12 ALINGGA

13.3K 1.1K 55
                                    

Jam setengah sembilan malam, Lyana baru saja pulang setelah pergi keluar bersama Abun. Mereka hanya makan bakso seperti biasa, tidak ke tempat lain dan hanya menghabiskan waktu untuk saling bercerita tentang hari ini yang saling mereka lewati.

Lucunya, walaupun setiap hari Lyana selalu menceritakan apapun yang dia alami melalui chat atau telepone pada Abun, ia tidak pernah bosan. Malah Lyana senang karena ia selalu merasa di dengarkan. Abun juga bukan tipikal cowok yang suka memotong cerita, ia tampak terlihat santai mendengarkan, ya walaupun kadang-kadang Abun akan mengoreksi ceritanya jika itu menyangkut Alingga, cowok itu selalu membela sahabat berbentuk tuyul kepanasan itu.

Makanya sebisa mungkin Lyana akan menghindari pembicaraan jika ada terselip nama Alingga, cewek itu tidak suka kalau Abun selalu mencoba membuat nama Alingga baik dalam sudut pandangnya. Karena sampai kapanpun, Alingga akan tetap seperti tuyul jelek di mata Lyana.

Sambil memegang dua batang coklat dari Abun dengan tulisan seperti biasa (form dukun). Lyana tersenyum kemudian membuka pintu rumahnya.

Hal pertama yang ia lihat ketika masuk adalah Orion, kakaknya itu sedang memegang tong sampah dengan wajah masam. Lyana cengengesan. "Kek Fizi lo, cita-citanya jadi tukang sampah," cibirnya dan terkekeh.

Orion melebarkan kedua lubang hidungnya. "Dunia kalau nggak ada tukang sampah pasti kotor, lo mau tidur sama sampah tiap hari? Jangan remehin cita-cita Fizi," ketus Orion.

"Idiih najis, baperan."

"Di cari Papa tuh, katanya mau bicara," ujar Orion, lalu menyikut tubuh Lyana agar menyingkir dari depan pintu rumah.

"Papa udah pulang?" Tanya Lyana.

"Oh nggak, Papa nggak pulang. Itu cuma arwahnya doang mampir, mau ngopi-ngopi dulu katanya!" Orion membalikkan badannya dan melotot. "Ya kalau gue bilang ada artinya pulang, bego! Pakai di tanya!" Omelnya.

Lyana menyengir, sedikit puas melihat kekesalan di wajah kakaknya. Lalu, tanpa menjawab lagi ucapan Orion, ia langsung berlari ke dalam rumah. Mencari sosok yang seminggu ini ia rindukan.

Senyum cewek itu mengembang sempurna, ia melihat Papanya duduk menonton televisi dengan Mama.

"Papaaaaaa!" Teriak Lyana sambil sedikit berlari. "Kangen.."

Lyana langsung berhambur memeluk Papa, mencium kedua pipinya dan tersenyum. "Senang banget Papa pulang, Lyana kangen Papa."

Papa terkekeh, mengusap lembut kening putrinya. "Dari mana aja? Anak gadis kok baru pulang," tanyanya dengan lembut.

"Keluar bentar Pa, habis di rumah di usilin bang Orion mulu."

Sekali lagi Lyana memeluk Papanya, ia benar-benar merindukan laki-laki itu. "Katanya Papa mau bicara, bicara apa Pa?" Tanyanya lalu duduk di antara Mama dan Papanya.

Papa melirik Mama seolah meminta bantuan, tapi Mama malah mengangkat kedua bahunya lalu ia berdiri dan pergi.

"Kok Mama pergi?" Tanya Lyana lagi.

"Sini dengerin Papa," pria itu menarik wajah Lyana lalu tersenyum tipis, wajahnya tampak begitu tulus menatap putrinya. "Papa punya kenalan, dia baik banget sama keluarga kita. Dia yang bantu Papa selama ini, waktu usaha Papa bangkrut dan rumah kita harus di jual kemudian kita pindah kesini, dia yang bantu Papa. Dia yang bayar rumah ini untuk tempat tinggal kita, dia juga yang bantu Papa untuk memulai usaha dari nol sampai sekarang kita bisa hidup sebahagia ini."

"Papa benar-benar punya hutang budi sama dia, dia yang selalu dukung Papa dalam setiap apapun yang Papa kerjakan, makanya Papa pernah bilang sama dia kalau dia butuh apapun tinggal sama Papa."

ALINGGA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang