17 ALINGGA

12.1K 1K 46
                                    

Sebuah lampu motor sedikit menyilaukan matanya, cowok yang memakai helm itu berhenti lalu membuka helmnya.

Alingga masih tetap tenang, ia memicingkan matanya sesaat dan kembali normal setelah melihat siapa pengendara itu. Tapi dua detik kemudian-

BUGH!

"Lo bohongin kita! Lo nggak punya adik ataupun kakak!" Abun mencengkram baju Alingga, matanya menatap tajam. "Orang tua lo cerai, lo nggak tinggal sama siapa-siapa selama ini!"

"Abun.." cicit seseorang dengan pelan.

Di belakang Abun, ternyata Lyana berdiri dengan wajah terkejut. Tidak menyangka bahwa Abun akan menonjok wajah Alingga.

"Lucu lo kayak gini Lingga? Lo pikir pertemanan kita cuma bahan candaan!?"

"Terus?" Tanya Alingga santai, terlalu santai hingga menyulutkan emosi Abun.

"Kenapa harus bohongin kita anjing! Biar apa?!"

Satu pukulan lagi melayang, tepat di rahang Alingga. Namun satu pukulan itu tidak membuat Alingga melawan, dia masih diam dengan mata menatap tajam pada Lyana.

"Lo anggap gue sama yang lain apa selama ini? Udah dua tahun lebih Lingga kita temanan, bisa-bisanya lo bohongin kita! Kalau bukan-"

"Iya, gue bohongin lo semua," kata Alingga dengan dingin. "Terus mau lo apa?"

"Apa maksud lo bohongin kita?" Tanya Abun dengan mata tajamnya.

Alingga bungkam, matanya masih menatap lurus kearah Lyana.

"Jawab bangsat!"

"Gue gabut, hahaha,"  balas Alingga lalu tertawa hambar.

"Lingga!"

BUGH!

Dan lagi, pukulan itu melayang di wajahnya.

Alingga tahu Abun marah karena merasa di bohongi olehnya, ia juga pasti akan melakukan hal yang sama persis ketika dia di bohongi. Tapi Alingga tidak bisa menjelaskan apapun, terlalu banyak ketakutan dalam dirinya yang tidak bisa ia ungkapkan.

Mungkin ini terlihat sederhana bagi orang lain, hanya tinggal menjelaskan alasannya lalu meminta maaf. Tapi bagi Alingga tidak sesederhana itu, ia tidak bisa. Alingga tumbuh dengan banyak tekanan, ia besar dengan banyak ketakutan. Membohongi orang-orang tentang dirinya yang baik-baik saja menjadi hal biasa, Alingga bahkan kesulitan untuk jujur pada dirinya sendiri.

Dia tahu ini salah, Alingga punya jawaban untuk semua pertanyaan Abun. Tapi dia tidak punya keberanian untuk mengeluarkannya.

Abun tidak tahu detik keberapa tangannya kembali meninju rahang Alingga, Lyana bahkan berteriak untuk menghentikan gerakannnya. Ia mencengkram kerah kemeja itu dengan erat, napas Abun berhembus tidak teratur.

"Satu minggu setelah ini lo harus jelasin semuanya, gue tunggu alasan lo banci!"

Pukulan terakhir hampir membuat Alingga jatuh, namun cowok itu hanya tersenyum tipis.

Abun melepas cengkramannya, ia berjalan ke arah motornya lagi, menatap Lyana sebentar lalu pergi dengan napas yang masih memburu.

Alingga menahan napasnya sesaat ketika beralih menatap Lyana.

"Lingga--"

"Makasih, lo udah menghilang satu alasan gue kenapa masih mau pergi sekolah," ucapnya begitu pelan dengan ekspresi datar, menunjukkan sisi lain dari dirinya bahwa Alingga juga bisa bersikap dingin, bahwa dia bukan cowok petakilan seperti yang selama ini Lyana tahu.

"Lingga maaf, gue nggak tau.." cicit Lyana penuh sesal.

"Kayaknya emang lebih baik gue sama lo tetap musuhan, gue akan bilang sama kakek supaya batalin perjodohannya. Gue nggak mau lo semakin ikut campur di kehidupan gue."

ALINGGA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang