Part 7 menjadi part khusus yang ada di karyakarsa. Makasih:)
"Lo apain Vila, bro?" tanya Denta sambil menyesap rokoknya.
"Ha?"
"Vila jerit-jerit halus, ke denger ke kamar tamu. Kalau aja nyokap, bokapnya ada. Abis lo sama mereka," ujar Dante kalem.
Zafeel terdiam, ternyata suara-suara panas itu bocor.
"Vila yang mau, gue yang tipis iman sama yang udah kebelet jelas buta. Gue nyeselnya malah sekarang!" Zafeel mendesah gusar.
Denta kembali menyesap rokok lalu menghembuskannya dengan keren. "Ga sabaran banget, udah tahu Vila masih bocil. Lo ga baik deket-deket Vila ternyata, mending menjauh," alisnya bertaut serius.
"Mana bisa, udah terlanjur, bro." Zafeel berdecak lemah.
"Tunggu dia 19 tahun kek, lo emang ya! Udah di kasih kepercayaan juga!" Denta menggeleng samar tak habis pikir.
Zafeel semakin merasa bersalah. "Gue keluar deh dari sini, tapi buat jauhin dia ga bisalah! Nunggu terus berjarak bisa gila gue," balasnya.
"Terus lo pindah, lo bawa dia biar nginep dan bebas grepe-grepe di sana gitu?"
"Yaelah, bro. Gue sibuk magang kali, gue belum kerja tetep. Mikir-mikir lagilah, gue nyesel pecahin perawan Vila!"
"Alah, omong kosong." respon Denta kalem sambil kembali menyesap rokok.
***
Vila jadi banyak diam. Bicara secukupnya dengan tanpa berani menatap Zafeel maupun yang lainnya.
Vila takut semua orang tahu kalau dia tidak perawan.
"Surat pindah sekolah udah di urus sama, Zafeel," ujar Saka sebagai pembuka setelah makan malam selesai.
"APA?!" Vila hampir menjerit kencang.
"Kenapa? Ga usah protes lagi, papa juga udah tahu gimana temen-temen—"
"Ga bisa gitu dong, pa!" serunya tak terima lalu beralih pada Zafeel. "Dan juga om! Kenapa ikut campur terus sih!" amuknya dengan kedua mata berkaca-kaca saking kesal.
Zafeel hanya mengangkat alisnya, apa harus dia menjelaskan pada Vila dan keluarganya? Tentang malam panas itu? Yang artinya dia dan Vila sudah saling memiliki?
"Ga mau pindah! Hikss!" Vila pun beranjak dengan kasar.
Denta melihat itu menghela nafas, dia juga ikut kesal karena Zafeel begitu seenaknya mengatur kehidupan orang lain.
Vila jelas berhak dengan keinginan dan keputusannya. Itu haknya sebagai manusia. Kali ini Denta tidak setuju dengan tindakan Zafeel.
***
"Sesuatu yang lo genggam kalau terlalu kuat bisa lepas, Zaf. Vila pasti nanti akan ada di titik capek karena lo atur-atur seenaknya!" Denta terlihat serius.
Zafeel menghela nafas pelan. "Semua demi kebaikan, Vila." belanya.
"Menurut lo gitu. Tapi, Vila bisa terima?" Denta terlihat memojokan.
Zafeel diam karena nyatanya Vila sedang marah sekarang. Pintu kamarnya tidak terbuka dan pesan maupun panggilannya diabaikan.
"Vila masih kecil, harusnya bebas tapi masih di awasi, bukan dikekang. Mau lo dia jadi pembangkang? Diem-diem dia nakal di belakang lo?"