Alingga benar-benar menyusul Lyana, ia dengan sabar mengejar cewek itu sampai ke dalam perpustakaan.
Lyana sebenarnya sadar Alingga mengikutinya, tapi dia tidak perduli dan memilih makin masuk ke dalam perpustakaan. Cewek itu mengambil dengan asal buku di rak, lalu ia duduk di kursi sambil masih terisak.
"Kenapa sih lo?" Tanya Alingga dengan suara kecil, cowok itu takut Bu Nayla yang sedang berjaga perpustakaan hari ini akan marah kalau mendengar kebisingan dari mulutnya.
Lyana masih menangis, ia menunduk tanpa menjawab pertanyaan Alingga.
"Gue bahkan belum ngapa-ngapain lo tau, kenapa main marah aja?" Tanya Alingga lagi, Lyana masih terisak pelan.
Cowok itu menghela napas panjang, akhirnya ia mengalah dan berjongkok tepat di depan Lyana, tangannya mengusap lutut cewek itu. "Yaudah deh, kalau gitu gue janji nggak ganggu lo hari ini, gue diem nih," ujarnya berbisik.
"Udah ya nangisnya? Lo makin jelek sumpah."
Ucapan Alingga sama sekali tidak membantu, Lyana malah makin menangis hingga ia berusaha meredam suaranya sendiri dengan menutup mulutnya menggunakan tangan. Cewek itu benar-benar marah ketika Papanya bilang ia harus menikah dengan Alingga.
Bahkan mereka baru naik kelas 12, tapi dengan entengnya Papa bilang pernikahan mereka sudah siap 70 persen. Lyana sangat marah dengan keputusan sepihak itu, mereka sama sekali tidak membicarakan hal ini dengan Lyana.
Lyana juga marah pada Alingga, ia mengira semua ini terjadi karena Alingga ingin mengerjainya.
"Lo kenapa dah tiba-tiba nangis? Ada yang ganggu lo selain gue?" Tanya Alingga sungguh-sungguh.
"Siapa yang berani ganggu lo? Sini kasih tunjuk gue, biar gue kasih paham dia kalau cuma gue yang berhak ganggu lo."
"Lo emang gak tau atau pura-pura bego? Gue- gue kesel sama lo," Cicit Lyana, suaranya tidak begitu jelas karena masih terisak.
Alingga mengernyit. "Apaan? Yang benar kalau ngomong."
"Soal kakek lo Lingga! Soal dia yang mau kita nikah!" Pekiknya tertahan, Lyana menutup wajahnya dengan buku dan kembali menangis hingga bahunya bergetar.
Kali ini, Alingga langsung paham. Sama seperti Lyana, Alingga juga terkejut dengan pernyataan kakek tentang pernikahan itu. Tapi Alingga tidak mungkin juga menolak, kakeknya terlalu berharga untuk sekedar ia bantah permintaanya.
Alingga juga tidak senang dengan keputusan itu, ia juga memikirkan perasaan Lyana. Mungkin ini memang menjadi hal beruntung untuk Alingga yang menyukai Lyana sejak lama, tapi kesannya ini terlalu memaksa dan Alingga takut Lyana malah makin membencinya.
Cowok itu menjilat bibirnya sebentar, ia celingukan melihat sekitar. Lalu mata Alingga menyipit begitu melihat dua siswi berdiri dengan jarak tidak jauh dari mereka sedang melihat kearahnya. Alingga melotot galak. "Apa lo liat-liat? Kayak nggak pernah nangis aja."
"Lo berdua pertama lahir langsung nangis ya, bukan berpuisi! Nggak usah liatin orang nangis kayak lo baru liat meteor jatuh, pergi lo berdua!" Sembur Alingga dengan galak.
Dua siswi itu mengangguk, mereka langsung pergi menjauh dengan saling berbisik yang entah apa di bicarakannya, Alingga tidak perduli.
Cowok itu berdecak, tangannya masih mengelus lutut Lyana dengan pelan. "Udah dong jangan nangis, cuma nikah doang bukan di suruh open BO."
Lyana menurunkan buku itu dari wajahnya, ia menendang tubuh Alingga hingga cowok itu tersengkur ke belakang. "Gue serius Lingga, jangan bercanda!"
"Lo liat muka gue? Ada muka gue lagi ngelawak?" Tanya Alingga, ia kembali berjongkok dan mengusap bokongnya yang baru saja berciuaman dengan lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALINGGA (Completed)
RandomWalaupun jahil semua orang menyukai Alingga. Kecuali Lyana. Alingga akan bersikap baik pada semua orang. Kecuali pada Lyana Start : 20 maret 2022 Finish: 3 januari 2023