34 ALINGGA

11.8K 1.1K 138
                                    

Sejak lima menit lalu, para murid sudah membereskan peralatan sekolahnya. Buku-buku sudah di masukkan ke dalam tas dengan rapih, padahal bel pulang masih akan berbunyi 10 menit lagi, namun semangat untuk pulang sudah berkobar dan tidak bisa di tahan.

Alingga mengecek ponselnya, ada dua panggilan tak terjawab namun tanpa ia lihat lebih dulu benda pipih itu sudah kembali ia dorong ke laci.

"Ge, Gean!" Bisiknya pada laki-laki yang sedang diam-diam menghabiskan sisa bekal buatan Mamanya sendiri, katanya takut di eksekusi mati kalau ketahuan masih tersisa.

"Apaan sih, sok kenal!" Ketus Gean.

"Lo kan juga udah umur 17 nih sama kayak gue, gue mau tanya dong."

"Apa?"

Alingga melirik ke depan, tepatnya pada bu Nadifa yang masih keasikan menulis rumus matematika, padahal para murid sudah dalam keadaan antara sadar dan tidak sadar, semuanya mengantuk dan ingin pulang. Mereka sudah mabuk rumus sejak tadi.

Alingga bergeser makin mendekat pada Gean, lalu dia berbisik pelan. "Bulu anu lo udah tumbuh gak sih? Punya gue udah soalnya. Udah bisa di kepang juga, keren njir."

Gean berhenti mengunyah, laki-laki itu melirik Alingga. "Perlu gue perlihatkan ke lo nggak nih sekarang, gimana keadaan punya gue?" Tanyanya dengan sengit.

Alingga menyengir. "Ya kalau lo nggak keberatan, silahkan."

"Sengklek lo!" Desis Gean, ia kembali menghabiskan sisa bekalnya.

"Gue kan cuma tanya Ge-"

Tet!

Suara bel pulang menghentikan ucapan Alingga, kelas langsung ramai dengan suara sorakan lega dari semua murid. Laki-laki itu menyampirkan tasnya di bahu, dia berdiri sambil memperhatikan bu Nadifa yang sudah merapikan buku dan keluar dari kelas.

Alingga berbalik kearah belakang, melihat Lyana yang sedang memakai tasnya. Ia tersenyum tipis lalu meraba rambutnya, mengambil kuncirannya dan ia selipkan di telunjuk kirinya lalu di tarik perlahan kemudian diarahkan pada perempuan itu.

Sedetik kemudian, lepas..

Tuk!

Misi berhasil.

Kunciran itu tepat mengenai kening Lyana hingga perempuan itu mengaduh kesakitan.

"LINGGA!" Jeritan marah itu kembali terdengar setelah sejak pagi tidak ada keributan dari Alingga dan perempuan itu. "SAKIIIIIT!!"

Alingga tertawa pelan, ia lalu mengambil ponselnya di laci dan menggendong Jennie. "Ayo pulang, anggap apa yang sudah terjadi di antara kita adalah sebagian nikmat dunia, eakkk!" Ujarnya dengan nada jahil.

Lyana mendengus, pipinya bersemu merah namun sebisa mungkin dia harus terlihat tenang. Laki-laki itu tidak boleh mengejeknya karena salah tingkah. "Mulut lo bisa diem gak, jangan sampai gue cabein nanti!"

"Widih mau dong di cabein, biar so sweet."

"Linggaaa!"

"Iya beb, iya. Buruan deh capek gue nunggu lo masang tas aja lama banget, udah kayak masang pengaman buat malam pertama eh-" Alingga langsung menyengir dengan polosnya.

"Linggaaa! Mulut lo tuh jaga!" Pekik Lyana benar-benar sudah kesal sekaligus malu, laki-laki ini memang suka sembarangan kalau bicara. Bagaimana kalau teman kelas mereka salah mengartikan candaan Alingga, ya walaupun tidak sepenuhnya bercanda tapi kan Lyana tidak mau sekelas jadi tahu.

Bibir Alingga akan bergerak untuk menjawab, namun kemudian terkatup ketika ponselnya bergetar. Laki-laki itu melirik Lyana sebentar lalu segera keluar dari kelas.

ALINGGA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang