9 ALINGGA

16.9K 1.2K 126
                                    

"Kata Mama nggak bisa hilang bi, kecuali mau di cat ulang warna hitam atau abu-abu mirip warna sebelumnya. Tapi Lyana nggak yakin sih Bi warna kucingnya akan balik ke semula."

"Harus di cat lagi?"

"Iya bi, tapi mending biarin aja nanti sampai luntur sendiri. Takutnya malah jadi bahaya sama kucingnya."

Alingga mendengar obrolan antara Lyana dan bi Meli dengan jelas, sangat amat jelas karena mereka berada dekat di belakangnya. Tapi laki-laki itu tetap berpura-pura tidur seakan ia sedang sakit parah dan tidak memiliki daya untuk sekedar bergerak.

"Den Lingganya sampai sakit gitu, tadi panas banget neng kepalanya," ujar bi Meli makin membuat Alingga ingin meloncat kegirangan, dia senang bi Meli membantu akting modusnya. Bahkan kalau bisa berbisik pada bi Meli, Alingga akan bilang untuk lebih parah menceritakan sakitnya.

"Demam, bi?" Tanya Lyana.

"Iya neng, tadi juga batuk-batuk terus wajahnya pucat banget."

Jantung Alingga berpacu semakin cepat ketika merasakan tempat tidurnya bergerak, Alingga menahan napas dan mati-matian laki-laki itu menahan senyuman ketika merasakan keningnya di sentuh oleh sebuah tangan halus.

"Nggak panas bi, udah di kasih obat ya?" Tanya Lyana lagi.

"Mungkin udah minum sendiri neng, tapi den Lingga belum makan sama sekali. Bibi udah paksa tetap nolak, mungkin kalau di paksa neng Lyana, dia mau."

"Yaudah bi, mana makanannya? Biar Lyana coba."

"Bentar bibi ambil ke dapur dulu."

Alingga memejamkan mata makin erat, dia benar-benar sedang di landa penyakit baper hanya karena Lyana menyentuh keningnya beberapa detik, dan sekarang Alingga merasa dia hampir koma karena Lyana mau menyuapinya makan.

Ah, Alingga makin sayang pada bi Meli karena sudah mau membantunya dekat dengan Lyana.

"Lingga, bangun bentar bisa nggak? Makan dikit aja," Lyana mengusap bahu Alingga dengan lembut. "Kasian bi Meli bingung tuh, liat lo sakit begini."

"Lingga, bangun."

Alingga berpura-pura kesulitan berbalik hingga Lyana membantunya menarik bahu laki-laki itu, lalu Alingga perlahan membuka matanya dan mendesis kesakitan. "Lo ngapain disini?" tanyanya dengan suara pelan.

"Di suruh Mama bantuin bi Meli, katanya lo sakit."

"Halah!" Laki-laki itu membuang muka. "Bilang aja lo mau caper sama gue, biar gue simpati sama lo. Iya, kan?"

"Ih! Gue tuh kesini juga cuma karena di paksa Mama, kalau nggak juga gue mending cabut bulu ketek Orion," sewot lyana tidak terima.

"Nggak percaya gue."

"Terserah, gak penting juga buat gue kepercayaan lo."

Alingga berusaha untuk duduk dan Lyana langsung membantunya, namun laki-laki itu malah menepis tangan Lyana dengan kuat hingga gadis itu mengaduh kesakitan.

"Sakit, Lingga!"

"B O D O! Terbodo amat!" Ketus Alingga, laki-laki itu lalu bergeser menjauh dari Lyana dan kembali membuang muka. "Gue nggak butuh bantuan cewek ular kayak lo, gue bisa sendiri. Lagian kalau mau cari perhatian jangan sama gue, banyak tuh cowok di luaran sana yang mungkin mau di gatelin cewek jelek kayak lo. Tapi maaf, gue nggak berminat sama sekali."

Lyana mendengus, hidungnya kembang-kempis menunjukkan betapa kesalnya dia pada laki-laki di depannya itu. Lagian kalau bukan karena di suruh Mamanya untuk melihat keadaan Alingga, Lyana juga tidak akan mau susah-susah pergi apalagi hanya untuk melihat laki-laki menyebalkan itu.

ALINGGA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang