"Kamu ke depan!" Saka tidak bisa sabar lagi saat melihat Puspa malah sibuk bercermin.
Saka berbicara panjang lebar namun tidak di perhatikan, jelas saja dia kesal.
"Saya om—eh pak?" Puspa menunjuk dirinya sembari berdiri.
Saka mengangguk lalu menunjuk papan tulis. "Coba isi, saya perhatikan kamu malah sibuk bercermin!" wajah tampan Saka di tekuk serius dan tegas.
Puspa pun ke depan, meraih spidol lalu mulai mengisi dengan kalem. Dia sudah belajar dan paham mengenai soal di depannya saat les kemarin.
Saka bersidekap, menatap kinerja Puspa yang cukup membuat Saka tercengang. Ternyata anak kecil di depannya itu memang sesuatu.
Saka membawa langkahnya ke meja Puspa, meraih cermin dan lipstik Puspa. Masih SMA tapi ingin berpenampilan seperti wanita dewasa.
Saka menggeleng samar, padahal mau di tutup dengan apapun Puspa tetap terlihat seperti bocah.
"Sudah, pak."
Saka kembali ke depan, menatap jawaban yang betul itu. "Oke, duduk. Lain kali perhatikan kalau guru sedang menerangkan, sekalipun kamu sudah paham!" nasehatnya yang di abaikan Puspa.
"Kok punya saya di ambil, pak? Bapakan bisa beli sendiri!" Puspa menunjuk cermin dan lipstik itu.
Teman-teman sekelas Puspa ada yang tertawa walau tidak kencang saat mendengar celetukan Puspa.
"Saya engga pakai ini, saya sita karena kamu bandel! Di kelas harusnya fokus ke saya."
Puspa tersipu mesem-mesem. "Jadi bapak cemburu sama cermin gitu?" lalu terkekeh.
Sedangkan teman-temannya sudah menyoraki kepedean Puspa yang tidak ada habisnya itu.
Saka menghela nafas sabar, begini nih resiko berhadapan dengan bocah. Energi Saka banyak tersedot sia-sia.
"Kembali duduk, pulang sekolah kamu bisa ambil di meja saya!"
"Bapak ngajak ketemuan nih ceritanya?" Puspa duduk di kursinya sambil menutup wajah malu-malu monyet.
Saka menghela nafas, mengabaikan kebisingan akibat celetukan Puspa.
Saka memukul papan tulis beberapa kali. "Sekarang fokus! Kita bahas soal berikutnya!" tegas Saka.
***
Saka menahan nafas saking kagetnya lalu membantu Puspa berdiri. Gadis itu tampak ketakutan.
"Kenapa, de?" tanya Saka ikutan panik.
"Itu, om!" tunjuk Puspa pada 3 anak laki-laki yang terlihat berlari mencari Puspa. "Bantuin, om. Takut, mereka ajakin aku ke club terus," lanjutnya semakin ketakutan.
Tanpa berpikir, Saka menarik Puspa untuk masuk ke mobilnya. Menyalakan mesin mobil lalu berlalu melewati remaja yang masih sibuk mencari Puspa.
"Sialan! Punya ade kok jahil banget!" teriak Latif dengan geram.
"Untung ade lo manis, Tif." Manu mengatur nafasnya yang terengah itu.
"Kenceng banget ade lo lari, kecil-kecil cabe rawit!" ujar Boni dengan sama terengah.
"Terus gimana nih? Sialnya dompet gue di ambil, ponsel mati. Gagal ke club deh!" cerocos Latif. "Awas aja, pulang lo abis sama gue, de!" lanjutnya penuh siasat.
***
"Kenapa bisa dikejar-kejar?" tanya Saka dengan melajukan mobilnya sedang, tidak seburu-buru sebelumnya.
Puspa cengengesan. "Salah satunya kakak aku hehe.. Dia mau pergi ke club, aku curi ini biar ga jadi," digoyangkannya dompet mahal itu sekilas.
Saka hampir menganga, ternyata dia ditipu? Hebat sekali akting gadis SMA di sampingnya itu.
"Abis kesel, dia kalau mabuk suka muntah di mana-mana, suka cium, suka peluk, males banget. Padahal aslinya suka ajak berantem!" sambungnya dengan bibir mengerucut lucu.
"Tapi, lain kali jangan bahayain diri kayak tadi. Kamu hampir jatuh kalau ga ada saya yang tahan, de,"
Puspa tersenyum. "Iya, ini yang terakhir jahilin kakak, lain kali bakalan hati-hati juga," janjinya walau kadang dia lupa dan melakukannya lagi. Rasanya candu.
"Om, anter ke apartemen aja. Mau beres-beres barang, soalnya 2 bulan lagi aku dinikahinnya. Harus biasa hidup di sana," wajah Puspa jadi mendung.
"Kamu masih sekolah, kenapa bisa mau di nikahin?" Saka sungguh penasaran, di zaman sekarang, bukannya karier nomor satu?
"Ga tahu, orang dewasa terlalu rumit!" jawab Puspa sekenanya. "Kalau seumuran, ini sama om-om!" keluhnya lagi.
"Mungkin semua demi kebaikan kamu,"
Puspa mendengus. "Baik apanya, sama om-om? Ihh.. Merinding. Kata kak Latif, om-omnya itu buncit, keliatan tua, iihhhhhh geli!" heboh Puspa.
Saka tersenyum samar, kenapa tingkah Puspa selalu lucu padahal gadis itu sedang kesal.
"Udah sampe." Saka mematikan mesin mobil, melepas sabuk pengaman lalu turun.
Puspa dengan bingung turun lalu menghampiri Saka. "Kok om ikut turun?" tanyanya setelah mengikuti langkah Saka.
"Saya juga tinggal di sini."
"Oh kita tetanggan gitu? Ihhh asyiknya.." Puspa berseru riang.
Saka hanya tersenyum tipis.
"Nanti om bisa bareng dong sama Puspa ke sekolah? Nebeng gitu Puspa biar uangnya ga habis buat bayar taksi,"
Saka terlihat ragu, dia jelas tidak ingin menciptakan skandal dengan muridnya sendiri. Cukup kemarin dia terlibat masalah dan di cap suka open BO.
"Ga sampe sekolah, turunin aja Puspa di perempatan. Ga papa kok!"
Saka mengangguk ragu, bukankah seperti itu hanya akan mengundang curiga. Entahlah, lihat besok saja.
Selama di dalam lift Puspa terus berceloteh, begitu bawel namun anehnya Saka tidak terganggu malah asyik mendengarkan.