40 ALINGGA

12.6K 991 138
                                    

"Kenapa lo nggak mau gue hilang?"

Itu adalah pertanyaan yang sama untuk kesekian kalinya sejak semalam, pertanyaan dari perempuan yang duduk bersila di hadapannya. Lyana mendongak, sekali lagi menyuapi Alingga. "Lo suka kan sama gue?"

"Benar kan? Lo suka sama gue."

Alingga tidak menjawab, ia sedang pura-pura sibuk menguyah. Padahal pikirannya sedang berisik dan saling dominan, ingin jujur tentang perasaannya namun di lain sisi dia takut perasaanya membuat Lyana tidak nyaman. Alingga gugup setengah mati untuk menjawab pertanyaan kedua dari perempuan itu.

"Lo suka gue, Ga?" Lagi, pertanyaan itu membuat Alingga terdesak.

Lyana menatapnya makin dalam, seolah menunggu kata apa yang akan keluar dari mulutnya.

Baiklah, tarik napas dan buang! Alingga harus mengatakannya hari ini.

"Gue- ehem!" Laki-laki itu menelan makananya dan mengambil segelas air, meminumnya dengan cepat hingga sisa setengah.

Alingga tersenyum, dan senyum laki-laki itu lenyap ketika ponsel Lyana bergetar kemudian nama Abun tertera dalam layar itu.

Dan Alingga tiba-tiba merasa dirinya marah. Namun, ia tidak bisa marah pada Lyana, jelas ini bukan salah perempuan itu.

"Gue reject ah, takut lo cemburu. Nanti biar gue telfon balik hehe," Lyana langsung menyembunyikan ponselnya di balik selimut dengan wajah gugup.

"Jadi lo suka gue?" Tanya perempuan itu, mengulang.

Alingga menghela napas, lalu menggeleng pelan.

Kemudian hening, laki-laki itu kembali bungkam, tidak jadi mengatakannya. Terlalu takut jika dia akan kalah, takut menerima kenyataan kalau nanti ternyata Lyana akan mengatakan sesuatu yang belum siap dia dengar.

Alingga takut Abun benar, Lyana lebih membutuhkan Abun dari pada dirinya.

"Kok nggak jadi ngomong, lo marah karena Abun nelfon gue?" Tanya Lyana dengan alis mengerut, perempuan itu bergeser mendekat.

"Nggak usah di bahas!" Sembur Alingga dengan ketus. Perasaan laki-laki itu memburuk di minggu pagi ini. Sialan.

"Abun pasti nelfon cuma karena ada perlu, nggak mungkin karena hal lain. Lo cemburu lagi ya?"

"Nggak, ngapain cemburu? Emang apa manfaatnya buat gue."

"Tapi kan-" kata Lyana dengan nada antusias, namun kemudian ia cemberut dan menggeleng pelan. "Gak jadi deh."

Hening lagi, Alingga mengambil piring di tangan Lyana dan melanjutkan sarapannya dalam diam. Sementara perempuan di hadapannya menunduk dengan wajah tertekuk.

Padahal sedikit lagi Alingga memberanikan diri mengatakan ia menyukai Lyana, tapi lagi-lagi gagal. Mungkin hari ini bukan waktu yang tepat, Alingga harus lebih banyak mengumpulkan keberanian.

"Lingga.." panggil Lyana dengan pelan.

Alingga meliriknya sekilas, lalu kembali menguyah makanannya.

"Gimana kalau kita buat perjanjian," Lyana mendongak, ekspresinya mulai ragu. "Gue bakalan cium lo tiap hari asal lo mau jawab pertanyaan gue tadi, hehe. Mau nggak?"

"Nggak!" Alingga langsung menolaknya dengan sinis. "Gue nggak suka lo terlalu maksa gue. Lagian tanpa buat perjanjian sekalipun, gue bebas cium lo."

"Ih beda tau."

Mulai ragu, tapi Alingga tetap menggeleng. "Nggak."

"Jawab dong, ya ya?"

Alingga takut Lyana terbebani dengan perasaannya.

ALINGGA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang