33 ALINGGA

12.1K 1K 95
                                    

Deru napas panas saling bersahutan di ruang tamu dengan cahaya remang dari lampu luar rumah, Alingga memilih mematikan lampu, tentu saja supaya mereka tidak di pergok bi Meli.

Ah sialan, setelah beberapa saat lalu mereka menghabiskan percobaan pertama di dapur kini laki-laki itu malah membawanya ke ruang tamu. Lyana tahu apa yang sedang mereka lakukan ini mungkin menimbul masalah, kemungkin-kemungkinan buruk setelah hal ini sudah terbayang di depan matanya. Tetapi tatapan hangat di sertai sentuhan lembut dari Alingga jauh lebih mengerikan dari semua bayangannya, ini jauh lebih gila dan Lyana tidak tahu siapa yang paling gila di antara mereka.

Alingga yang memulai dan Lyana menyambutnya, ini jelas bukan kesalahan laki-laki itu, Lyana tidak akan pernah bisa memarahinya walaupun besok bisa saja dia menyesal seumur hidup karena kejadian ini.

Laki-laki itu mencengkram lengan kecil Lyana dengan mata terpejam, suara hembusan napas tidak teratur menjadi pertunjukan terakhir dari hal gila malam ini. Kepala laki-laki itu jatuh di cekuk leher Lyana, bibirnya yang sedikit basah mencium dengan lembut setiap inci bahu gadis itu.

"Lingga?" Bisik Lyana teramat pelan dengan hembusan napas satu-satu.

Alingga mencondongkan kepalanya kedepan hingga pipi mereka bersentuhan, tangannya menyentuh perut rata Lyana dan memeluknya dengan erat. "Apa?" Balasnya dengan suara serak.

"Lo tahu nggak sih rasa sakit di tambah malu tuh, gimana?"

Alingga terkekeh. Tangannya perlahan merambat keatas, lalu wajahnya ia tempelkan di punggung putih gadis itu. "Lo ngomong apaan dah, gak paham gue. Hehe."

"Ini udah mau jam lima bentar lagi bi Meli pasti keluar, lo balik duluan sana ke kamar, gue malu sama lo!" Cicit Lyana dengan suara bergetar.

Selama satu menit lamanya Alingga memilih diam dengan nyaman sambil menempelkan bibirnya di punggung Lyana, lalu sedetik kemudian tiba-tiba dia tersadar. Matanya menyipit melihat jam di pergelangan tangannya. Sial!

Apa yang sudah dia lakukan, ah bukan dia tapi mereka. Keduanya sama-sama berkontribusi dalam kejadian ini.

Apa yang mereka lakukan sampai lupa waktu seperti ini, pasti Lyana semakin berpikir kalau Alingga mesum dan cabul.

Laki-laki itu buru-buru bangun dan duduk di pinggir sofa, matanya melirik Lyana yang masih meringkuk dengan wajah di tutupi tangan. Keduanya persis seperti remaja yang terciduk berbuat aneh di kost-an.

"Gu-gue duluan!" Ujar Alingga dengan gugup, Lyana mengangguk tanpa mau menoleh melihat kearahnya.

Astaga! Kejadian ini pasti sedikit membuat mereka canggung.

***

Perempuan dengan seragam yang sudah rapih itu berjalan dan membuka kulkas, ia mengambil sebotol air dan menuangkannya ke gelas. Sambil minum ia melirik bi Meli yang sedang membuat sarapan dengan gerakan terburu-buru.

"Bi Meli bangun jam berapa tadi?" Tanya Lyana.

Bi Meli tersenyum hangat. "Sedikit kesiangan dari biasanya, bangun jam lima tadi."

"Oh."

"Non Lyana tahu? Bibi tuh sebenarnya nggak begitu suka sama Jennie kucingnya den Lingga, rasanya mau di buang diam-diam sama bibi," ujar bi Meli dengan menggebu-gebu.

Lyana mengernyit. "Kenapa gitu bi? Kan Jennie lucu."

"Halah lucu wajahnya doang tapi suka bikin berantakan. Ini nih non contohnya, tadi bibi masuk dapur tau-tau semua barang udah berantakan aja, di ruang tamu juga. Bukannya bibi nggak senang hewan tapi ya kalau nakal mending buang aja, kan?"

ALINGGA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang