5. Gambaran Memiliki Adik

63.2K 3.9K 12
                                    

       Puspa menekan bel apartemen Saka, dia masih merasa bersalah karena kejadian itu membuat kelingking kiri Saka retak. Hari ini, dia akan memberi puding buatannya untuk Saka.

Pintu terbuka, senyum pun Puspa terbitkan.

"Siang, om." sapanya.

Saka menghela nafas. "Siang. Ada apa, Puspa?" tanyanya datar.

"Ini, Puspa buat puding untuk om. Sebagai ucapan maaf karena jari om harus dibungkus gitu.."

Saka melirik jemarinya yang di balut perban. "Saya baik-baik—"

"Iya, Puspa tahu. Ini, om makan ya." Puspa memberikan sekotak berisi puding itu pada Saka lalu pamit dan masuk ke apartemennya lagi.

Saka menghela nafas lagi, menutup pintu lalu menyimpan kotak makan itu di kulkas. Saka masih ngantuk, memutuskan untuk tidur lagi.

Sorenya Saka terjaga, dia memutuskan untuk mencicipi puding buatan Puspa. Sayang kalau tidak di makan, niat Puspa juga baik. Untuk apa dia menaruh curiga.

Paling jika ada pelet di dalamnya dia akan jatuh cinta, tidak sampai membuatnya meninggal. Bibir Saka berkedut geli membayangkannya.

"Enak.."

***

Saka menatap Puspa yang sudah stand by di dekat mobilnya. Terlihat kedinginan karena cuaca hari ini memang agak dingin.

"Kamu ngapain?" Saka menautkan alisnya heran.

"Oh itu, nunggu om eh bapak.." suaranya bergetar kedinginan. "Mau nebeng lagi," lanjutnya dengan senyum lugu.

"Kenapa tidak naik bus? Ada taksi juga," Saka membuka pintu mobilnya, menyuruh Puspa cepat masuk bisa sakit gadis itu kalau di luar lebih lama lagi.

Saka pun ikut masuk.

"Nebeng aja, kalau kakak Puspa bisa jemput baru Puspa ga akan nebeng lagi sama bapak. Tenang aja,"

Saka memasang sabuk pengaman. "Ada bus yang satu arah ke sekolah, kenapa harus di antar?" tanyanya.

Puspa diam sejenak. "Puspa pernah dilecehin, jadi takut. Udah lapor tapi dia malah bebas, nyogok kali.." jawabnya pelan namun masih sanggup Saka dengar.

"Pelecehan?" Saka menghela nafas, kasihan Puspa.

Andai Puspa adiknya, dia pastikan pelaku itu habis di tangannya. Jadi ingin punya adik, apalagi semanis Puspa.

"Saya antar kalau kakak kamu tidak jemput"

Puspa sontak menoleh lalu mengembangkan senyum. "Makasih, om!" serunya dengan masih agak menggigil.

"Bapak, setelan kita jangan lupa." Saka melirik jok belakang. "Di sana ada jaket, kamu ambil dan pakai," lanjutnya.

***

"Aura anak mami lebih cerah dan bahagia.. Ga mau kasih tahu mami, hm?" Navisa menyenggol lengan Saka.

Saka menghembuskan nafas pelan. "Ada anak didik yang satu apartemen sama aku, mi." jelasnya setengah-setengah.

"Kamu naksir dia?! Jangan buat skandal aneh! Jangan rusak reputasi guru!" serunya penuh teguran.

Saka sontak tersinggung. "Anak mami ga senafsu itu! Dia kayak adik! Diperlakukan seperti adik. Mami tahu sendiri dari dulu aku mau adik." sewotnya.

Navisa terkekeh. "Mami udah tua, kamu juga udah tua. Punya anak aja." godanya.

"Ya terserah mami." balas Saka malas.

Navisa terus berceloteh soal perjodohannya, jelas Saka mendengarkan namun dia tidak terlalu fokus karena melihat Puspa membuat story whatsapp.

Puspa berjoget ria dengan dua temannya yang sama tidak tahu malu. Saka tahu mereka, Adel dan Mamat.

"Tuh, sekarang senyum-senyum sendiri."

Saka mematikan ponselnya serta senyumannya lalu beranjak. "Aku pulang, besok masih harus ngajar." pamitnya.

***

Puspa menoleh saat menunggu lift terbuka ada yang menepuk bahunya, dia kira tukang hipnotis.

Saka tersenyum tipis.

Puspa mengerjap, ternyata gurunya itu tukang hipnotis. Puspa kembali dibuat terpesona. Rasa ini bagai rasa terlarang, begitu indah di rasa dan begitu menantang.

"Puspa?!"

Puspa mengerjap. "Y-ya, om?" beonya.

Saka menggeleng samar. "Baru pulang main? Lain kali ganti dulu seragamnya," tegur Saka datar.

Puspa tetap terpersona, apalagi kalau seperti tadi. Senyum tipis.

"Iya, nanti Puspa ganti dulu," senyum manis pun terbit.

Keduanya berbincang, lebih tepatnya Puspa yang bawel terus bersuara menceritakan ini itu pada Saka.

Perasaan Saka menghangat, mungkin begini gambaran kalau dia punya adik. Dia tidak kesepian lagi.

OM SUAMI (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang