"Hey.. Misi-misi, Prilly Latuconsina mau lewat.." dengan hebohnya Puspa berseru dan melerai kerumunan di sekitaran mading.
Orang yang mendengar mendengus walau tidak bisa di pungkiri kalau Puspa sekilas memang mirip Prilly Latuconsina.
Cantik, ceria, pintar walau puspa agak receh, bar-bar, ga jaim dan terkesan malu-maluin. Tidak ada anggun-anggunnya. Terkesan ekstovert sekali.
"Ihhh misi-misi, ada apa sih sama mading, apa mading lebih menarik dari pada wajah yang kayak Prill— OMG!" Puspa mematung saat melihat foto dirinya yang turun dari mobil pemilik apartemen.
Tulisan di atas foto itu sungguh mengganggu.
Open BO sama om-om
Puspa merobek semua fotonya lalu menabrak semua orang yang menghalangi jalannya.
Puspa tahu siapa ulahnya. Musuh dari dia kecil siapa lagi. Bebyna atau yang sering di sapa Puspa, Babi.
"Mana si babi?" tanya Puspa pada anak cupu yang baru saja keluar kelas.
"Ba-babi? A-aku—"
"Ahh lama! Awas!" amuk Puspa lalu masuk begitu saja pada kelas yang tidak jauh dari kelasnya itu alias tetanggaan.
"Woa ada si tukang BO~ " Bebyna berseru meremehkan dan menantang. Dia tidak takut berurusan dengan Puspa, bahkan dari zaman ingusan.
Puspa menempelkan foto yang di mading tadi ke wajah Beby dengan kasar dan tidak berperasaan.
"FU*K!" teriak Bebyna seraya berdiri dengan emosi dan menghempas foto kusut itu hingga terongok di lantai.
Keduanya terlihat sama-sama emosi. Siswa-siswi mulai berkerumun membuat lingkaran.
"Lo pelacur! Jablay! Jalang! Yang ga tahu sopan san—"
Puspa mendorong bahu Bebyna hingga gadis itu terhuyung kaget. "Lo pikir gue bakalan diem saat babi kayak lo fitnah GUE?!" teriak Puspa di depan wajah Bebyna.
"Gue liat pake pala mata gue, kalau lo di anter om—"
Puspa menjambak rambut ikal Bebyna. "BABI GATEL!" teriaknya dengan terus berusaha meraih atau memukul Bebyna yang balas menjambak dan memukul itu.
Sorak sorai mulai terdengar, sekitaran menjadi ikut ricuh. Entah menyemangati atau menyuruh untuk berhenti.
"Ada apa ini?— ASTAGA! BEBY! PUSPA!" teriakan Gugun— guru fisika begitu nyaring.
Guru dengan badan gempal berisi itu terlihat berusaha melerai walau harus terkena pukulan atau jambakan dari murid yang berlangganan bertengkar itu.
***
"APA?!" Saka berseru tidak suka. "Belakang aku memang S.pd tapi aku udah ga mau jadi guru, papi, mami!" wajahnya di tekuk masam.
"Hanya 6 bulan, kakak kamu harus operasi di China," Navisa bersuara dengan tenang.
Anaknya itu pasti menolak tapi pada akhirnya akan nurut juga. Makanya Navisa kalem.
"Tolong kakak kamu, semua anak papi baik-baik, pasti ga tegakan kalau kakak kamu papi pecat karena 6 bulan ga ada yang isi di sekolah?" Adi bersuara dengan sama tenangnya.
Saka menghela nafas kasar dengan pasrah.
"Jurusan kalian sama, makanya papi suruh kamu. Lagian, kamu ga bosen diem di rumah terus?"
Saka tidak menjawab.
"6 bulan, sayang." Navisa tersenyum.
Saka melanjutkan makannya dengan malas-malasan. Dia tidak mengiyakan atau berusaha menolak karena pada akhirnya pasti dia akan nurut.