4. Jatuh Kepelukan Saka

69.1K 3.9K 12
                                    

      Saka membuka pintu mobil, bokongnya hendak duduk dia urungkan saat mendengar teriakan dari Puspa.

"Paakkk!! Omm pakkk!" teriaknya kelabakan dan ngos-ngosan.

Saka menegakan tubuhnya sambil meringis malu, di sekitar mereka jelas banyak orang yang akan memulai aktivitas. Ditambah panggilan pak dari Puspa kenapa terdengar seperti fu*k?

"Aduh, hampir telat!" nafas Puspa ngos-ngosan dengan kedua tangan sibuk membenarkan tas yang di gendongnya agar berada ke tempat semula.

Saka menghela nafas, dia lupa kalau akan berangkat bersama Puspa. Siswi yang cerewet, cantik, manis dan lucu itu.

"Masuk, de." Saka pun kembali masuk ke dalam mobil, menutup pintu lalu memasang sabuk pengaman.

Puspa jelas gerak cepat, membuka pintu sebrangnya lalu duduk dan menarik sabuk pengaman.

"Makasih ya om udah mau ditebengin sama Puspa," celotehnya dengan sibuk memasang sabuk pengaman.

"Hm.." Saka mulai menyalakan mesin dan melajukan mobil.

Saka fokus menatap jalanan, membiarkan Puspa yang mulai menyalakan musik dan bernyanyi riang. Suaranya tidak buruk.

"Aduh-aduh, haus.." rempong Puspa sambil merogoh botol minumnya.

Saka hanya melirik sekilas kesibukan anak muda itu.

Hari ini Puspa terlihat manis dengan rambut di gerai, jepit berbentuk pita menghiasi poninya. Terlihat kekanak-kanakan tapi terlihat bagus dan pantas.

"Om udah sarapan belum?"

Saka kembali melirik, agak heran karena Puspa begitu gampang akrab. Mereka padahal baru di hitung jari bertemu.

"Kalau kamu pakai seragam, saya pakai setelan guru. Panggil Saya pak, bukan om," tegurnya mengabaikan pertanyaan siswinya itu.

Puspa melempar cengiran. "Maaf, pak. Lidah sama mulut saya keenakan panggil bapak om hehe.." lalu dia membuka kotak makanan buatannya.

Saka menerima potongan roti berisi aneka ragam, entahlah apa. Dia hanya mencoba untuk menghargai tawaran muridnya.

"Enak ga, pak?"

Saka mengangguk karena memang enak, dia pikir rasanya akan aneh karena tidak rapih.

"Kalau enak, Puspa udah bisa dong jadi istrinya om, eh bapak hehe.."

Saka sontak terbatuk-batuk, untung tidak rem mendadak. Bisa penyok mobilnya di tabrak mobil orang dari belakang.

***

"Makasih, pak!" serunya riang tanpa malu kalau di pertigaan itu masih ada satu, dua orang asing, siswa maupun bapak-bapak.

Saka menggeleng samar, tersenyum tipis saat melihat tingkah Puspa lewat cermin samping. Padahal mobil sudah melaju, gadis itu masih sibuk melambai.

Saka menautkan alis saat melihat siswa naik motor mendekati Puspa, seperti cek cok dan Puspa pun naik.

Saka yang hendak mundur pun urung, berarti tidak jahat.

"Dasar kakak sableng!" Puspa memukul helm kakaknya.

"Anj*ng! Sakit bego!" raung Latif.

"Abis lo seenak jidat! Gue bukan sugar baby!" jeritnya marah.

Latif menghela nafas. "Abis lo turun dari mobil, jelas dia bukan sepupu atau temen kita!" amuknya sebal.

"Dia tuh guru di sekolah! Pak Saka, sebelahan apartemennya sama gue!" Tanpa sadar Puspa membeberkan apartemen barunya.

Latif menyeringai. "Ouh jadi lo kabur ke kawasan apartemen pak Saka, deket sama Bimbim dong?" motornya Latif parkirkan di samping mobil Saka yang sudah kosong.

Puspa sontak kicep, turun dari motor dengan wajah di tekuk kusut. Sialnya dia keceplosan.

"Gue ga mau nikah sama om itu!" suaranya bergetar, dia yang galak berubah cengeng.

Latif kelabakan menatap sekitar yang sudah ramai itu. "Ck! Jangan nangis! Gue aduin kalau nangis!" ancamnya jengkel.

"Janji dulu, jangan bilang-bilang!"

Latif menghela nafas. "Lo juga janji, jangan ganggu gue kalau mau ke club!" di ulurkan sebelah tangannya untuk mengunci kelingking.

"Janji." ucap keduanya begitu kekanak-kanakan.

***

"Hallo simpenan om-om.." sapa Bebyna saat berpapasan. Dia hendak ke toilet sedangkan Puspa hendak ke kantin.

"Dih, maling teriak maling," balas Puspa sewot.

"Dasar haus belaian.." Bebyna menjulurkan lidah.

"Dasar kurang didikan, pantes sih orang tua lo emang ga ada mulu," balas Puspa.

Sontak Bebyna berbalik, dia marah kalau di singgung soal orang tua. Di jambak rambut Puspa kuat-kuat.

"Lo yang mancing! Lo juga yang emosi! Mau lo apa sih, babi!" amuk Puspa dengan tidak mau kalah menjambak rambut Bebyna.

"Ahhkk!" Bebyna menjerit saat tak sengaja Puspa menarik telinganya. "Dasar haus belayan! Lo peliharaan om-om!" jeritnya.

Adel berusaha melerai, dia menarik Puspa untuk berhenti namun dia malah kena imbasnya. Beberapa kali terpukul.

"Mamat! Tolongin bego!" jerit Adel pada si tinggi besar yang ragu-ragu untuk maju.

Suara sekitar semakin ricuh, bagai menonton sebuah atraksi. Saling menyemangati atau sibuk melerai.

Saka menghela nafas, baru selesai memberi materi dia harus dihadapkan dengan dua siswa yang bar-bar.

Jagonya berantem, padahal otaknya sama-sama bagus. Kenapa tidak bertingkah di pelajaran sih? Debat contohnya.

Saka kembali menghela nafas, membawa langkah untuk melerai.

Bebyna mendorong Puspa kuat hingga Puspa tidak bisa menahan bebannya sendiri, tangannya refleks meraih apapun dan tidak di sangka dia menarik Saka hingga jatuh menimpanya.

"Ahsss!" ringis Saka.

Sontak sekitar yang menjerit berubah hening...

Puspa membuka mata, menatap wajah Saka yang meringis kesakitan.

"Dasar gadis-gadis nakal!" raung pak Radit, guru olah raga kelas sepuluh mengisi keheningan.

Mamat dan Adel bergegas membantu Puspa untuk berhenti menikmati jatuhnya ke pelukan Saka.

"Gawat! Lo berurusan sama guru!" Mamat berbisik heboh.

"Lo harusnya diemin tu uler!" tambah Adel sambil merapihkan rambut Puspa.

Puspa menelan ludah, tatapannya terfokus pada Saka yang memegang sebelah tangannya dan meringis. Sepertinya keseleo? Atau lebih parah?

OM SUAMI (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang