11 ALINGGA

14.5K 1.2K 66
                                    

"Kakek lo sakit apa? Kok sampai banyak alat gitu di tubuhnya," Lyana mendongak, ia melihat wajah Alingga sambil melepas jaket yang ia pakai.

"Gagal ginjal, dua minggu sekali harus cuci darah."

"Oooh," Lyana mengangguk-anggukan kepalanya, gadis itu lalu mengembalikan jaket milik Alingga. "Nih makasih, dan ayo cepat pulang gue ada janji mau jalan sama temen."

Alingga menyipitkan matanya, seolah sedang mencurigai Lyana. "Siapa?"

"Manusia."

"Yang bilang lo bakal jalan sama kuyang siapa?" Alingga melotot lalu menyentil keras jidat gadis itu. "Gue tanya sama siapa, bukan sama apa!"

"Sakiiiit Lingga!" Teriak Lyana. "Lagian kenapa lo tanya-tanya? Iri lo?"

"Bodo! Terbodo amat!" Alingga melotot sekali lagi, lalu ia membuka mulutnya dan membuang napas tepat di depan wajah Lyana.

"Lingaaaaa bau!"

Laki-laki itu berbalik dan diam-diam tersenyum, lagi pula siapa yang tidak senang kalau bisa membonceng gebetan? Bahkan kalau Alingga tidak terhalang gengsi, sudah pasti dia berteriak sangking senangnya.

Alingga lalu menarik napas, berusaha menetralkan dirinya sendiri. Ia kemudian memakaikan helm kecil untuk si Jennie lalu memakai helm untuk dirinya sendiri dan Alingga mulai menaiki motornya.

"Kucing aja di kasih helm, gue nggak," Lyana mendumel pelan.

Alingga memundurkan pantatnya lalu menoleh. "Maap-maap aja nih Ly, gue lebih sayang kepala Jennie dari pada kepala lo, soalnya punya lo nggak ada isinya," ujar laki-laki itu dengan nada mengejek.

"Tai! Lingga tai!"

"Lo lebih tai!"

"Iih!" Lyana mendesis, rasanya ia ingin sekali menampar wajah sok ganteng Alingga, mencabik-cabik mulut lemesnya dan membuangnya ke tengah lautan. Gadis itu benar-benar selalu di buat darah tinggi oleh Alingga.

Kalau sungguh ada mesin waktu yang bisa mengembalikannya ke masa lalu, Lyana akan bilang pada Papa dan Mamanya untuk tidak pindah ke komplek yang sama dengan Alingga, ia tidak ingin mengenal laki-laki petakilan itu.

"Minggir deh lo, gue mau naik," Omel Lyana sambil memukul punggung Alingga dengan keras.

"Bentar dulu," balas Alingga ketus.

"Gue mau pulang Lingga!"

"Iya bentar, ini joknya masih panas kena matahari."

Gadis itu terdiam, bingung.

Alingga mendengus, ia menggerak-gerakkan bokongnya, mengusap jok motor itu agar dingin dan bisa di duduki oleh Lyana. "Tuh! Udah adem, buru naik atau gue tinggal," ketusnya lalu kembali bergeser ke depan.

Lyana masih diam, matanya berkedip-kedip seolah takjub dengan perlangkuan Alingga barusan. Laki-laki itu menduduki tempat Lyana sampai joknya dingin agar ia tidak kepanasan?

Yang benar saja?

Ini Alingga?

"Lingga?" Panggil Lyana dengan nada pelan.

Alingga melenguh malas dan akhirnya terpaksa menoleh lagi. "Apaan?!" Semburnya galak.

Lyana menelan ludahnya susah payah, ia terlihat ngeri menatap mata tajam Alingga. "Coba baca ayat kursi," pintanya.

"Allohu laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum, laa ta'khudzuhuu sinatuw walaa nauum, la huu maa fis samawaati wa maa fil ardh, mann dzalladzii yasyfa'u 'inda huu, illa bi idznih. Ya'lamu maa bayna aidiihim wa maa kholfahum, wa laa yuhiituuna bisyayin min 'ilmi hii illaa bi maa syaa'. Wa si'a kuryyuus samaawaati walardh, wa laa yauudlu huu hifdzuhumaa, wa huwal 'aliyyul 'adziim," ujar Alingga dengan cepat, mata laki-laki itu memutar dengan ekpresi kesal, padahal dadanya sudah berdetak tidak karuan karena untuk pertama kalinya Lyana meminta sesuatu padanya.

ALINGGA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang