24 ALINGGA

11.8K 1K 55
                                    

Alingga melepaskan helmnya dan menatap Lyana, rambutnya berantakan dan pipinya yang chubby menggembung dengan bibir mengerucut.

"Lo cubit-cubit ya si Jennie?" Tanya Alingga, ia mengambil kucingnya dari tangan gadis itu.

"Lo kenapa sih bilang kayak tadi di depan teman-teman lo?" Bukannya menjawab pertanyaan Alingga, Lyana justru memberikan pertanyaan lain untuk laki-laki itu. "Malu tau nggak."

"Widiih punya malu lo, nyet?"

"Lingga! Gue serius."

Alingga melirik kearah pagar rumahnya, ada beberapa anak kecil lewat sambil melambaikan tangan dan Alingga membalasnya dengan senyum tipis.

Laki-laki itu menghela napas, lalu menurunkan Jennie ke tanah dan kembali menatap Lyana. "Karena kita akan nikah, gue akan jadi suami lo dan artinya gue berhak ngatur apapun tentang lo."

"Ish! Apaan sih, ngaco lo! Mana tadi ada Abun lagi, lo tuh gak boleh bilang gitu," Balas Lyana tidak terima.

Alingga mendengus, mood yang tadi bagus berubah buruk hanya karena satu nama.

"Mulai hari ini lo nggak boleh panggil gue Lingga, lo harus panggil gue sayang, honey, baby sweety atau Ayah. Pokoknya panggilan sayang, " Alingga menarik napasnya. "Itu wajib, apalagi kalau ada Abun."

"Dih-"

"Kalau nggak mau yaudah, gue tinggal bilang aja ke Papa lo kalau lo yang nggak mau, habis itu Papa lo ceramahin lo siang malam tanpa henti, hehe mampus!" Lanjutnya, ia memasukkan tangannya ke dalam kantong celananya, berusaha agar terlihat tenang dan tidak gugup.

Sial, menatap Lyana sedekat ini ternyata tidak aman untuk jantungnya.

"Alingga!" Pekiknya Lyana dengan kesal.

Alingga menggelengkan kepalanya. "Bukan Alingga, tapi sayang."

"Ih!"

"Coba belajar panggil sayang, biar sopan di kuping calon suami."

"Tai."

Kali ini Alingga mengangguk-anggukan kepala dengan santai. "Oke, gue telfon kali ya Papa lo. Bilang gue nolak karena calon istrinya gak sopan," ujar laki-laki itu.

"Lingga, sialan tai."

Alingga menutup kedua telinganya dengan kedua tangannya, ia memejamkan matanya dan mengangguk-angguk seperti sedang mendengarkan musik.

"Alingga, dengerin gue. Lo tuh gak bisa manfaatin gue kayak gini, lo yang awalnya gak mau, sekarang giliran gue yang berubah pikiran lonya ngebet njir. Alingga dengerin gue!!" Lyana mencak-mencak sendiri, Alingga sama sekali tidak mendengarkannya.

"Alingga lo tuh-"

"Panggil sayang, biar marahnya gue dengerin."

"Lingga!!"

"Oke, gue telfon Papa lo."

"Sayang!!!" Teriak Lyana dengan marah.

Namun bukannya kesal mendengar kemarahan Lyana, laki-laki itu malah tersenyum dan membuka sebelah matanya. "Apa sayang?" Jawabnya dengan kalem.

Alingga menumpukan kedua tangannya di jok motornya, lalu menatap Lyana dengan lembut. "Ayo marah yang, aku setia dengerin kok."

"Lo tuh ya harusnya jangan kayak gini, lo harus tetap bantah kemauan Papa!"

"Den Lingga," Bertepatan setelah kalimat dari mulut Lyana selesai, pintu rumah kakeknya terbuka dan bi Meli tiba-tiba keluar dari sana.

Bi Meli menatap Alingga dan tersenyum yang di balas senyum lebar sambil laki-laki itu berlari kemudian memeluk bi Meli.

ALINGGA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang