ingin terlibat.