29 ALINGGA

11.5K 1K 76
                                    

"Gue mau ke kantin, lo mau nitip sesuatu?"

"Sari roti."

"Oke," gadis itu mengangguk, ia kemudian menyengir dan mengulurkan tangannya ke depan.

"Apa?" Tanya Alingga tidak mengerti, ia menepis tangan Lyana dari depan wajahnya hingga gadis itu mendengus.

"Nafkah hari ini Lingga, masa gue ke kantin bayar pakai senyuman. Di gorok nanti guenya sama bi Titin!" Balas gadis itu dengan sebal.

Alingga menghela napas. Ia merogoh saku celananya, mengeluarkan uang lima puluh ribuan lalu ia serahkan pada gadis yang sekarang sudah sah menjadi beban hidupnya.

"Sama indomilk rasa strawberry," lanjut laki-laki itu, Lyana mengangguk dan segera berlari ke luar sambil melempar uang itu ke udara lalu menangkapnya dengan gelagapan.

Alingga memperhatikannya sambil menggelengkan kepala.

"Yang udah jadian pasti akan lupa sama teman, itulah siklus kehidupan setan."

Alingga hampir saja menonjok Gean yang tiba-tiba datang dari belakang, kemudian di susul Abi dan Dewa yang menyengir lebar.

Gean naik ke atas meja Alingga dan menyipitkan mata pada laki-laki itu. "Masih inget lo sama gue dan dua curut ini? Atau seluruh isi otak lo udah penuh sama nama Lyana?" Tanya Gean, lalu mengupil sebentar dan bekas tangannya ia usap di meja Alingga.

Gean ini benar-benar manusia yang suka seenaknya, berbanding terbalik dengan dua kembarannya yang sopan dan kalem. Mungkin sebenarnya Gean bukanlah saudara Gio dan Cia, melainkan anak pungut yang beruntung di rawat oleh orang tua mereka. Itu pendapat Alingga selama ia berteman dengan Gean.

"Lo jarang main semenjak pacaran sama Lyana," komentar Abi.

Dewa mengangguk setuju, ia mendorong tubuh Alingga kemudian duduk menyempil di samping laki-laki itu. "Abun juga sekarang udah nggak main lagi, apa dia juga udah punya ciwi?" Tanyanya.

Alingga berhenti mengelus Jennie, matanya melirik kearah Dewa. "Kata siapa lo?"

"Gue nanya blok!"

"Yee biasa, gak usah nge-gas elpiji dong!" Balas Alingga ketus, namun sedetik kemudian ia menyengir pada ketiganya. "Eh coba tanyain ke gue, ngapain aja sama Lyana. Hehe."

"Dih?" Gean mengerutkan kening, ia bergeser mendekat dengan tatapan curiga. "Emang ngapain aja lo sama dia? Wik-wikan lo ya?!"

"Belum sih," jawab Alingga santai, ia mengulum bibirnya menahan senyuman. "Mungkin nanti."

"NANTI?!"

Refleks Alingga mengusap telinganya saat teriakan itu keluar dari tiga manusia yang duduk mengelilingi dirinya, wajah laki-laki itu terlihat jelas terkejut.

Gean menggebrak meja. "Anjir Lingga! Istigfar lo nyet, baru pertama kali pacaran aja udah sok jauh main lo."

"Gini nih anak kalau waktu kecil gak di kasih asi, gedenya jadi asu!" Sambung Dewa dengan heboh.

Melihat ketiga temannya mulai marah, Alingga terkekeh dan langsung membuka tasnya. Diam-diam memperlihatkan sebuah buku nikah pada mereka, untung saja kelas masih sepi, kalau tidak, mungkin dia lagi-lagi akan menjadi bahan gosip sekolah selain di kenal sebagai bapaknya si Jennie.

"Lyana udah menjadi tulang rusuk gue sekarang. Kalau gue mau bertarung ranjang, gak dosa, kan?"

Jantung Gean terasa melorot jatuh melihat apa yang Alingga keluarkan, dia terkejut bukan main.

"Cok!? Serius lo?" Bisik Dewa teramat pelan, ia mendorong tangan Alingga agar memasukkan lagi buku itu. "Mana bisa gitu anjir! Kalian masih sekolah."

Alingga mengusap rambutnya dengan gaya paling tengil. "Bisa, apasih yang nggak bisa di lakukan oleh Alingga si pangeran tampan?" Ujarnya kalem.

ALINGGA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang