Puspa keluar kelas dengan sudah lengkap memakai pakaian olah raga. Hari ini selalu menjadi hari yang membuatnya malas karena harus bersinggungan dengan kelas Bebyna.
Entah kenapa olah raga kelas mereka selalu di samakan jamnya semenjak bulan lalu.
"He! Biasa aja kali!"
Puspa melirik remeh Bebyna yang baru dia lewati itu. "Apa? Fitnah orang lain sama om, eh lo sendiri pelihara om-om!" ledeknya.
Bebyna sontak melotot marah. "Enak aja lo! Dasar maling teriak maling!" amuknya.
Puspa pun menatap Bebyna tak kalah menantang dan berani. "Gue liat lo kemarin di mall sama om-om! Ga usah ngelak deh!" balasnya.
Bebyna mengepalkan tangannya, menggeram kesal karena dia ketahuan soal itu. Kenapa harus Puspa sih!
"Lo tuh yang sama om-om! Ah iya bahkan lo ni—" Bebeyna menjeda ucapannya dengan senyum miring sengaja menggoda Puspa.
Puspa jelas terpancing, mendekat lalu menjambak dengan kesal musuh dari dia bocah itu.
"Aaaaaa! Lo apaan sih!" teriak Bebyna sambil berusaha melawan dengan menjambak juga rambut Puspa.
"Aaaaa! Lepas ga? Jalang sialan! Dasar lo doyan om-om!" teriak Puspa dengan semakin bengis melawan Bebyna.
Bebyna meringis kencang saat Puspa tidak sengaja mendorong bahunya yang memar dan terluka.
Puspa tidak berhenti, dia terus melampiaskan amarahnya dengan menjambak lagi rambut Bebyna.
Bebyna mulai lemah dan akhirnya pingsan.
Bertepatan dengan Saka yang berlari hendak melerai pertikaian istri dan temannya itu.
Saka sampai tidak menyangka kalau Puspa bisa seganas itu hingga membuat Bebyna pingsan.
Saka sebenarnya kurang suka dengan tingkah Puspa yang mengandalkan fisik seperti saat ini.
"Kamu apa-apaan, Puspa!" Saka menegur dengan agak membentak, dia bergegas menolong korban dari tindakan Puspa.
Puspa mengatur nafasnya yang memburu, mengabaikan rambut dan luka di sudut bibirnya yang berdenyut. Di tatapnya Saka dengan meredup kecewa.
***
"Baik, kalau begitu saya kembali ke kelas," pamit Saka sambil membawa langkah meninggalkan UKS.
Saka tidak bisa berbohong kalau dirinya khawatir pada Puspa, ingin mencarinya namun dia masih harus mengajar di kelas lain.
Saka menyalakan ponsel, mulai mengetik dan mengirimkan pesan untuk Puspa.
Me
Dimna? Maaf ga bisa liat kamu terluka apa engga, saya harus ke kelas.Saka memasukan ponsel, matanya mengedar mencari keberadaan Puspa yang mungkin ada di lapangan tengah olah raga.
Namun, tidak ada.
"Apa Puspa ke BK? Atau lagi di hukum?" gumamnya dengan terus membawa langkah menuju kelas.
Saka tersenyum tipis saat beberapa kali berpapasan dengan murid atau pun guru.
***
Puspa terus misuh-misuh, bau toilet perempuan saja begini apalagi toilet laki-laki.
"Jorok lo pada! Kenapa ga di siram sih!" amuknya dengan terus menggosok setiap noda yang menjijikan itu.
"Sama jijiknya kayak lo, Bebyna!" raungnya emosi lalu menyiram semuanya dengan kesal.
Puspa akan bergerak ke toilet laki-laki, menyiapkan mental lalu masuk.
Ternyata tidak jauh beda dengan sebelumnya.
"Aaaaaaaa!" rengeknya frustasi. "Om, bantuin Puspa!" rengeknya lagi dengan kesal.
"Om di sini.."
Puspa tersentak kaget saat melihat satu bilik terisi oleh siswa yang tak lain adalah Januar, si usil yang terkenal seangkatan.
"Jaaaann!" rengek Puspa penuh haru dengan begitu lebaynya.
Januar mundur waspada. "Ets ets! Tunggu, ngapain lo?" selidiknya.
Puspa tersenyum lebar. "Bantuin, lo itu hebatnya'kan beuh! Ga ada tandingannya, apalagi soal bersihin beginian," tunjuknya pada bawah lantai.
Januar mendengus malas. "Manis banget mulut lo, Pus," kepalanya menggeleng samar.
Keduanya tersentak kaget saat seseorang masuk seperti kesetanan.
"Apanya yang manis?! Kalian ngapain berduaan di—"
"Eh santai pak, santai!" Januar kelabakan melihat Saka yang sepertinya salah paham.
"Apa yang manis? Kalian ngapain?" tanyanya ulang dengan tatapan semakin menajam dan penuh selidik.
Puspa yang melihat jadi panik, takutnya Saka keceplosan soal status mereka. Bisa berabe hidupnya.
"Bibir Puspa," Januar dengan begonya menjawab.
Sontak sikat wc yang ada di tangan Puspa melayang ke pinggul Januar. "Apaan lo jelasinnya begitu! Om— maksudnya pak Saka bisa makin salah paham! Kebanyakan nonton bo— jadi bego'kan lo!" hampir saja keceplosan.
"Gue udah ga nonton bokep tuh! He! Lo ngatain gue bego? Mulut manis lo udah ga ngaruh sekarang! Gue ga mau bantu! BYE!"
Saka memejamkan matanya saat mendengar perdebatan Puspa dan Januar.
"Eh lo mau kemana, Jannn? Ada guru juga ga sopan dasar! Eh-ehh.." Puspa terkesiap saat Saka mengurungnya di belakang pintu.
"Kalian ngapain?" desak Saka dengan wajah mengeras marah.
Puspa menelan ludah. "Ganteng banget sih," gumamnya tanpa sadar.
"Puspa!" Saka menggeram kesal.
"Mulut manis itu maksudnya pujian, bukan kissing, Om. Lagian cuma minta bantuin buat bersihin semua ini, ga lebih.."
Tatapan Saka turun ke bibir Puspa yang terluka. "Kenapa ga ke UKS?" tanyanya mengalihkan topik.
"Ini—" diangkat sikat WC di tangannya. "dihukum, om." jawabnya.
Saka mengecup kening Puspa. "Jangan berantem, kamu harus atur emosi. Kamu jugakan yang terluka, saya ga suka," di usap pipi Puspa sekilas..
Puspa memukul dada Saka manja, tersipu ceritanya. "Ahhh! Puspa baver tanggung jawab ya!"
Saka terkekeh. "Iya, centil," balasnya lalu memeluk Puspa sekilas.
"Udah ah, nanti ada yang liat bahaya. Om sana, ngapain ke sini?"
"Mau makan,"
"Ha?"
"Mau buang air, Puspa. Masa makan!" di kecup bibir Puspa sambil menjilatnya sekilas. "Ternyata rasanya memang manis." setelahnya Saka berlalu.
Puspa menyentuh bibirnya sambil mesem-mesem kasmaran. "Ternyata begini ya jatuh cinta? Astaga! Perut geli kayak ada kupu-kupu." kekehnya sambil mengusap perut.