Saka memakai pakaiannya dengan santai sambil menunggu Puspa yang tengah sibuk di depan cermin, sesekali melirik tingkah Puspa yang lihai mengeritingkan rambut.
"Om, mainnya kira-kira daerah mana? Biar Puspa kondisiin kostumnya," Puspa berujar sambil mematikan dan merapihlan alat pengeriting.
Puspa membenarkan handuknya lalu mulai melangkah ke lemari.
"Makan, ke mall aja," Saka membawa langkah ke tempat Puspa sebelumnya untuk menyisir rambut.
Puspa pun meraih beberapa pakaian untuk dia pilih.
Puspa melipat tangan setelah pakaian itu tergeletak di kasur. "Yang mana ya? Ini bagus, manis—" Puspa meraih rok di atas lutut pink dan sweater rajut crop warna yang senada. "Ini aja ah, biar unyu," gumamnya lalu bergegas menuju ke kamar mandi.
"Kemana?"
Puspa menghentikan langkahnya. "Pake ini, kenapa?" tanyanya balik.
"Di sini aja, kenapa harus ribet? Kita udah bukan orang asing,"
Tetap saja Puspa malu walau dia tidak tahu malu, mungkin karena belum terbiasa untuk seterbuka itu dalam keadaan ruangan terang.
"Tapi—"
"Di sini, sayang." Saka mendekat, mengecup pipi Puspa. "Suami kamu keluar kok." lanjut Saka pada akhirnya maklum jika Puspa masih malu.
Puspa menghela nafas lega.
"Jangan lama ya." Saka mengusap rambut ikal bergelombang ala korea itu lalu berlalu keluar.
***
"Om, sambil cerita bisa ga?" Puspa meraih botol minum Saka dan meminumnya sedikit.
"Cerita apa?" Saka masih menatap lurus jalanan.
"Soal siapa mamah, Sahril,"
Saka tersenyum samar, dia senang kalau Puspa penasaran yang artinya istrinya itu memiliki ketertarikan 'kan?"
"Sahril anak adiknya mami."
Puspa terdiam mencerna. "Ha? OMG! Om ada cinta terlarang sama anggota keluarga?" sambarnya cepat dan kaget.
Saka tertawa pelan mendengarnya. "Saya emang pacaran cuma sekali tapi ga segila itu buat bikin skandal di keluarga," kekehnya geli.
Pacaran sekali? Ga percaya!
Saka melirik sekilas wajah menggemaskan penuh ketidak percayaan yang dilemparkan Puspa.
"Serius, pacaran waktu kuliah aja sekali." Saka kembali fokus pada jalanan. "Sahril anak adik mami yang meninggal waktu melahirkan Sahril.. Ayahnya ga sanggup urus karena sibuk sama istri keduanya," lanjut Saka.
Puspa terdiam, kembali mencerna semua ucapan Saka yang berarti Saka itu tidak duda? Tapi, anak bujang yang memiliki anak angkat?
"Tunggu! Adik mami di dua?"
Saka mengangguk.
"Puspa jadi takut, om ga akan berkuda didua tempatkan?" wajahnya ditekuk murung.
Saka tertawa renyah, apalagi saat melihat wajah Puspa yang ragam ekspresi itu.
"Engga! Engga akan, kamu aja cukup," Gemas Saka, kalau saja dia tidak sedang menyetir, mungkin Puspa sudah habis dia unyel-unyel.
Selama perjalanan Saka terus saja bercerita soal masa lalu, tentang Sahril maupun mantannya.
"Jadi, Puspa bukan cinta pertama,"
Saka mengulum senyum. "Kamu cinta terakhir." balasnya.
Puspa tersipu, perutnya begitu geli-geli mulas dengan debar jantung yang tak biasa, bibirnya kini berkedut hendak tersenyum lebar.