18. Di Atas Atau Bawah

54.5K 2.4K 12
                                    

      Puspa terlihat berseri-seri, kelihatan sekali kalau istri dari seorang Saka itu tengah dilanda efek kasmaran.

"Orang gila.."

Puspa menoleh garang pada Bebyna. "Dih, sirik tante!" sewotnya.

"Apa? Gue siri—"

"Puspa, lo serius nikah sama pak Saka?" tanya seorang siswi tiba-tiba.

Bebyna sontak mingkem, padahal dia tidak menyebarkan berita itu. Bebyna tidak sampai gila menyebar berita yang pastinya akan di anggap gila oleh teman-temannya.

"Lo liat di mading, foto bukti lo nikah dan serumah sama pak Saka—"

Puspa sontak berlari menuju mading, Bebyna pun ikut berlari karena penasaran. Dia pikir hanya dirinya saja yang tahu soal pernikahan Puspa dan Saka.

Bebyna dan Puspa mematung di mading, benar adanya tentang bukti pernikahan Puspa dan Saka tertera.

Puspa bahkan kaget dengan foto-foto di wahana bermain saat itu pun ada, saat turun dari mobil Saka ke sekolah juga.

Puspa merasa ada penguntit.

Puspa bergetar, syok parah.

"Gue—"

"Lo yang lakuinkan?! Lo puas, HA?!" di dorong Bebyna sampai tersungkur ke lantai, bahkan kerumunan harus mundur.

"GUE—"

PLAK!

Bebyna terhenyak, nafasnya memburu bersamaan dengan debar jantung yang bertalu.

"Lo tega! Gue bahkan ga bocorin soal lo!" Puspa mulai terisak, semua mata di sekitar rasanya menghakimi.

Saka yang berlari mulai melerai kerumunan, dia harus menenangkan Puspa. Pasti istri kecilnya itu terluka.

Puspa menatap Bebyna yang terkejut itu dengan nafas memburu sesak, rasa takut mulai memeluknya.

Puspa terisak semakin kencang saat mendapat pelukan dari Saka, semua tumpah ruah.

***

"Om.." panggil Puspa dengan suara bergetar, dia takut dan khawatir.

"Hm? Apa, sayang?" Saka membelai pipi Puspa, mengusap sudut matanya yang kembali berair.

"Sekolah hiks sekolah tahu semua," lirihnya.

Saka mengusap bibir Puspa yang bergetar, dia pikir Puspa tidak akan setakut ini.

Saka menyatukan bibir mereka, mengulum dan menyesapnya lembut seolah mengajaknya untuk hanyut dan melupakan apa yang terjadi walau sejenak.

Saka menjauhkan wajahnya, menatap Puspa lekat.

“Istirahat, semua masalah yang ada jangan kamu pikirin. Semua akan baik-baik aja,”

“A-apa Puspa di keluarin om? HUAAAA!”

Saka mendadak panik, rasanya dia kembali melihat Puspa saat merebutkan apartemen dulu.

"Stt.. Puspa.. Sayang.." Saka memeluk dan mengusap punggungnya.

"Ka-kalau di keluarin gimana? Hiks.." isaknya di dada Saka.

“Bisa paket C..”

“Tap—”

“Stt.. Tenang, minum, makan terus istirahat..” potong Saka.

"Ga bisa.."

"Bisa! Yakin kalau semuanya akan baik-baik aja." tegas Saka penuh kesungguhan.

***
 

Puspa membuka mata saat merasakan usapan di perutnya, tubuhnya bergerak menatap Saka yang balik menatapnya.

"Kenapa?" Saka mengusap wajah Puspa lembut.

“Geli..”

Saka mengulum senyum, membalik Puspa agar menghadapnya lalu menyatukan bibir dengan mengabaikan fakta kalau keduanya belum menyikat gigi.

Puspa kembali terisak, membuat Saka mundur. "Hey.. Kenapa, masih belum tenang?" tanyanya cemas.

Puspa mengangguk sambil menyeka air matanya.

Saka menatap Puspa redup, ikut sedih dengan semua yang terjadi. Dia tidak malu jika semua orang tahu kalau Puspa istrinya tapi Puspa?

Pasti banyak sekali kabar miring tentang istrinya itu sekarang. Hamil duluanlah dan pasti masih ada lagi.

"Sebentar.." Puspa bergerak turun.

"Kemana?" Saka semakin cemas dan ikut beranjak turun.

"Mau e'e dulu.." jawab Puspa dengan tersedu pelan.

Saka menghela nafas dan tersenyum samar, sempat-sempatnya dia merasa geli di tengah sedih.

Puspa memang luar biasa. Lucunya tidak main-main. Menyerangnya dengan keuwuan terlalu agresif.

"Jangan lama ya.."

Puspa terus melangkah. "Kalau aja ga panas dalam, mereka keluarnya pasti cepet." jawabnya lesu.

***

Puspa semakin meredup sedih, menatap ponselnya yang ramai.

Ramai membahas tentang skandal besar yang katanya sudah sampai ke telinga orang tua murid.

Banyak kabar miring di antara orang tua murid.

"Kok takut?" lirih Puspa sambil memeluk Saka manja. "Jadi mules lagi hiks.." gumamnya asal.

"Ga usah takut, kita bukan karena kecelakaan atau pun hal yang berbau negatif lainnya." di usap kepala Puspa.

"Mereka tahunya Sahril anak aku, om hiks.." isaknya ketakutan. Foto yang sedang berlibur entah siapa yang menyebarkannya.

"Ini kayak bukan kamu, kamu itu ga secengeng dan selemah ini. Lawan Bebyna aja kamu jago.. Apalagi kali ini kita ga salah.."

Puspa terdiam, mencerna semua ucapan Saka.

"Iya ya.. Kok drama banget.." Puspa mengurai pelukan lalu menyeka air mata dengan percaya diri.

Puspa harus bangkit, dua hari cukup baginya untuk menangis dan meratapi nasib.

"Nah gitu, kamu itu pemberani, kuat, kuat dalam—"

"Stop! Puspa tahu lanjutannya apa," potongnya. "Bunda pulang?" lanjut Puspa sambil celingukan.

Apartemennya tidaklah sebesar rumahnya, mana mungkin hilang satu sampai tidak sadar.

"Waktu kamu tidur, bunda pamit,"

"Mami juga?"

Saka mengangguk. "Mereka cuma mau pastiin kalau mantu sama anaknya sehat dan baik-baik aja," ujarnya sambil membersihkan kotoran di mata kiri Puspa.

"Maaf udah bikin kalian khawatir, besok sekolah deh Puspa udah berani kok," janjinya dengan masih agak murung.

"Yakin?"

"Yakin.. Sekarang ayo, Puspa mau om!" ceplosnya santai dan tenang.

Saka sampai melongo lalu mengulum senyum geli. "Mau apa?" tanyanya pura-pura lugu.

"Om mau di atas apa bawah?" tanya Puspa dengan wajah serius yang terkesan lucu, manis dan ingin dia gigit.

"Bawah, sayang. Nanti kalau kamu capek giliran," kekeh Saka walau sebenarnya dia kurang mood, terlalu kacau pikirannya. Tapi jika Puspa butuh untuk pelampiasan, maka Saka tidak keberatan.

"Oke."

OM SUAMI (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang