Puspa menghela nafas, harusnya dia marah pada Saka saat di toilet! Eh malah mesem-mesem baver. Memang wajah Saka selalu berhasil menghipnotis akalnya.
"Mpuss.."
Puspa memutar matanya jengah, tanpa menoleh pun dia tahu siapa yang memanggilnya bagai memanggil kucing.
Zafras menyamakan langkahnya hingga berdiri di kanan Puspa dan Morgan temannya di samping kiri Puspa.
Puspa menatap garang Morgan yang selalu memanggilnya mpus itu.
"Yaelah, mpuss itu panggilan terunyu sepanjang ingus lo tahu!" kata Morgan saat melihat Puspa seperti akan kembali mengamuk.
Puspa mendengus, males meladeni karena rasanya tubuh kini begitu pegal-pegal.
"Kok layu?" Zafras menyentuh kening Puspa. "Demam? Kok bisa lo sakit?" herannya.
Puspa menipiskan bibirnya menahan kesal pada si kembar upin-ipin itu. "Kalau sakit ya wajar! Gue manusia!" sebalnya.
"Bukannya lo bidadari?" celetuk Morgan.
Adel dan Mamat yang sibuk menyalin PR jelas langsung pura-pura muntah.
Puspa juga sontak pura-pura muntah setelah mendengarnya.
Saka yang baru keluar dari kelas lain pun menatap mereka dari belakang, melihat bagaimana kedua manusia tinggi di setiap sisi Puspa terus menjahili istrinya.
Panas? Tidak.
Saka membawa langkah mengikuti mereka, kebetulan ruang guru searah dengan mereka yang sepertinya akan pulang.
"Lo ada pacar?" Morgan merangkul Puspa.
Sontak Puspa cubit hingga Morgan meringis kesakitan. "Dasar lo kue cubit! Hobbynya nyubit, panas lagi! Pasti ada bekasnya!" amuknya.
Saka tersenyum samar.
Good girl
"Besok ada pertandingan persahabatan, ikut dong." ujar Zafras, mengabaikan Morgan yang masih mengusap bekas cubitan ganas Puspa.
"Boleh aja sih, ntar izin dulu." Puspa menoleh pada Morgan. "Lebay lo! Cuma kena cubit aja berisik!" semprotnya.
"Jangan pernah lo sebut diri sebagai Prilly lagi! Dia itu baik, ga kayak lo!"
Puspa mendengus. "Emang lo kenal dia?" sewotnya.
"Yah, ga tahu dia.. Jelasin, Fras!" lemparnya dengan memasang wajah songong dan bangga.
Zafras menggeleng samar. "Kita kenal, dia keluarga dari mama," jelasnya.
Puspa menutup mulut dengan lebay. "Serius? Ajak gue ketemu dong! Gue itu fans berat dia dari zaman masih koki cilik!" hebohnya sambil memukul Morgan dan Zafras dengan antusias.
Saka mengulum senyum melihat tingkah Puspa yang seperti anak kecil itu.
"Boleh, asal mau jadi cewek gue.."
Senyum Saka hilang.
"Najis!" balas Puspa sambil memukul punggung Morgan.
"Ahk! Lo selalu pake kekerasan!" amuknya.
"Dari—" Puspa menghentikan ucapannya saat tidak sengaja menoleh ke belakang. "Eh om— eh pak?" cengirnya.
Morgan dan Zafras pun melempar senyum, bersalaman dengan Saka sebagai sopan santun. Puspa pun sama.
Saka meremas jemari Puspa sebelum melepasnya.
"Silahkan duluan, pak. Maaf karena kami jalannya lelet sama malah asyik bercanda," kata Zafras dengan senyum sopan.
***
"Mereka temen kamu?" Saka mulai melajukan mobilnya meninggalkan tempat yang dijadikan mereka untuk bertemu dan pulang bersama.
"Iya, dia Zafras sama Morgan. Kita beda kelas sih, tapi sekelas waktu MOS," jawabnya sambil mulai membuka cemilan.
“Oh.”
Puspa menoleh, tersenyum usil. "Kenapa? Cemburu lagi? Ah om gemesin!" ditepuk lengan Saka sekilas.
Saka menggeleng samar melihat tingkah Puspa. "Ga masalah kamu berteman sama siapa pun, asal ga boleh melewati batas. Kamu udah jadi seorang istri, rangkulan sama teman laki-laki menurut kamu masalah ga?" tanyanya meminta pendapat.
"Masalah," Puspa urung memakan cemilan. "Tapi Puspa tepis kok, bahkan di cubit biar kapok. Mereka cuma ga tahu aja kalau Puspa udah nikah, om." lanjutnya.
Saka paham, semua karena tidak tahu kalau Puspa yang terkenal di seangkatannya itu sudah menikah.
"Bukannya Puspa yang harus marah? Om belain Bebyna bahkan bentak Puspa!" sewotnya.
Saka menoleh sekilas. "Masa? Mungkin saya refleks," belanya.
"Tetep aja bikin sakit!" Puspa masih sewot.
“Apa yang sakit? Nanti saya cium biar sembuh,”
“Dih si om malah modus!”
Saka terkekeh pelan. “Puspa, kenapa terus panggil om? Saya belum kepala tiga loh..”
“Tapi buat Puspa tetep aja Om itu dewasa, beda jauh sama umur Puspa,”
Saka tidak lagi menyahut karena memang iya.
“Sahril kapan dibawa ke rumah, om? Puspa kesepian di rumah,”
“Kan ada saya yang nemenin..”
"Bikin capek sih iya.." gumamnya yang masih bisa Saka dengar.
Saka tertawa pelan. "Kalau ga salah ada yang minta lagi walau cape," sindirnya.
Puspa merona, ingatan saat itu seolah mengoloknya.
“Kok diem?”
***
Saka menghampiri Puspa yang tengah berendam.
"Ih belum pake busa sabun! Masih keliatan!" Puspa menutup asetnya dalam air bening itu.
Saka melepas celananya yang menjadi penutup terakhir, sontak Puspa memejamkan mata.
"Ihhhhhh! Malu, om!" raungnya menggemaskan.
Saka mendorong pelan punggung Puspa lalu masuk dan duduk di belakang Puspa, menarik perutnya agar merapat padanya.
Puspa meremang tegang saat merasakan sesuatu di belakangnya, menyinggung pantatnya.
“Om..”
Saka mengecup ringan sepanjang bahu Puspa tanpa melepas pelukan di perut Puspa.
Puspa memejamkan mata saat merasakan usapan di perut mulai turun dan mengusap yang lain.
Puspa menyentuh sebelah tangan Saka yang membelit di dadanya. "Hhh.. Kok gini, bukannya..Hh mau berendam aja," lirihnya dengan nafas mulai memberat.
Saka masih merambatkan kecupan ringan itu hingga ke punggung mungil milik Puspa yang putih bersih.
Saka menyapukan jemari di sana, mengusap naik turun sampai si empunya tidak bisa diam.
Air yang tenang pun mulai bergerak mengikuti gerakannya.
Puspa menyandarkan tubuhnya pasrah, matanya terpejam dengan jemari meremas lengan berurat Saka.
Saka mengecup pipi Puspa. "Mau coba hal baru? Kita main di air," bisiknya.
Puspa mendorong jemari Saka yang terus memancingnya di dalam air itu. "Udah, Puspa ga kuat," lirihnya pelan.
Saka mengecup bahu Puspa lalu membalik Puspa agar menghadap dan duduk di pangkuannya.
Saka menatap setiap jengkal kulit Puspa yang basah di dalam air. Kulit bersihnya mengkilap licin.
Saka mengusap dari mulai bahu hingga ke perut ratanya. Puspa meremas bahu Saka dengan nafas memburu.
Untuk Part ini akan ada part khususnya dan hanya bisa di akses di aplikasi karyakarsa. Terima kasih^^Engga baca pun ga masalah ya:)