Vila melambaikan tangannya ke arah teman-teman. "Ketemu di mall besok ya, tapi ga janji." ujarnya sambil terus melangkah jauh menuju mobil jemputan.
"Oke, ntar chat aja."
"Hm, bye. Hati-hati ya." ucap Vila lalu masuk ke dalam mobil.
"Ngapain ke mall?" sambut Zafeel dengan alis bertaut galak.
Vila menarik sabuk pengaman. "Om mau apa? Marah lagi? Vila bukan burung dalam sangkar, om!" sebalnya.
Zafeel menghela nafas. "Dampak mereka ga baik—"
"Lagi-lagi gitu! Vila emang udah ga baikan? Udah sering om bawa tidur bareng! Terus kenapa—"
"Mereka juga yang jadi alasan kamu mau! Kalau aja ga terhasut kita pasti akan lakuin hal itu nanti, setelah nik—"
"Vila muak diatur sama, om. Selama sebulan ini om seenaknya! Apalagi nikah nanti, ga mau. Lebih baik ga nik—"
"Kalau ngomong jangan sembarangan!" tegur Zafeel dengan cepat.
"Ga peduli! Yang penting ga di—"
"VILAA!" Zafeel jadi tersulut. Kenapa Vila begitu keras kepala?. "Bisa ga dewasa sedikit?!" lanjutnya.
Vila terhenyak lalu menggeleng dengan tidak percaya. "Sekarang berani bentak-bentak!" gumamnya yang masih bisa Zafeel tangkap.
Zafeel yang sadar menelan ludah.
"Om tahu? Vila benci sekarang sama, om. Kita jauhan aja, ga papa walau om udah ambil semuanya dari Vila, om pergi aja!" suaranya bergetar.
"Vilaa.." Zafeel melembutkan suaranya.
"Benci bangett!" suara Vila semakin bergetar.
Zafeel mencari tempat peristirahatan, memarkirkan mobil di sana sembari menenangkan Vila yang menangis tersedu-sedu.
Seolah Vila menahannya selama ini dan hari ini keluar semuanya.
"Diatur demi kebaikan itu bukan masalah. Aku cuma batasin kamu, coba inget-inget pertanyaan aku tadi,"
Vila memalingkan wajahnya sambil menepis lengan Zafeel.
"Ngapain ke mall, cuma itu," Zafeel tidak menyerah, meraih dagu Vila agar menatapnya. "Kamu jawab aja, makan. Aku izinin, kecuali pulang dari mall kamu ke club." lanjutnya.
Vila semakin terisak, dia memang terlalu sensitif. Sepertinya jadwal haid sebentar lagi.
***
Zafeel mengetuk pintu kamar Vila. "Buka dulu, sayang." pintanya lembut.
Zafeel menghela nafas sabar, dia kembali mengetuk dan memanggil Vila lembut penuh bujuk.
Hingga pintu terbuka sedikit.
Zafeel tersenyum tipis lalu mendorong pintu kamar Vila pelan. "Aku masuk," izinnya lalu tak lupa menutup pintu.
Vila terlihat berjalan menuju kamar mandi, rambutnya berantakan.
Zafeel menatap pergerakan itu. Apa Vila lanjut menangis lagi? Pasti.
"Jangan lama ya?" Zafeel duduk di sofa ala-ala princess serba pink itu untuk menunggu Vila.
Vila tidak menoleh, bahkan tidak menyahut. Dia ingin cuci muka, matanya bengkak di tambah muka bantal. Jelek sekali.
Tak lama Vila keluar dengan sibuk melap wajahnya menggunakan handuk.
Zafeel mengalihkan fokus lalu mematikan ponsel. "Sini, Vila." kedua tangannya terulur menyambut Vila.